Bos Mafia Playboy

Debaran Hebat Di Dada



Debaran Hebat Di Dada

0Brian masih duduk di ranjang rumah sakit sambil memandangi Imelda yang sedang mengupas buah-buahan tak jauh dari tempatnya. "Sayang ... tidak bisakah kita pulang hari ini saja?" tanyanya sambil bangkit dari duduknya lalu berusaha untuk melangkahkan kaki ke arah istrinya.     
0

"Kamu masih butuh perawatan!" sahut Imelda tanpa sedikit pun melihat lawan bicaranya. Wanita itu masih saja sibuk dengan beberapa buah-buahan di atas meja. Seolah dia sengaja tak ingin menunjukkan wajahnya pada sang suami. Bahkan dirinya tak menyadari saat Brian sudah berjalan ke arahnya. Imelda begitu terkejut saat sebuah tangan menyentuh kepalanya dengan lembut. Sebuah belaian penuh cinta dan kasih sayang. Dia pun langsung memalingkan wajahnya lalu berdiri tepat di hadapan pria yang sudah berdiri sambil menatapnya penuh arti. "Brian! Duduk atau berbaringlah di ranjang!" kesal Imelda sambil menarik suaminya dengan sedikit kasar. Dengan sedikit gerakan, ia berhasil memaksa sang suami untuk kembali duduk di tepian ranjang. Wanita itu pun berniat kembali ke tempatnya tadi untuk melanjutkan mengupas buah-buahan.     

Namun dengan gerakan yang cukup cepat, Brian berhasil membuat Imelda duduk di pangkuannya. Ada percikan amarah yang tersirat di wajahnya. Sebelum wanita mengeluarkan ucapan untuk protes, Brian sudah mendaratkan sebuah ciuman lembut dengan penuh cinta dan perasaan. Pria itu melumat bibir Imelda seolah hendak memakannya dengan rakus. Dia tak peduli saat sang istri berusaha untuk melepaskan diri dari dirinya. Tanpa melepaskan ciuman di bibirnya, ia menarik Imelda dan memeluknya semakin erat. "Aku sangat mencintaimu, Sayang. Tak peduli kamu cinta atau tidak denganku." Dua kalimat itulah yang pertama kali diucapkan Brian begitu melepaskan ciuman yang cukup menggairahkan dengan wanita yang dicintainya.     

"Kamu ingin membunuhku!" teriak Imelda begitu pria itu melepaskan ciuman mendadak yang cukup tak terduga. Terdengar cukup jelas nafasnya yang memburu tak beraturan. Terlihat ia seolah telah kehabisan oksigen untuk mengisi paru-parunya. Untuk melampiaskan kekesalannya pada Brian, sebuah pukulan yang tidak terlalu keras mendarat di pundak pria yang sejak tadi hanya senyum-senyum sendiri. "Brian!" Lagi-lagi Imelda meneriaki suaminya sendiri, dia tak peduli jika sampai ada yang mendengar dirinya berteriak cukup keras.     

Pria itu kembali tersenyum melihat kekesalan Imelda. Dia pun mendekati dinding dan menekan sebuah tombol darurat untuk memanggil dokter dan juga perawat yang berjaga di rumah sakit. Brian sengaja memanggil mereka untuk datang ke ruangan itu.     

"Untuk apa kamu memanggil mereka?" Sebuah pertanyaan langsung dicetuskan oleh Imelda yang hanya direspon Brian dengan senyuman penuh arti. Wanita itu semakin geram melihat tingkah suaminya. Beberapa kali dia mengeluarkan kata-kata untuk mencurahkan kekesalan pada suaminya. Hingga kedatangan dokter dan juga perawat ke ruangan itu seolah langsung membungkam mulut seorang Imelda Mahendra.     

"Ada yang bisa kami bantu, Tuan Brian?" tanya seorang perawan yang berjalan lebih dulu untuk menghampiri pasien.     

Brian langsung bangkit dari duduknya lalu menatap Imelda dengan sedikit ragu. Dia tidak yakin jika keputusannya nanti akan diterima eh istrinya atau tidak. "Dokter. Saya ingin meninggalkan rumah sakit sekarang juga," jawabnya sambil menatap dua dokter yang juga baru saja datang bersama beberapa perawat.     

"Apa!" Imelda langsung membulatkan matanya mendengar permintaan suaminya pada dua dokter yang bertanggung jawab atas pria di sampingnya.     

Dua orang dan juga beberapa perawat cukup terkejut mendengar permintaan dari Brian. Mereka pun tak berani mengambil resiko apalagi berhubungan dengan keselamatan pasien. "Pak Davin Mahendra sudah berpesan pada kami agar merawat Anda sampai benar-benar sembuh," jelas salah seorang dokter yang berdiri tak jauh dari Imelda.     

"Sepertinya kalian terlalu meremehkan istriku." Brian sengaja memprovokasi seluruh orang di ruangan itu. Dia hanya ingin segera keluar dari tempat itu dan kembali ke rumahnya sendiri. "Bukankah kalian semua juga sangat tau kehebatan istriku? Aku ingin keluar dari rumah sakit saat ini juga. Saya berharap Dokter bisa membantuku untuk mengurus administrasi," lanjut Brian sambil menatap lekat pada Imelda lalu beralih memandang beberapa dokter dan juga perawat tadi.     

Tercipta keraguan dan juga perasaan canggung di antara mereka semua. Ada rasa takut yang juga singgah di hati mereka. "Tapi saya tak berani memutuskan untuk .... " Belum juga penjelasan dokter itu selesai, Imelda sudah memberikan isyarat agar sang dokter tak melanjutkan ucapannya.     

"Urus saja administrasinya. Biar aku yang bertanggung jawab atas keadaan pasien," sahut Imelda dengan tatapan serius dan tanpa senyuman sedikit pun. Dia tahu jika Brian sudah sangat bosan berada di sana. Namun ada keraguan di hati pada suaminya sendiri.     

Mereka semua tak mungkin bisa menolak permintaan Imelda. Selain menuruti perkataannya, tak ada lagi yang bisa dilakukan oleh mereka. "Baik, Dokter Imelda. Kami akan mengutus seluruh administrasi kepulangan pasien atas nama Brian," jawab dokter itu. Dokter dan juga perawat itu langsung keluar dari ruangan untuk mengurus beberapa administrasi yang harus diselesaikan.     

"Aku baru tahu jika kamu begitu pandai memprovokasi orang lain, Brian," sindir Imelda pada suaminya. Sebuah senyuman sini terlukis jelas di wajah wanita yang sedang mengandung itu.     

Brian justru membelai lembut Imelda dengan penuh cinta. Dia sangat tahu jika wanita itu semakin kesal pada dirinya. "Sayang. Maaf jika kamu tak nyaman dengan perkataanku tadi. Aku hanya ingin kita kembali ke rumah karena selama di rumah sakit, kamu tak pernah tidur dengan benar," ucapnya dengan sedikit senyuman karena tak ingin menumpahkan minyak dalam nyala api.     

"Kamu sudah gila, Brian!" sahut Imelda dengan wajah tak percaya. "Di sini kamulah yang menjadi pasien ... untuk apa kamu mengkhawatirkan aku?" Imelda semakin tak mengerti dengan pemikiran suaminya. Dia terus saja menggelengkan kepalanya sambil sesekali mengelus dadanya sendiri. Wanita itu tak menduga jika Brian bisa begitu peduli pada dirinya.     

Pria itu menarik istrinya dalam satu gerakan yang cepat. Brian berhasil membuat Imelda berada dibpelukannya. "Aku memang sudah gila sejak bertahun-tahun yang lalu, dan itu hanya tergila-gila padamu, Sayang." Dengan penuh kelembutan, Brian memberi kecupan mesra di kening Imelda. Sebuah kecupan yang penuh cinta dan juga penuh harapan.     

"Jangan merayuku, Brian! Itu tak akan berhasil. Aku bukan seperti wanita-wanita yang kamu temui itu," balas Imelda dengan tatapan aneh dan sangat sulit diartikan. Walaupun dia sudah melihat kesungguhan Brian dalam menyatakan cinta, wanita itu masih saja ragu karena hal yang pernah dilakukan suaminya sebelum mereka melakukan malam terlarang itu.     

Tanpa mengatakan apapun lagi, Brian menarik tangan Imelda dan menaruhnya di dada. "Apakah kamu tak pernah merasakan getaran hebat di dalam dadaku saat bersamamu?" Sebuah pertanyaan berhasil diucapkan Brian untuk wanita yang sangat dicintainya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.