Bos Mafia Playboy

Kejutan Untuk Martin



Kejutan Untuk Martin

0Imelda masih memandangi ayahnya untuk menantikan jawaban atas pertanyaannya. "Di mana Kak Vincent? Apakah dia baik-baik saja?" tanyanya dengan wajah cemas.     
0

"Dia baik-baik saja. Vincent sedang mengurus beberapa administrasi di kantor pusat," jawab Davin Mahendra dengan wajah yang terlihat sedikit cemas. Pria itu sangat cemas, ia tak ingin jika orang-orang yang memiliki dendam terhadap dirinya melukai keluarganya.     

"Sepagi ini?" Imelda tak percaya jika Vincent berada di tempat yang dikatakan oleh ayahnya. "Aku tak akan pergi sebelum melihat Kak Vincent," tegasnya sambil bangkit dari sofa lalu berniat meninggalkan ruang tamu.     

Davin sudah menduga jika anak perempuannya itu akan keras kepala seperti biasa. Dia sudah terbiasa menghadapi sikap Imelda yang sudah diatur. Namun yang terjadi pagi itu, mengharuskannya untuk memaksa sang anak supaya segera meninggalkan kediaman Mahendra. "Pergilah sekarang! Papa akan meminta Vincent untuk mengunjungimu ke villa. Aku pastikan hari ini dia akan menemuimu," tegasnya sambil berjalan ke kamar Imelda. Davin Mahendra lalu mengetuk pintu sambil memanggil nama menantunya. "Brian! Brian!" serunya di depan pintu.     

Tak berapa lama, pintu terbuka. Terlihat Brian berdiri dengan wajah yang terlihat lebih segar. "Ada apa, Pa?" tanya Brian begitu melihat ayah mertuanya.     

"Bawa Imelda ke villa sekarang juga. Ada serangan berbahaya di rumah ini. Aku tak ingin terjadi apa-apa pada kalian," jelas Davin Mahendra masih dengan wajahnya yang sangat cemas.     

"Apa yang terjadi, Pa? Jadi ... yang terjadi tadi adalah suara .... " Brian menggantung ucapannya karena cukup terkejut dengan serangan di pagi buta.     

"Benar. Sebuah bom baru saja meledak di halaman rumah ini. Papa takut jika itu bukan satu-satunya yang terpasang di rumah ini. Tapi kamu tenang saja, anak buahku sedang menyisir setiap sudut di rumah ini," terang Davin Mahendra lagi.     

Brian sangat memahami kekhawatiran ayah mertuanya. Dia sangat paham jika sebagai orang tua, Davin Mahendra pasti akan mengutamakan keselamatan anaknya. Bahkan pria tua itu tak peduli dengan nyawanya sendiri. "Baiklah, Pa. Aku akan membawa Imelda sekarang juga," balasnya lalu berjalan menuju ke tempat di mana wanita yang dicintainya itu berada. Brian bisa melihat jika istrinya terlihat cemas dan juga kesal di waktu yang bersamaan. Dengan lembut dan penuh perasaan, ia menggenggam tangan Imelda, memberikan tatapan hangat pada wanita yang sedang mengandung anaknya itu. "Ayo kita kembali ke villa," ajaknya dengan suara lirih.     

"Aku mau bertemu Kak Vincent dulu. Harus kupastikan jika dia baik-baik saja," jawab Imelda dengan tatapan memohon pada Brian.     

Davin Mahendra yang mendengar jawaban dari anaknya, langsung menghampiri mereka berdua. "Papa akan menyuruh Vincent menemuimu secepatnya. Pergilah sekarang juga! Kamu harus memikirkan cucuku!" Davin Mahendra sengaja memberikan tekanan pada Imelda. Dia hanya ingin memastikan keselamatannya saja.     

Mendengar ucapan ayahnya yang terdengar tegas dengan penekanan dalam setiap kata yang terucap, Imelda hanya bisa menuruti keinginan Davin Mahendra. Wanita itu sedang berusaha untuk menekan ego di dalam dirinya. Dia sadar jika semua yang dilakukan oleh Davin Mahendra adalah untuk kebaikannya sendiri. "Jika Kak Vincent tak menemuiku secepatnya, aku akan kembali ke rumah ini." Jawaban Imelda terdengar seperti ancaman bagi Davin Mahendra.     

Sebagai orang tua, hanya itu yang bisa dilakukan oleh Davin Mahendra untuk melindungi anak perempuannya. Walaupun Imelda terlihat sangat kuat, dia tetap saja seorang wanita yang butuh perlindungan. "Berhati-hatilah!" Hanya kalimat itu yang diucapkan oleh Davin Mahendra pada anak dan menantunya. Pria itu juga sudah menyiapkan sebuah mobil yang akan dibawa oleh pasangan itu menuju ke villa milik Prayoga.     

Dengan sangat lembut dan penuh perhatian, Brian menggenggam tangan istrinya. Membukakan pintu mobil dan menyuruhnya untuk segera masuk ke dalam. "Cepat Masuklah, Sayang," ucapnya sambil sedikit menarik tangan sang istri.     

Imelda terlihat tidak rela meninggalkan rumahnya. Seolah terlalu berat untuk pergi dari sana. "Baiklah, aku akan menuruti kalian untuk saat ini," lirihnya sambil masuk lalu duduk di kursi samping kemudi.     

Begitu Imelda masuk, Brian langsung melajukan mobil itu menuju ke villa yang selama ini ditinggalinya. Tak ada pembicaraan serius di antara mereka berdua. Wanita itu hanya diam dalam pemikirannya sendiri. Seolah ia sedang memikirkan sesuatu yang sangat berat dan menghabiskan seluruh tenaganya.     

Sampai di depan villa milik Prayoga, Imelda langsung keluar lalu berjalan menuju taman samping. Beberapa orang yang menyapanya pun tak ada yang dihiraukan. "Aku ingin duduk di luar sebentar," ucapnya pada sang suami.     

"Aku akan menemanimu," jawab Brian sambil berjalan mengikuti wanita yang sudah duduk di sebuah kursi yang berada di samping bangunan itu. "Apa kamu baik-baik saja?" Pria itu sangat mengkhawatirkan keadaan Imelda. Dia tak ingin jika istrinya menjadi stres karena banyak hal yang sudah terjadi.     

Sebuah senyuman merekah di wajah Imelda. Meskipun sedikit dipaksakan, wanita itu mencobanya untuk setulus mungkin. "Aku baik-baik saja, Brian. Hanya sedikit mencemaskan Kak Vincent. Menurutku ada keanehan dalam kepulangannya kali ini," ungkapnya sambil memandang wajah sang suami. Imelda melihat ke arah belakang Brian, terlihat seseorang baru saja datang ke tempat itu. "Sepertinya Martin sedang mencarimu," ucapnya sambil melihat ke arah pria di belakang suaminya.     

Seketika itu juga, Brian bangkit dari tempat duduknya lalu membalikkan badannya. "Martin, ada apa pagi-pagi sudah di sini?" tanyanya sangat penasaran.     

Martin tersenyum penuh arti melihat pasangan di depannya. Dia sudah mendengar tentang serangan di kediaman Mahendra pagi tadi. "Aku hanya ingin menjengukmu saja. Sudah terlalu lama kamu menghilang, tidakkah kamu merindukan aku?" godanya sambil senyum-senyum memandangi mereka berdua.     

"Duduklah dulu. Aku akan menyuruh pelayan untuk membuatkan minuman." Brian langsung berjalan ke dalam rumah untuk meminta pelayan menyiapkan minuman bagi mereka. Begitu kembali ke taman samping, dia melihat Martin sedang mengobrol dengan istrinya. Ada sesuatu yang sedikit mengusik hatinya. Martin yang biasanya begitu dingin terhadap wanita, bisa bersikap begitu hangat pada Imelda. Namun Brian hanya bisa menyimpan hal itu di dalam hatinya. "Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Brian begitu duduk di samping suaminya.     

Martin langsung menoleh ke arah Brian, memberikan tatapan aneh pada anak dari bosnya itu. "Aku hanya membicarakan sedikit tentang penyerangan di kediaman Mahendra tadi pagi," jawabnya sambil memandangi sekeliling tempat itu. Dia pun cukup terkejut saat sebuah mobil mulai memasuki halaman depan villa. "Bukankah itu mobil Davin Mahendra?" Martin langsung panik lalu bangkit dari tempat duduknya dan segera berlari untuk menyembunyikan diri. Dia tak ingin jika ayah dari Imelda itu melihat wajahnya. Selama ini ia selalu berhasil lolos dari kejaran Davin Mahendra dan juga anak buahnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.