Bos Mafia Playboy

Brian Memiliki Pesaing Baru



Brian Memiliki Pesaing Baru

0Semua orang di meja makan itu langsung memandang ke arah Vincent. Tuan dan nyonya rumah itu tak mengerti arah pembicaraan kakak lelaki dari Imelda Mahendra itu. Bahkan wanita itu hampir saja mengeluarkan bola matanya karena terlalu serius menatap kakaknya. "Apa maksud dari ucapan kalian?" tanya Imelda dengan wajah bingung dan juga penasaran. Dia pun memandang dua pria di depannya secara bergantian.     
0

"Sudahlah, jangan dengarkan ucapan bodoh dari kakakmu itu! Lebih baik kita habiskan makanan ini," ucap Martin dengan wajah datar dan menjadikannya untuk sulit diartikan. Mereka semua langsung menyantap makanan yang sudah disiapkan oleh pelayan di rumah itu.     

Sejak duduk bersama di meja makan, Vincent terus saja tersenyum penuh arti. Seolah dia sedang meledek seseorang yang sedang makan bersama. "Apakah Martin tak pernah mengatakannya?" tanyanya dengan nada menggantung.     

"Mengatakan apa?" Imelda semakin penasaran dengan sesuatu yang begitu terbelit-belit baginya.     

"Hentikan, Vincent! Aku akan menghabisi nyawamu sekarang juga!" Martin sudah bangkit dari tempat duduknya karena sudah tak tahan dengan perkataan sahabatnya.     

Vincent semakin terkekeh melihat pria yang terlihat sangat marah dan mulai terbakar amarahnya. Dia sengaja ingin menggoda Martin agar pria itu tak marah lagi. "Sepertinya Brian akan mendapatkan pesaing baru," sindirnya sambil melirik sang adik ipar dengan tatapan penuh kemenangan.     

"Apa maksud Kak Vincent?" tanya Imelda lagi dengan ekspresi sangat bingung. Dia sama sekali tak mengerti arah pembicaraan kakak laki-lakinya itu.     

Brian pun juga ikut terprovokasi dengan ucapan Vincent pada tangan kanan ayahnya itu. Dia bangkit dari kursi lalu berjalan ke arah pria yang selama ini menjadi orang kepercayaan Adi Prayoga. Dengan wajah yang murah terbakar amarah ia menarik kerah baju Martin sambil menatapnya setajam belati. "Apa maksud semuanya ini, Martin? Jangan bilang kamu juga .... " Rasanya Brian tak sanggup mengatakan apa yang ada di pikirannya. Dia tak rela ada pria lain yang juga mencintai istrinya, Imelda.     

Sebuah tepukan tangan terdengar cukup keras diiringi suara tawa Vincent yang memenuhi seluruh ruangan itu. Seolah tanpa dosa, ia justru seperti sedang tertawa dalam penderitaan dua pria di ruangan itu. "Apa kamu terlalu bodoh ataukah terlalu buta, Brian? Sudah sangat lama Martin jatuh cinta pada Imelda, tidakkah kamu tahu?" ungkapnya.     

Seketika itu juga Imelda langsung tersedak dengan makanan yang berada di dalam mulutnya. Dia tak menyangka jika Martin diam-diam telah jatuh cinta dengannya. "Hentikan omong kosong ini! Aku sama sekali tak mengerti dengan pembicaraan kalian," teriak Imelda pada tiga pria di hadapannya itu. Wanita menjadi sangat kesal dengan mereka semua, tak terkecuali dengan kakak kesayangannya. "Kak Vincent, cepat jelaskan semuanya! Kakak yang memulai perdebatan ini," seru Imelda dengan kekesalan yang semakin tampak jelas menguasai dirinya.     

Vincent menghela nafasnya cukup dalam lalu berjalan ke arah adik perempuannya, memberikan tatapan hangat penuh arti. Sebuah senyuman merekah begitu tulus pada wanita yang sangat disayanginya itu. "Yang kuingat ... saat kamu SMA, Martin mengatakan ingin .... " Pria itu tak sempat menyelesaikan ucapannya karena sebuah teriakan dan juga dorongan keras dari Martin mendarat di tubuhnya.     

"Hentikan sekarang juga!" Kali ini Martin benar-benar tak mampu menahan dirinya. Dia sangat kesal hingga mendorong sahabat lamanya itu hingga hampir terjatuh. "Haruskah aku memohon padamu, Vincent? Jangan pernah mengungkit hal itu! Semua hanyalah masa lalu yang sudah terkubur dan juga sudah berlalu cukup lama," tegasnya sambil melemparkan sorot mata yang mengerikan kepada Vincent Mahendra. Martin terlihat benar-benar kacau, biasanya ia selalu bersikap tenang dan tak gampang terprovokasi. Namun, semua yang diucapkan oleh Vincent telah menjadi bom waktu yang telah berhasil meledakan seluruh perasaan yang selama ini tersimpan di dasar hatinya.     

Mereka semua tiba-tiba saja terdiam tanpa suara, hanya saling memandang secara sekilas saja. Tanpa dikatakan dengan jelas oleh Martin ataupun Vincent, suami dari Imelda Mahendra itu sudah cukup paham dengan arah pembicaraan mereka. Dia merasa jika kakak iparnya melakukan hal itu dengan sangat sengaja. Bisa saja Vincent sengaja mengatakan semua itu untuk membuat hubungan pernikahan menjadi retak. Namun, Brian tak pernah menganggap Martin sebagai sebuah ancaman bagi pernikahannya. "Kalaupun benar Martin mencintai istriku, aku tak peduli. Asal ... Imelda hanya mencintaiku saja," tegas Brian Prayoga sambil memberikan kecupan di kening istrinya.     

"Sial! Bisa-bisanya kalian pamer kemesraan di saat menegangkan seperti ini," sindir Vincent pada pasangan suami istri yang berdiri di dekatnya. Wajahnya terlihat sangat kesal melihat Brian bermesraan dengan adik kesayangannya. Walaupun mereka berdua sudah menikah, Vincent masih tidak rela melihat Imelda menjadi bagian dari keluarga Prayoga. Bahkan setelah semua yang sudah dilakukan Brian pada Davin Mahendra, pria itu sama sekali tak merubah pandangannya tentang keluarga Prayoga.     

Brian pun kembali duduk di depan meja makan. Sarapan paginya harus terganggu dengan pembicaraan menegangkan di antara mereka berempat. "Lebih baik habiskan dulu sarapan kalian. Setelah kenyang, bisa dilanjutkan perdebatan kita tadi," ledek Brian sambil membuat Imelda duduk di kursi sebelahnya. Dia sengaja meledek dua pria yang sejak tadi hanya saling menatap dengan wajah geram.     

"Benar kata Brian. Sebaiknya Kak Vincent duduk dulu, kamu juga Martin," sahut Imelda sambil memandangi dua pria yang masih berdiri tak jauh dari meja makan.     

Dengan tak bersemangat, Vincent melihat ke arah adiknya, memandangnya penuh arti. "Aku telah kehilangan nafsu makanku," balasnya sambil menuang air ke dalam sebuah gelas kosong di atas meja. Dalam sekejap, gelas itu kembali kosong. Pria itu terlihat sangat haus seperti beberapa hari tak minum. "Lebih baik aku pergi dari sini," cetusnya sambil berjalan ke arah pintu villa itu.     

"Aku juga akan pergi sekarang. Nikmati sarapan kalian. Besok aku akan ke sini lagi," ucap Martin sebelum mengejar Vincent yang sudah hampir keluar melewati pintu. "Tunggu, Vincent!" panggilnya pada seorang pria yang dulu begitu dekat dengannya.     

Vincent langsung menghentikan langkahnya begitu mendengar pria itu memanggilnya. Dia pun langsung membalikan badannya dan menatap Martin penuh arti. "Apa kamu ingin ikut denganku agar bertemu dengan papaku, Davin Mahendra?" ledeknya tanpa perasaan.     

"Ada hal penting yang ingin aku katakan kepadamu." Vincent menarik sahabatnya itu agar menjauhi bangunan villa di mana Brian dan Imelda mungkin saja bisa mendengar perbincangan mereka. Dia pun berdiri di tengah-tengah halaman, sehingga tak ada yang bisa menguping pembicaraan serius di antara mereka.     

"Cepat katakan! Aku harus segera kembali ke kantor," sahut Vincent dengan wajah tidak sabar.     

Martin menatap wajah sahabatnya dengan sorotan yang cukup tajam. Menarik nafasnya cukup dalam sebelum mengatakan sesuatu yang mungkin saja akan sangat penting bagi keluarga Mahendra. "Apa kamu tahu jika penyebab tewasnya Irene Mahendra bukan karena kecelakaan biasa?" Pertanyaan Martin itu langsung membuat Vincent Mahendra membulatkan matanya dengan wajah sangat terkejut.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.