Bos Mafia Playboy

Sebuah Ancaman Yang Benar-Benar Berhasil



Sebuah Ancaman Yang Benar-Benar Berhasil

0Imelda baru saja selesai menyiapkan makan siang untuk Rian dan juga sahabatnya. Dia pun berjalan menuju ke sebuah ruangan yang berada di paling pojok. Bukan tanpa alasan, Imelda sempat melihat kedua pria itu masuk ke dalam ruangan itu. Sampai di depan pintu, terdengar samar-samar mereka berdua menyebutkan nama kakak laki-lakinya. Seketika itu juga, Imelda langsung mendorong pintu dan terlihat kedua pria itu sedang melakukan perbincangan yang terlihat sangat serius. "Apa yang kalian bicarakan tentang Kak Vincent? Siapa sebenarnya yang sudah terluka?" Pertanyaan itulah yang tiba-tiba saja mengejutkan Brian dan juga Kevin.     
0

Kedua pria itu langsung memalingkan wajahnya secara bersamaan. Kemunculan Imelda yang begitu mendadak cukup mengejutkan bagi mereka. "Sayang! Kamu mengejutkan kami saja," keluh Brian sambil berjalan ke arah di mana istrinya berdiri dengan wajah penasaran.     

"Cepat katakan! Siapa yang sedang terluka? Apa itu Kak Vincent?" tanya Imelda lagi pada suaminya. Tak segera mendapatkan jawaban, ia berjalan ke arah Kevin yang masih duduk di sebuah kursi dengan wajah tegang. "Cepat katakan padaku, Dokter Kevin!" Imelda meninggikan nada suaranya karena tak segera mendapatkan penjelasan dari mereka berdua.     

Kevin terlihat panik dan juga bingung. Sebelum memberikan jawaban pada Imelda, terlebih dahulu ia menatap Brian untuk mendapatkan persetujuan. Untung saja, pria itu langsung menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan. "Sebelum aku datang kemari, Martin datang dengan seorang pria dengan luka tembak. Kupikir mereka berdua terlihat sangat akrab. Sayangnya, aku belum sempat menanyakan nama pria itu," jelasnya dengan wajah sedikit takut.     

"Brian, cepat hubungi Martin! Aku takut jika pria itu Kak Vincent," seru Imelda dengan wajah panik.     

Brian terlihat sangat putus asa, apalagi melihat istrinya yang begitu panik dan juga sangat gelisah. "Aku sudah menghubunginya puluhan kali, belum ada jawaban dari Martin," jawabnya sambil berusaha keras untuk menghubungi Martin.     

Dengan tangan yang sedikit bergetar, Imelda mengambil ponselnya dan berusaha untuk menghubungi Vincent. Sudah beberapa kali dicobanya, pria itu sama sekali tak memberikan jawaban pada panggilan Imelda. "Kak Vincent juga tak menerima panggilanku," wanita itu semakin panik, mondar-mandir sambil terus menghubungi saudara laki-lakinya. "Dokter Kevin! Bawa aku ke klinikmu sekarang juga," pinta Imelda dengan wajah memohon.     

Mendadak Kevin menjadi sangat bingung, ia tak tahu harus memberikan tanggapan apa pada istri dari sahabatnya itu. Tak ingin salah memberikan jawaban, dia pun melemparkan sebuah tatapan penuh arti pada Brian. Kevin berharap sahabatnya itu dapat menyelamatkan dirinya dari permintaan Imelda. "Aku takut jika Brian tak mengijinkan hal ini," balasnya dengan keraguan yang terlukis jelas dengan wajah dipenuhi kecemasan.     

"Brian! Kumohon .... " Imelda mengatakan hal itu di hadapan suaminya dengan wajah yang benar-benar memohon dengan tulus. Dia sangat berharap jika pria di depannya itu mau memberikan ijin untuk keluar dari villa.     

Tanpa langsung menjawab pertanyaan dari istrinya, Brian justru menyentuh kepala Imelda dan membelainya penuh perasaan. "Bukannya aku ingin melarangmu, berada di luar sana sangat berbahaya untuk kita. Aku tak ingin terjadi apa-apa denganmu dan juga anak kita," jelasnya dengan tutur kata lembut dan juga tanpa ada penekanan di setiap kata yang terucap.     

"Kumohon, Brian! Aku akan menjaga diriku," sahut Imelda dengan sangat memohon. Wanita itu sengaja menunjukkan wajahnya yang memelas agar suaminya itu mau memberikan ijin kepadanya. Sebenarnya Imelda bisa saja nekat pergi tanpa menunggu ijin dari Brian. Namun dirinya sedang berusaha untuk menjadi istri yang baik bagi sosok pria dari keluarga Prayoga itu. Selain benih cinta yang sudah bersemi di dalam hatinya, Imelda tak ingin menyakiti hati pria yang sudah dengan tulus mencintainya.     

Melihat Imelda yang begitu memohon dengan tulus, Brian tak mampu menolak keinginan dari istrinya. "Baiklah. Sebelum pergi sebaiknya kita makan dulu. Lagi pula, keadaan pria itu sama sekali tak mengkhawatirkan," balasnya sambil mengulum senyuman hangat yang menenangkan hati. Brian pun mengajak Imelda dan juga Kevin menuju ke ruang makan. Mereka pun menikmati makan siang dengan suasana hening tanpa ada pembicaraan yang cukup berarti.     

Begitu selesai makan, Imelda kembali ke kamar untuk mengambil beberapa barang yang akan dibawanya. Selain itu, dia juga mengganti pakaiannya dengan yang lebih nyaman untuk bepergian. Tak berapa lama, wanita itu keluar dengan penampilan yang lebih fresh dan juga sedap dipandang. Imelda berdiri di sebelah suaminya sambil memandang Kevin yang sudah selesai dengan makanannya. "Dokter Kevin. Ayo kita berangkat sekarang," ajaknya dengan cukup bersemangat.     

Kevin langsung bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu. "Aku akan menunggu di dalam mobil," balasnya. Dia sengaja memberikan waktu kepada pasangan itu untuk sedikit melepaskan kepergian pasangannya.     

"Aku berangkat dulu, Brian." Imelda memberikan pelukan hangat pada suami yang begitu mencintainya. Sebenarnya dia tak tega untuk meninggalkan Brian seorang diri. Namun rasa penasarannya akan keadaan Vincent memaksa dirinya untuk pergi.     

Brian tersenyum di dalam hatinya, dia tak menyangka akan mendapatkan sebuah pelukan hangat dari istrinya. "Kenapa kamu memelukku, Sayang?" bisiknya sambil memberikan kecupan yang cukup menggoda pada istrinya.     

"Sebagai salam perpisahan," jawab Imelda dengan wajah kesal.     

Dengan sangat lembut, Brian menggenggam tangan istrinya. Mengajaknya keluar menuju ke tempat di mana Kevin sudah menunggu sejak tadi. "Aku akan ikut bersama kalian," cetusnya dengan sangat yakin.     

Secara bersamaan, Imelda dan Kevin cukup terkejut dengan ucapan Brian. Mereka tak menyangka jika pria itu juga akan ikut ke klinik. Mengingat kondisi Brian yang kurang baik dan juga masih terlihat sedikit pucat. "Kamu masih harus beristirahat," sahut Imelda dengan tatapan penuh harap.     

"Jika aku tak ikut denganmu, lebih baik kamu tetap di rumah saja," tegas Brian dengan penekanan untuk mempertegas setiap perkataannya. Dia merasa tak tenang jika harus membiarkan Imelda lepas dari pengawasannya. Terlebih setelah ledakan bom yang terjadi di rumah milik Davin Mahendra. Brian merasa harus bisa memastikan jika istrinya itu benar-benar aman.     

Imelda ingin sekali melarang Brian untuk ikut bersama mereka. Namun ucapan tegas dari suaminya itu membuat wanita itu tak mampu melawan keinginan Brian. "Baiklah. Ancaman mu benar-benar berhasil kali ini," kesalnya sambil masuk ke dalam mobil dari sahabat suaminya itu.     

Begitu pasangan itu masuk, Kevin langsung melajukan mobilnya menuju klinik di mana Martin dan pria misterius itu berada. Di tengah perjalanan, Imelda meminta Kevin menghentikan mobilnya di sebuah minimarket di pinggir jalanan.     

"Aku akan membeli beberapa barang sebentar," ucap Imelda lalu keluar dari mobil dan masuk ke dalam sebuah minimarket. Tak berapa lama, dia kembali dengan membawa beberapa kantong belanjaan di tangannya. "Kita bisa melanjutkan perjalanan, Dokter Kevin," katanya dengan sopan.     

"Baiklah." Kevin kembali melajukan mobilnya. Namun di tengah perjalanan, dia menyadari ada sebuah mobil yang mengikutinya sejak dari minimarket. "Sepertinya ada sebuah mobil yang mengikuti kita," ucapnya sambil menatap kaca spion di mobilnya.     

Seketika itu juga Imelda dan Brian langsung memalingkan wajahnya ke belakang untuk memastikan ucapan Kevin.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.