Bos Mafia Playboy

Sebuah Hubungan Gelap



Sebuah Hubungan Gelap

0Imelda masih berdiri di depan meja rias sambil menatap dirinya sendiri. Dia merasa ada yang salah dengan penampilannya kali ini. Berulang kali ia memutar badannya untuk memastikan penampilannya. "Brian! Tidakkah penampilanku menjadi sangat aneh?" ucapnya pada pria yang masih mengenakan pakaiannya.     
0

Brian yang mendengar suara Imelda langsung menghampiri wanita itu dan memeluknya dari belakang. "Tidak ada yang aneh, Sayang. Bahkan kamu terlihat jauh lebih cantik sekarang," pujinya sambil mengecup pipi lembut sang istri.     

"Jangan menghiburku, Brian!" kesal Imelda pada suaminya. Dia pun membalikkan badannya dan berhadapan langsung dengan suaminya. Sebuah tatapan hangat begitu jelas di matanya, memberikan suasana yang cukup mendebarkan bagi mereka berdua. "Brian. Bagaimana jika aku menjadi gendut dan tidak cantik lagi?" tanyanya dengan wajah cemberut.     

Bukannya langsung menjawab, Brian justru mendaratkan sebuah kecupan singkat di bibir istrinya. Dia tak menyangka jika wanita yang dulu selalu menolaknya bisa juga bersikap manja terhadap dirinya. "Bagaimanapun keadaanmu, aku akan tetap mencintaimu. Percayalah padaku, Sayang." Brian mencoba menenangkan hati Imelda. Memeluknya dengan lembut dan penuh perasaan cinta. "Ayo kita berangkat sekarang. Sepertinya Martin sudah menunggu kita di depan," ajaknya sambil menggenggam tangan sang istri.     

Mereka berdua langsung keluar dari kamar. Terlihat, Martin benar-benar sudah menunggu pasangan yang mulai terlihat sangat mesra dan juga romantis. "Ayo kita berangkat sekarang," ajak Martin pada pasangan itu. "Kalau bukan karena Vincent, aku tak ingin mengikuti kalian berdua dan menyaksikan kemesraan yang menyebalkan ini," keluhnya sambil berjalan masuk ke dalam mobil. Pria itu langsung masuk dan langsung duduk di belakang kemudi.     

Brian dan Imelda langsung tersenyum sambil saling menatap satu sama lain. Mereka berdua bisa melihat kekesalan Martin terhadap mereka. "Apakah kamu sedang cemburu kepada kami berdua?" ledek Imelda sambil melirik Brian yang senyum-senyum sendiri.     

"Kalau aku mau, aku bisa mendapatkan ribuan wanita di luar sana," sahut Martin sambil menyalakan mesin mobil yang akan membawanya ke Secret Hotel.     

Pria yang duduk bersama Imelda itu langsung tersenyum sinis pada Martin. Brian sangat tahu, bagaimana seorang Martin memperlakukan wanita. "Bukankah kamu selalu menolak setiap ada wanita yang mendekatimu? Atau kamu sedang mengharapkan cinta dari istriku?" sindir Brian dengan suara yang terdengar cukup serius. Dia baru sadar jika Martin pernah benar-benar menginginkan Imelda. Jika Vincent tak mengungkitnya waktu itu, dia tak akan pernah tahu jika orang kepercayaan dari ayahnya itu juga menyukai istrinya.     

"Dasar gila! Aku bukan pria brengsek sepertimu, yang bisa berganti-ganti wanita setelah kamu puas mempermainkannya," balas Martin dengan telak.     

Brian langsung kehilangan kata-katanya. Dia sadar sebelum peristiwa malam itu, dirinya hanyalah seorang pria brengsek yang berganti-ganti wanita sesukanya. Namun setelah malam itu, Brian tak pernah lagi menyentuh wanita selain istrinya, Imelda Mahendra. "Sepertinya kamu juga sangat tahu, aku tak lagi menyentuh wanita lain setelah aku bersama Imelda." Brian mencoba untuk membela dirinya sendiri, meskipun Imelda juga mengetahui semua keburukan yang pernah dilakukannya.     

"Tak usah berdebat lagi, sepertinya aku saja yang terlalu murahan hingga menggoda Brian malam itu." Tanpa basa-basi, Imelda langsung keluar begitu mobil itu berhenti. Ternyata tanpa terasa, mereka sudah sampai di lobby depan The Secret Hotel. Wanita itu terus berjalan tanpa mempedulikan dua pria yang berangkat bersamanya. Bukan karena sedang marah, ia sadar jika kekacauan itu terjadi karena kesalahannya yang sangat fatal.     

Begitu Imelda datang, seorang resepsionis wanita langsung datang menyambutnya dengan sangat ramah. Wanita itu pun mengantarkan Imelda dan dua orang pria yang sudah menyusulnya itu ke Rooftop The Secret Hotel. "Kebetulan sekali, tamu Anda juga sudah menunggu sejak 15 menit yang lalu," jelas wanita itu.     

"Terima kasih atas sambutannya." Imelda langsung keluar dari lift lebih dulu, sebelum dua pria tadi juga keluar. Dia melihat Vincent sudah duduk berhadapan dengan Laura yang terlihat cukup cantik dan juga sexy. Dress hitam yang dipakainya sangat cocok dengan bentuk tubuh Laura yang begitu menggoda. "Maaf, sudah membuat kalian menunggu," sesal Imelda pada Laura dan juga kakak laki-lakinya.     

"Kami juga baru saja datang," sahut Laura sambil tersenyum hangat pada teman seprofesinya.     

Tak berapa lama, beberapa makanan yang sudah dipesan sebelumnya mulai datang. Mereka langsung menikmati makan malam itu dengan iringan musik yang cukup romantis. Sangat cocok bagi makan malam sepasangan kekasih yang sedang dimabuk asmara.     

Sebelum makan malam usai, tiba-tiba Laura mendapatkan panggilan darurat dari rumah sakit. Dia pun langsung pamit pergi dengan wajah sungkan dan juga tak enak hati kepada Imelda. Untung saja, istri dari Brian itu sangat memahami profesi dari temannya itu. Karena dia pun juga pernah mengalami hal itu sendiri.     

Di sisi lainnya, Vincent dan Martin sedang berbicara serius empat mata. Membicarakan sesuatu yang mungkin saja bisa membahayakan nyawa mereka semua. "Apa yang kamu temukan dengan serangan bom di rumah Papa kemarin?" tanya Vincent pada sahabat lamanya itu.     

"Kurasa ada seseorang yang berkuasa di balik serangan itu," jawab Martin dengan wajah cemas. "Hal yang terjadi dengan Marco terjadi saat aku juga berada di depan rumahmu. Pagi itu, Adi Prayoga yang mendengar ledakan bom di rumahmu langsung menyuruhku untuk menyelidikinya. Dengan sedikit penyamaran dan juga bantuan dari Marco, aku bisa langsung melihat ke lokasi," tambahnya lagi dengan suara pelan seperti sedang berbisik.     

Vincent berpikir jika Adi Prayoga melakukan hal itu karena ingin melindungi anak semata wayangnya. Dia masih berpikir jika tak mungkin Adi Prayoga membiarkan Brian terluka di rumah seorang musuh seperti ayahnya. "Lalu, siapa yang menembak lengan Marco?" tanyanya sangat penasaran.     

"Sepertinya tembakan itu diarahkan untukku. Saat pria bodoh itu melihat seorang sniper di balik pepohonan, dia justru mendorongku dan membuat dirinya tertembak sendiri. Rasanya aku ingin menghabisi adikku yang terlalu bodoh itu." Martin menceritakan kejadian pagi itu dengan kekesalan yang berada di pucuk kepalanya. Rasanya dia benar-benar tak tahan melihat kebodohan Marco yang membahayakan nyawanya.     

Lagi-lagi Vincent tersenyum penuh arti. Dia justru tak mengerti dengan kekesalan Martin terhadap adiknya. "Bodoh! Itu berarti Marco sangat menyayangimu, hingga ingin mengorbankan hidupnya untukmu. Seharusnya kamu bangga memiliki adik seperti Marco." Vincent mencoba untuk memberikan pengertian pada sahabat lamanya itu. "Ada apa dengan mereka berdua?" tanyanya sambil memandang ke arah Brian dan Imelda yang terlihat saling mengabaikan satu sama lain.     

"Ada sedikit kesalahpahaman di antara kami. Dan sialnya, aku juga terlibat dengan mereka," kesal Martin dengan wajah menyesal karena mengatakan hal yg tak seharusnya. "Lihatlah! Sepertinya Imelda sangat marah dan langsung meninggalkan Brian begitu saja," lanjutnya sambil terus memandangi pasangan yang terlihat sedang bertikai.     

Senyuman sinis dengan iringan tawa diperlihatkan Vincent saat memandang pasangan itu. Dia pun langsung terdiam dengan wajah serius dengan tatapan tajam ke arah Martin. "Apa kamu mengetahui hubungan gelap mamaku dan Adi Prayoga?" tanyanya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.