Bos Mafia Playboy

Sebuah Rekaman Yang Mengejutkan



Sebuah Rekaman Yang Mengejutkan

0Imelda memandang dua pria di depannya dengan penuh kecurigaan. Wanita itu tersenyum sinis dengan tatapan yang seolah tak peduli. Padahal dia juga ingin mendengar semua temuan mereka. "Apakah itu benar, Martin?" Dengan sengaja, Imelda memberikan tekanan pada setiap kata yang diucapkannya. Dia juga ingin mendengar segala informasi yang didapatkan oleh mereka berdua.     
0

Bukannya langsung menjawab, Martin justru tersenyum penuh arti pada wanita yang sejak tadi menatapnya. "Tanyakan saja pada suamimu ini, ada beberapa hal yang harus aku urus." Martin bangkit dari tempat duduknya lalu keluar dari ruangan itu meninggalkan pasangan suami istri yang saling memandang satu sama lain.     

Brian terlihat bingung sekaligus terintimidasi dengan tatapan istrinya. Dia merasa sudah tak tahan untuk berhadapan langsung dengan Imelda. "Begini, Sayang .... " Brian merangkul pundak istrinya dan mengajaknya keluar dari ruangan itu. "Kita tak perlu membahas kejadian hari ini. Lebih baik kita istirahat saja dulu," ajak Brian sambil membawa sang istri masuk ke kamar.     

"Hentikan sandiwaramu, Brian! Aku ingin mendengar semuanya. Kalau tidak ... aku akan mencari tahu informasi itu sendiri," ancam Imelda sambil melemparkan tatapan tajam dengan sorot mata dingin kepada suaminya.     

Mendapatkan sebuah ancaman dan juga gertakan dari istrinya, Brian pun tak berkutik. Mau tak mau dia harus mengatakan yang sebenarnya sebelum wanita hamil itu mencari tahu dengan caranya sendiri. Dia takut jika hal itu bisa membahayakan Imelda dan anak di dalam perutnya. "Mobil yang membawa pelaku pergi, milik seorang pria mantan anggota BIN. Namun belum ada motif khusus yang kami temukan. Semuanya masih tanda tanya besar," jelas Brian dengan tak yakin.     

"Haruskah kita menghubungi Papa?" tanya Imelda pada sang suami.     

"Papa Davin atau Papa Adi yang paling tepat memecahkan kasus ini?" Brian terlihat sangat bingung memutuskan seseorang yang bisa membantunya. Kalau dipikir-pikir, Adi Prayoga dan Davin Mahendra sama-sama pernah berada di naungan yang sama.     

Imelda masih terdiam sambil memikirkan langkah yang akan diambil saat itu. Dengan penuh keyakinan dan juga percaya diri, dia pun sudah memutuskan sosok yang tepat untuk membantunya. "Aku ingin Papa Adi yang membantu kita. Papa Davin terkadang terlalu sulit untuk diajak negosiasi, apalagi menyangkut sesuatu yang ilegal," jelasnya sambil memandangi wajah tampan suaminya.     

"Aku akan menghubungi Papa," ucap Brian sambil mengambil ponsel di saku celananya. Belum juga panggilan itu diterima, terdengar suara ribut-ribut di depan kamar mereka. Tanpa menunggu lagi, Brian langsung memeriksa keadaan di luar kamarnya. Terlihat Adi Prayoga sedang berdiri tak jauh dari pintu kamar mereka. "Papa! Kebetulan sekali aku sedang menghubungi ponsel Papa," cetusnya begitu melihat sosok pria tua yang masih gagah dan kuat yang tak lain adalah ayahnya sendiri.     

Tanpa menanggapi ucapan anaknya, Adi Prayoga justru melihat sekeliling rumah itu. "Di mana menantuku?" tanyanya dengan sedikit cemas. Dia tak ingin hal buruk sampai menimpa menantu kesayangannya. Adi Prayoga sangat menyayangi Imelda seperti anaknya sendiri. Tak peduli dengan kebencian Davin Mahendra terhadap dirinya, ia tetap menyayangi anak perempuan dari Irene dan Davin Mahendra itu.     

"Aku akan memanggil Imelda di kamar," jawab Brian. Dia pun lalu masuk ke dalam kamarnya untuk memanggil sang istri yang baru saja selesai mengganti pakaiannya. "Sayang. Papa menunggumu di luar," ucapnya lembut pada wanita yang terlihat sangat cantik dengan make up natural yang cukup sederhana.     

Terlukis ekspresi terkejut di wajah Imelda. Dia tak menyangka jika ayah mertuanya bisa datang secepat itu. "Papa sudah datang? Cepat sekali .... " Wanita itu langsung keluar dari kamar untuk menyambut pria tua yang sangat menyayangi dirinya sejak pertama mereka berjumpa. Sebuah senyuman merekah begitu indah di wajah Imelda. Dirinya merasa senang bisa berjumpa dengan ayah mertuanya. "Papa. Apa kabarnya?" tanya Imelda sambil berjalan ke arah Adi Prayoga dengan pelukan hangat.     

"Sejak kamu menjadi anak kesayanganku, Papa selalu baik-baik saja. Ayo kita duduk di sana," ajak Adi Prayoga sambil menggenggam tangan wanita yang sebentar lagi akan melahirkan cucu pertamanya. Terlihat rona bahagia di wajah Adi Prayoga, ia terlalu senang melihat sosok Imelda. "Apa kamu baik-baik saja, Sayang? Apakah kamu terluka?" Dengan sedikit cemas, Adi Prayoga mencoba memeriksa menantunya. Dia harus melihat sendiri jika Imelda baik-baik saja.     

Imelda tak menyangka jika ayah mertuanya bisa mengetahui berita itu dengan sangat cepat. Meskipun hal itu bukanlah hal sulit bagi seorang Adi Prayoga. "Aku baik-baik saja, Pa. Apakah Martin yang memberitahukan hal itu pada Papa?" tanyanya dengan serius.     

"Maafkan Papa, Sayang. Papa selalu meminta Martin melaporkan apapun tentangmu. Bukan tanpa alasan, Papa hanya ingin memastikan keselamatanmu saja," jelas Adi Prayoga dengan sangat menyakinkan. Pria tua itu sebenarnya sedikit trauma karena insiden yang menimpa Irene Mahendra. Dia tak ingin jika Imelda mengalami hal yang sama. Meskipun Imelda sosok wanita yang kuat dan juga tanggung, dia tetap wanita biasa yang butuh perlindungan. "Papa sudah menyuruh Martin untuk menyelidiki semuanya. Semoga saja kita segera menemukan pelaku dan juga motif orang itu melakukan penyerangan terhadapmu," lanjut Adi Prayoga. Terlukis sangat jelas jika pria tua itu sangat cemas mendengar hal itu dari Martin. Apapun akan dilakukannya untuk melindungi sosok wanita yang sudah menjadi istri dari anak semata wayangnya.     

Brian hanya senyum-senyum sendiri melihat kedekatan ayah dan juga istrinya. Sebagai seorang suami, ia sangat bahagia melihat istrinya bisa diterima keluarganya dengan sangat baik. "Apakah aku perlu memberitahu hal ini pada Papa Davin?" tanyanya sambil memandangi wajah ayahnya. Brian hanya tak ingin menyembunyikan apapun dari ayah mertuanya, apalagi hal itu menyangkut nyawa Imelda.     

"Tak perlu, Brian. Mungkin saja Papa akan mengabaikan hal itu," sahut Imelda dengan cukup yakin. Selama bertahun-tahun, Imelda melihat sendiri jika ayahnya terlalu fokus pada pekerjaannya. Hingga tak jarang dia mengabaikan dirinya. Hal itu juga yang membuat hubungan ayah dan anak itu semakin jauh.     

Adi Prayoga memandangi menantunya tanpa ekspresi. Dia tak menyangka jika Davin Mahendra terlalu mengabaikan anak perempuannya. Dari setiap ucapan Imelda, terlihat jika Davin Mahendra terlalu sering mengabaikannya. Mendengar hal itu, rasanya menyesakkan bagi Adi Prayoga. Dia tak pernah berharap jika anak dari Irene akan menderita seperti itu. "Setelah Martin memberikan bukti-bukti tentang penyerangan itu, kita akan memberitahukan semuanya pada Davin Mahendra. Semoga saja dia bisa mengambil tindakan yang cepat dan juga tepat untuk orang-orang yang terlihat di dalamnya," jelas Adi Prayoga panjang lebar pada anak dan juga menantunya.     

Tiba-tiba saja Martin datang dengan wajah panik dan juga sedikit terkejut. "Bos! Anda harus melihat ini," ucap Martin sambil memperlihatkan sebuah gambar dari laptopnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.