Bos Mafia Playboy

Menemukan Benang Merah



Menemukan Benang Merah

0Martin menyadari jika ucapannya itu sedikit keterlaluan. Dia pun berusaha untuk mengejar Brian yang lebih dahulu meninggalkannya. "Tunggu, Brian! Aku tak bermaksud untuk meledekmu," teriaknya sambil berjalan lebih cepat mengikuti anak dari bos-nya itu. Namun tetap saja, Brian masih saja mengabaikan dirinya. "Imelda! Sepertinya suamimu ini sedang datang bulan," goda Martin pada wanita yang sudah duduk di sebelah Brian.     
0

"Sebenarnya ada apa, Martin? Lihatlah wajah Brian ... dia terlihat sangat kesal," lanjutnya sambil berdiri di samping suaminya. "Duduklah, Martin. Kita bisa makan siang bersama," bujuk Imelda sambil mengambilkan beberapa makan untuk suaminya. Dia sengaja menjadi istri yang baik untuk pria yang sudah bersedia menunggu dan mencintainya.     

"Terima kasih, Imelda. Lebih baik aku menunggu Vincent di luar saja." Martin langsung melangkahkan kakinya menjauh dari meja makan. Dia sangat tak enak hati pada Brian. Oleh karena itu, ia memilih untuk pergi daripada harus merusak selera makan dari suami Imelda itu.     

Imelda langsung melemparkan tatapan tajam pada suaminya. Dia merasa ada yang tidak beres dengan pria di sebelahnya itu. "Ada apa antara kamu dan Martin, Brian? Bagaimana kamu bisa terlihat sangat kesal seperti itu? Selama ini Martin yang selalu ada buat kita, kamu tak boleh bersikap seperti itu padanya," bujuknya dengan suara lembut namun terdengar sangat tegas. "Brian! Apa kamu mendengarkan?" panggil Imelda pada suaminya.     

"Aku mengerti, lebih baik aku mengajaknya makan siang bersama kita." Brian langsung bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar menuju halaman samping rumah itu. Terlihat seorang pria sedang duduk sendirian sambil menatap layar ponselnya. Dengan cukup yakin, Brian menghampiri pria itu. "Martin! Makanlah bersama kami," ajaknya dengan tulus.     

Sebuah senyuman hangat tercetak di wajah Martin, ia tahu jika Brian pasti akan menyusulnya atas permintaan Imelda. "Silahkan nikmati makan siang kalian. Aku akan menunggu di sini saja," tolaknya dengan cukup sopan.     

"Kamu tentu saja boleh menolak permintaanku, tapi tolong jangan kecewakan istriku," tegas Brian dengan penekanan dalam kalimat terakhir yang baru saja diucapkannya. Terlihat cukup jelas jika Martin sengaja menolaknya. Pria itu terlihat merasa bersalah pada dirinya. "Ayolah! Jangan sampai Imelda mengamuk dan menghabisi kita berdua," goda Brian sambil tersenyum tulus.     

Akhirnya ... Martin menyerah dan kembali masuk bersama Brian. Dia tak mungkin mengedepankan ego di dalam dirinya. Setidaknya, suami dari Imelda itu sudah seperti adiknya sendiri. Selama ini, Martin selalu berada di sisinya, melindunginya dari ancaman apapun. Brian Prayoga adalah anak tunggal dari bosnya yang terlalu sembrono dan sering terluka. Oleh karena itu juga, Adi Prayoga meminta Martin untuk serius memperhatikan tingkah anaknya yang terkadang suka tak masuk akal. "Tapi ingat! Ini semua demi Imelda, tidak lebih," tegasnya sambil tersenyum kecil penuh arti.     

"Iya! Aku tahu, demi seorang wanita yang sudah membuatmu jatuh hati sejak dia masih SMA," ledek Brian sambil tersenyum memandang Martin yang terlihat sedikit malu-malu karena ledekkannya.     

"Kamu sengaja membalasku ya ... " sahut Martin dengan wajah sedikit kesal.     

Mereka bertiga langsung menikmati makan siang dalam satu meja yang sama. Terlihat mereka semua begitu menikmati makan siang yang sudah disiapkan oleh beberapa pelayan di rumah itu. Bahkan mereka bertiga sempat mengobrol begitu akrab, meskipun ada beberapa percakapan yang membuat mereka saling sindir satu sama lain. Namun tak ada pertengkaran yang cukup berarti.     

Hingga dari pintu depan, terlihat Vincent baru saja datang dan langsung bergabung dengan mereka semua. "Kebetulan sekali, aku sangat lapar." Tanpa menunggu ijin dari sang pemilik rumah, ia pun langsung mengambil piring dan beberapa makanan yang disukainya.     

Imelda langsung menggelengkan kepalanya, melihat porsi makan Vincent yang terlihat sangat banyak. "Apakah Kak Vincent sudah sebulan tidak makan?" Sebuah pertanyaan yang mengandung sindiran untuk kakak kesayangannya.     

"Aku baru saja menyisir lokasi, rasanya aku terlalu lapar dan juga lelah berada di lapangan," keluh Vincent sambil memasukkan beberapa makanan ke dalam mulut. Pria itu terlihat sangat lahap dan juga cukup cepat dalam menghabiskan makanannya. Dia dengan sengaja mempercepat makan siangnya karena sudah tidak sabar untuk mendengarkan sebuah informasi penting yang diberitahukan oleh Martin.     

Sejak tadi, Brian lebih banyak diam. Apalagi setelah kedatangan Vincent, ia lebih berusaha untuk tak mengeluarkan perkataannya. Dia takut salah bicara dan membuat kakak iparnya itu kehilangan nafsu makan.     

"Martin! Cepat katakan, hal apa yang ingin kamu sampaikan padaku?" tanya Vincent dengan wajah penasaran. Dia pun mengambil segelas air putih di depannya, sebagai pertanda jika makan siangnya telah selesai.     

Martin terlihat sedikit ragu untuk mengatakan kebenaran itu. Dia pun berpikir bagaimana cara menyampaikan semuanya itu pada sahabatnya. "Tadi pagi, ada pria tak dikenal ingin melukai Imelda," ucapnya tanpa memberikan penjelasan apapun.     

"Apa! Bagaimana hal itu bisa terjadi? Bukankah ada kalian berdua di sisi Imelda?" Vincent berteriak sambil berlari mendekati Imelda. Dia ingin memastikan kondisi adik kesayangannya itu.     

"Aku baik-baik saja, Kak. Untung saja, Martin datang tepat waktu. Hingga pria itu tak sempat melukai aku," terang Imelda dengan wajah sedih karena mengingat sebuah insiden yang bisa saja melukai dirinya dan juga bayi di dalam perutnya.     

Vincent langsung menatap tajam sahabatnya itu. Dia berpikir jika Martin tak mungkin membiarkan orang yang akan melukai Imelda. "Apa kamu sudah menemukan identitas pelakunya?" tanyanya penasaran.     

"Belum ada informasi valid tentang pelaku, hanya saja mobil yang dipakai oleh pelaku adalah milik seorang pria mantan anggota intelijen. Pria itu juga pernah menjadi anak buah papamu, Davin Mahendra," ungkap Martin dengan sangat jelas.     

Vincent terlihat berpikir sejenak, ia sedang berpikir tentang semua kejadian yang akhir-akhir ini menimpa adik perempuan kesayangannya. "Apa Papa sudah mengetahui semua ini?" tanyanya pada Imelda.     

"Beberapa saat yang lalu, Papa baru saja pergi dari sini," jawab Imelda. "Aku merasa ada banyak kejanggalan dengan semua ini, Kak," lanjutnya dengan tatapan tajam yang sangat menyakinkan.     

"Kamu bisa melihat rekaman CCTV di rumah pemilik mobil itu." Martin memperlihatkan sebuah rekaman video pada pria yang sudah cukup lama menjadi sahabatnya. Meskipun hubungan mereka pernah merenggang beberapa tahun. Martin sengaja tak menjelaskan secara detail dari video itu. Dia sangat yakin jika Vincent mampu menemukan sebuah benang merah yang menghubungkan beberapa kejadian menjadi satu pemikiran.     

Vincent langsung membulatkan matanya saat melihat sebuah mobil berhenti di depan pintu rumah mantan anggota intelijen itu. "Bukankah itu mobil yang sering digunakan oleh Papa?" tanyanya dengan wajah yang sangat tak percaya.     

"Tepat sekali! Kamu bisa menyimpulkan sendiri benang merah dalam kasus ini," ucap Martin pada pria yang masih sedikit syok karena melihat sebuah video yang cukup mengejutkan baginya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.