Bos Mafia Playboy

Apa Yang Disembunyikan Oleh Davin Mahendra?



Apa Yang Disembunyikan Oleh Davin Mahendra?

0Davin Mahendra langsung menatap Marco penuh tanya saat melihatnya meringis kesakitan. "Ada apa dengan lenganmu?" Terlihat perasaan cemas yang ditunjukkan pria itu kepada anak buahnya.     
0

Dengan segenap kekuatan di dalam dirinya, Marco mencoba menahan rasa sakit dan sebisa mungkin bersikap sangat tenang. Dia tak mau jika atasannya itu mengetahui kondisinya. "Saya baru saja terjatuh dan membuat lengan saja sedikit keseleo. Namun untung saja masih bisa beraktivitas seperti biasa." Dia mencoba menjelaskan sesuatu yang tidak dialaminya. Marco hanya tak ingin menambahkan beban pikiran dari atasannya itu.     

"Berarti kamu harus benar-benar beristirahat. Aku akan menghubungi Imelda agar tak memberikan beban yang berat dalam pekerjaanmu nantinya," sahut Davin Mahendra dengan sedikit cemas melihat wajah pucat dari anak buahnya.     

"Tidak perlu, Pak. Justru Dokter Imelda yang membantu saya mengobatinya," jelas Marco pada atasannya.     

Beberapa saat kemudian, seorang bodyguard datang ke ruangan itu. Setelah mengetuk pintunya, dia pun masuk dan berdiri di dekat Davin Mahendra. "Bos. Dokter Imelda meminta Marco segera menemuinya sekarang," ucap bodyguard itu dengan sangat sopan.     

Davin Mahendra langsung menatap pria di sebelahnya. Dia langsung mengerti dengan ucapan sang bodyguard kepadanya. "Pergilah sekarang, Marco. Aku tak ingin Imelda marah gara-gara aku memintamu datang ke sini," katanya dengan suara yang sedikit melembut daripada sebelumnya tadi.     

"Baiklah, Pak. Saya akan menemui Dokter Imelda secepatnya. Saya permisi," pamit Marco sebelum meninggalkan ruangan itu. Dia pun langsung menghela nafasnya cukup dalam, rasanya sangat lega bisa keluar dari ruangan itu. Seolah beban ya ditanggungnya langsung berkurang begitu saja. Sampai di depan pintu, terlihat Alex sudah berdiri di sebelah mobil untuk menunggunya. Marco langsung datang dan menghampirinya, memandangnya dengan tatapan penuh tanya. "Apa kamu yang menghubungi Dokter Imelda?" tanyanya pada sosok pria yang masih berdiri di samping mobilnya.     

Dengan sedikit senyuman, Alex menganggukkan kepalanya. Seolah sedang memberikan sebuah isyarat pada Marco. "Kupikir ... kamu sedang membutuhkan sedikit bantuan untuk keluar dari kandang singa itu," jawab Alex dengan cukup menyakinkan. "Masuklah dulu!" ajaknya pada rekan setimnya itu.     

Begitu mereka berdua masuk ke dalam mobil, Alex langsung melajukan mobilnya ke sebuah restoran mahal yang berada di pusat kota. Dia menghentikan mobil di lobby depan sebuah bangunan 3 lantai bergaya Eropa dengan desain yang cukup elegan.     

"Untuk apa kita ke sini?" Marco menjadi sangat penasaran saat Alex membawa dirinya ke sebuah restoran mewah yang tentunya sangat mahal. Dia sama sekali tak mengetahui alasan rekannya itu membawanya ke tempat yang terlalu berkelas baginya.     

"Dokter Imelda dan yang lainnya sedang menunggu kita di sebuah private room di restoran ini," jawab Alex sambil membuka pintu mobilnya lalu keluar dari sana. Dia pun segera masuk ke dalam restoran diikuti oleh Marco yang juga mengikutinya.     

Seorang pelayan restoran menyambut kedatangan mereka berdua lalu mengantarkan kedua pria yang baru saja datang. Mereka pun diarahkan ke sebuah private room di lantai dua. Begitu sampai di depan pintu, pelayan itu langsung kembali melanjutkan pekerjaannya.     

Dengan sedikit ragu, Alex mengetuk pintu itu lalu membukanya perlahan. Terlihat semua orang berada di sana, kecuali kakak laki-laki dari Marco. Martin sama sekali tak kelihatan berada di dalam sana. "Aku sudah membawa Marco ke sini, Dokter Imelda," ucap Alex sambil berjalan masuk dan bergabung dengan mereka semua.     

"Selamat datang, Marco," sapa seorang wanita cantik yang sedang duduk di antara Brian dan Vincent. Dia pun melukiskan senyuman hangat dan juga tulus pada dua pria yang baru saja datang dan bergabung bersama mereka berdua. Imelda sengaja meminta Alex untuk membawa Marco untuk bertemu dengannya. Dia sangat penasaran dengan perbicangan yang dilakukan Marco dan juga Davin Mahendra di kediaman keluarga mereka. "Duduklah, Marco. Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu," ucap Imelda dengan gayanya yang cuek tetapi terlihat cukup ramah.     

"Ada yang bisa saya bantu, Dokter Imelda? Apakah ini mengenai daftar itu?" Marco sengaja menebak sendiri, apa yang diinginkan anak dari atasannya itu. Dia tak yakin dengan yang sedang dipikirkannya.     

Imelda tersenyum cerah dengan tatapan tajam yang terlihat lebih bersemangat. "Tebakanmu lumayan juga, Marco. Aku hanya ingin mendengar, untuk apa Papa memanggilmu secara pribadi?" tanyanya sangat penasaran.     

Apa yang dipikirkan oleh Marco tak jauh berbeda dari Imelda. Pria itu memandang Imelda dengan perasaan yang sedikit bersalah. Secara tak langsung, Marco telah menghancurkan sebuah bukti penting yang diinginkan oleh mereka semua. "Ada yang ingin kukatakan padamu, Dokter Imelda," balasnya dengan keraguan yang begitu besar juga sedikit rasa bersalah yang mulai mengganggunya.     

Sontak semua orang langsung memandang ke arah Marco yang sedang duduk di sebelah Alex. Terlihat begitu jelas, jika pria itu sedikit ragu-ragu untuk mengatakan apa yang ingin diungkapkannya. Walau bagaimanapun, Marco merasa harus mengatakan hal itu agar Vincent dan juga Imelda tidak terlalu berharap untuk mendapatkan salinan daftar itu. "Sebenarnya ... bukti penting yang kalian cari sudah tidak ada lagi," ungkap Marco dengan sangat jelas.     

"Apa! Bagaimana itu bisa terjadi?" sahut Vincent begitu mendengar sesuatu yang cukup tidak masuk akal. Dia tahu jika ada beberapa salinan yang seharusnya ada dan tak mungkin bisa hilang begitu saja.     

"Baru saja Pak Davin Mahendra memintaku untuk menghapus semua file di dalam database yang berhubungan dengan daftar itu," jelas Marco sambil memandang wajah serius ketiga orang yang sedang duduk di depannya. "Lebih parahnya lagi, beliau telah menghancurkan satu-satunya bukti penting dalam daftar itu. Pak Davin Mahendra telah membakar berkas itu sampai habis," lanjutnya lagi dengan sedikit kekecewaan di wajahnya. "Aku benar-benar minta maaf tak bisa membantu kalian semua. Namun aku bisa melihat dengan sangat jelas, orang-orang di dalam daftar itu adalan orang-orang yang memegang jabatan penting di organisasi." Marco mencoba mengingat nama-nama yang masih terlintas di kepalanya.     

Imelda terlihat cukup frustasi, dia tak menyangka jika ayahnya bisa melakukan hal seperti itu. "Kak! Apa yang sedang disembunyikan oleh Papa? Kenapa Papa sengaja menghilangkan barang bukti yang paling penting?" Imelda hampir saja menumpahkan air mata yang sudah menggenang dan siap meluncur. Dia masih belum bisa menerima semua yang sudah dilakukan oleh Davin Mahendra itu.     

"Tenanglah dulu, Sayang. Jangan berpikir terlalu berlebihan. Aku tak mau kamu terlalu sedih dan mempengaruhi bayimu," hibur Brian sambil membelai lembut kepala Imelda. Dia bisa melihat kekecewaan di wajah istrinya itu. Seakan ia ikut merasakan apa yang dirasakan oleh wanita yang dicintainya itu.     

Vincent langsung menatap Marco penuh harap, seolah dia sedang mengharapkan sesuatu dari adik sahabatnya itu. "Kalau kamu bisa mengingat nama-nama mereka, apakah kamu juga mengingat hari dan tanggal saat mereka membawa mobil itu?" tanyanya dengan sangat penasaran dan juga tidak sabar untuk menunggu jawaban dari Marco.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.