Bos Mafia Playboy

Keributan Antara Alex Dan Martin



Keributan Antara Alex Dan Martin

0Marco mencoba memikirkan jawaban dari pertanyaan Vincent. Namun sayangnya, ia mengalami kesulitan untuk mengingat hari dan tanggal-tanggal dalam catatan itu. "Sekali lagi aku minta maaf. Mengingat beberapa nama itu memang cukup mudah bagiku. Lagi pula, aku cukup mengenal nama-nama itu. Sedangkan untuk angka-angka itu, terlalu sulit untukku," jelas Marco dengan wajah yang terlihat sungkan karena tak bisa memberikan apa yang mereka inginkan.     
0

"Tak masalah, Marco. Itu juga bukan salahmu, kamu tak perlu sungkan pada kami," balas Vincent dengan tutur kata yang terdengar cukup ramah.     

Alex pun melihat sekeliling ruangan itu, ia mencoba mencari seseorang yang sejak tadi tidak kelihatan. "Apakah Martin tidak berada di sini?" tanyanya sangat penasaran.     

Marco langsung melirik pria di sampingnya itu. Dia tak menyangka jika Alex masih saja penasaran pada kakaknya itu. Seolah ada sesuatu yang ingin dituntaskan Alex pada orang kepercayaan Adi Prayoga itu. "Sepertinya dia baru saja berada di sini," godanya sambil melirik Alex.     

"Benarkah? Di mana, Martin?" Alex langsung memandang sekeliling lalu memeriksa kamar mandi di ruangan itu. "Tidak ada di manapun," kesalnya sambil berjalan kembali ke kursinya.     

"Sebegitu penasarannya kamu dengan Martin hingga seperti itu," ledek Vincent sambil menatap kesal anak buah ayahnya itu. "Aku merasa sangat kasihan padamu, Alex. Sepertinya hanya kamu saja yang belum pernah bertemu dengan Martin," terangnya sambil tersenyum sinis memandang sosok pria di sebelah Marco.     

Alex memandang wajah anak laki-laki dari atasannya itu sambil memikirkan ucapannya. Mencoba menelaah setiap kata yang diucapkan oleh Vincent. Begitu dia mulai memahami ucapan itu, Alex langsung membulatkan matanya dengan sangat sempurna. "Apakah kamu juga sudah melihat wajah Martin, Vincent?" tanyanya dengan tatapan aneh namun memercikkan kekesalan pada mereka semua.     

Vincent menunjukkan seringai di wajahnya. Mendadak, ia merasa kasihan pada Alex. "Aku sudah melihat dan juga mengenalnya cukup lama," ungkap pria yang baru saja kembali dari tugasnya di perbatasan itu.     

"Apa!" seru Alex dengan wajah yang tak percaya. "Aku merasa kalian semua sudah mengkhianati diriku," kesalnya dengan kekecewaan yang terlukis terlalu jelas di wajahnya.     

"Apa maksud kamu, Alex? Tidak ada yang mengkhianatimu! Mereka semua mengenal Martin sebelum mengenalmu," terang Imelda dengan wajah serius. Dia bisa melihat kekesalan dan juga kekecewaan di wajah anak buah ayahnya itu.     

Pria itu masih terdiam tanpa membalas penjelasan Imelda kepadanya. Alex sedang memikirkan semua kebetulan dan kebenaran itu. "Sepertinya .... " Rasanya terlalu berat bagi Alex untuk mengatakan hal itu. "Lebih baik aku menunggu kalian di luar saja. Aku ingin mencari udara segar." Dia pun langsung bangkit dari kursinya lalu keluar dari ruangan itu. Alex terlalu syok mendengarkan kebenaran itu.     

Semua orang di ruangan itu langsung terdiam dan saling pandang satu sama lain. Mereka merasa sedikit bersalah dengan Alex. Walaupun tak 100 persen bersalah, nyatanya mereka semua sudah mengenal sosok Martin. Hanya Alex yang seolah tersisih dari mereka semua.     

Tiba-tiba saja, pintu terbuka dan Martin datang setelah menyembunyikan dirinya. Dia bisa merasakan ada keanehan di antara mereka semua. Pria itu pun menjadi sangat penasaran dengan yang baru saja terjadi. "Kenapa Alex keluar begitu saja dengan wajah seperti itu?" tanya Martin sambil memandangi beneran orang di ruangan itu.     

Marco langsung bangkit dari tempat duduknya lalu berdiri di hadapan kakak laki-lakinya. "Lebih baik Kakak temui Alex sekarang," bujuknya dengan nada memohon.     

"Kenapa juga aku harus menemui Alex?" Martin seolah mengisyaratkan sebuah penolakan atas permintaan adik laki-lakinya itu. Dia pun menatap Marco untuk memahami maksud dari ucapannya itu.     

Tak berapa lama, Vincent juga bangkit dari tempat duduknya lalu berdiri di hadapan Martin. "Marco benar, lebih baik kamu temui Alex dulu. Dia menjadi sangat kesal, saat mengetahui dirinya satu-satunya orang yang belum pernah melihatmu," jelasnya dengan penuh harap. Vincent merasa kasihan pada anak buah ayahnya itu.     

Bukannya segera menemui Alex, pria itu justru duduk di sebuah kursi yang berada di ruangan itu. Martin terlihat sedang berpikir untuk melakukan permintaan mereka. Padahal selama ini, ia selalu menghindari Alex dan juga Davin Mahendra demi keamanannya sendiri.     

Imelda yang sejak tadi memperhatikan Martin menjadi kesal. Dia tak menyukai sikap angkuh pria itu pada Alex. Wanita itu langsung bangkit dari tempat duduknya lalu berdiri di dekat Martin. "Jika kamu tak mau menemuinya, aku akan menyeretmu dengan tanganku sendiri, Martin!" ancam Imelda pada sosok pria yang menjadi orang kepercayaan Adi Prayoga.     

"Martin!" seru Brian pada orang kepercayaan ayahnya. "Jangan sampai kamu membuat istriku harus mengulang perkataannya!" kesalnya pada pria yang terlihat ogah-ogahan untuk menjumpai Alex yang sudah keluar lebih dahulu.     

"Baiklah. Kalau bukan karena Imelda, aku tak mau melakukannya," ungkap Martin sambil berjalan tanpa semangat untuk keluar menyusul Alex. Dia merasa sangat tidak yakin untuk menjumpai pria yang selalu memburunya itu. Bahkan sudah beberapa kali, Alex berusaha untuk menangkap Martin.     

Di salah satu kursi yang berada di ruangan itu, Marco merasa sedikit gelisah dan tidak tenang. Meskipun dirinya juga menyarankan pertemuan dua pria itu, Marco tetap saja was-was. Dia takut jika Alex justru menyerang dan menangkap kakaknya. "Apakah Kak Martin baik-baik saja bertemu dengan Alex?" tanyanya dengan sedikit rasa takut yang tiba-tiba muncul di dalam hatinya.     

"Aku yang akan menjamin keamanan dan juga keselamatan Martin saat bersama Alex. Kamu tak perlu mengkhawatirkan hal itu, Marco," tegas Vincent sambil bangkit dari kursinya untuk ikut keluar agar bisa mengawasi mereka berdua. "Aku mau melihat momen mendebarkan dua pria itu dulu," ucapnya sambil senyum-senyum.     

Tinggallah 3 orang saja di ruangan itu. Mereka pun duduk sambil menikmati beberapa hidangan ringan yang sudah disajikan sejak tadi. Dengan sangat telaten, Brian membantu istrinya untuk mengambil makanan. Pria itu terlihat sangat perhatian dan begitu tulus memperlakukan istrinya.     

Marco yang mendapatkan pemandangan terlalu indah itu hanya bisa membayangkan bisa memiliki pasangan seperti mereka berdua. Ada perasaan iri juga yang bersarang di dalam hatinya. "Aku tak menyangka jika kalian berdua akhirnya bisa saling mencintai satu sama lain. Apalagi mengingat hubungan kalian sebelum pernikahan," ungkap Marco sambil mengembangkan senyuman kecil di wajahnya.     

"Aku juga tak pernah menyangka akan mencintai Brian seperti sekarang," balas Imelda dengan ramah.     

Saat mereka bertiga menikmati makanan utama yang baru saja disajikan di atas meja, tiba-tiba saja Vincent datang dengan wajah panik dan sangat terburu-buru. "Cepatlah turun! Alex dan Martin ribut besar. Mereka saling menyerang dan menyebabkan keributan di luar," seru Vincent sebelum kembali keluar untuk menyelesaikan keributan itu. Dia tak menyangka jika dua pria itu bisa melakukan kekonyolan di tempat umum.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.