Bos Mafia Playboy

Sebuah Ungkapan Maaf Yang Tulus



Sebuah Ungkapan Maaf Yang Tulus

0Imelda masih asyik memainkan ponsel sambil bersandar di tubuh suaminya. Tiba-tiba saja, ada sebuah notifikasi dari ponselnya. Dia pun penasaran dan langsung membukanya. "Sial! Ada mempublikasikan video perkelahian kalian secara online," ucap Imelda dengan wajah panik. Wanita itu bangkit dari tempat duduknya lalu memperlihatkan video itu. "Lihatlah! Baru beberapa menit saja sudah cukup viral," tambahnya sambil menatap Alex dan Martin secara bergantian.     
0

"Bagaimana ini? Aku tak mungkin membiarkan hal ini. Bos pasti akan memecatku sekarang juga." Alex terlihat sangat ketakutan, ia tak ingin ditendang dari pekerjaannya yang selama ini digelutinya. "Marco! Kumohon tolonglah aku," ucapnya dengan wajah memohon.     

Vincent juga ikut panik sekaligus takut. Video itu bisa saja merusak citra dari organisasi. "Marco! Cepatlah hapus video itu secepatnya. Aku yakin kamu bisa melakukannya secepat mungkin," perintah Vincent pada pria yang juga terlihat panik     

"Aku bisa saja menghapus video itu. Namun aku tak secepat Kak Martin, dia bisa melakukannya dalam hitungan detik saja," jawab Marco dengan cukup menyakinkan.     

Seluruh mata langsung tertuju pada Martin. Mereka semua berharap jika pria itu bersedia menghapus video yang sudah beredar secara online itu. Sayangnya, Martin terlihat tidak peduli pada mereka semua. Dia justru tetap diam sambil mengobati luka di wajahnya.     

"Martin!" seru Vincent pada sahabatnya.     

"Apa! Ini semua tidak ada hubungannya denganku. Lagipula tidak ada orang luar yang mengenalku," sahut Martin tanpa beban sedikit pun. Seolah video itu sama sekali tak berpengaruh untuk dirinya. Pria itu pun bangkit dari kursinya lalu berdiri di antara mereka. "Aku harus pergi sekarang," pamitnya sambil melangkahkan kaki menuju pintu keluar.     

"Martin!" Kali ini Brian yang berseru memanggil orang kepercayaan ayahnya itu. Dia sangat tahu jika hanya Martin yang bisa melakukannya dengan cepat. Padahal semakin lama video itu dihapus, semakin banyak orang yang akan melihat perselisihan di antara mereka.     

Martin menghentikan langkahnya lalu berbalik badan dan menatap anak lelaki dari bos-nya itu. "Jangan ikut campur, Brian! Ini tak ada hubungannya denganmu," ucapnya dengan tatapan dingin yang seolah tak peduli dengan apapun lagi.     

"Ini menyangkut reputasi banyak orang, Martin. Aku mohon bantu kami. Papa Davin juga pasti akan terseret dalam kasus ini." Brian pun bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri sosok pria yang selama ini banyak membantunya dan juga bisnis keluarga Prayoga. Dia sangat tahu jika Martin bukanlah pria dingin seperti yang dilihatnya sekarang.     

Sebuah senyuman sinis terbit di wajah Martin. Dalam hati, ia merasa tak tega melihat wajah Brian yang cukup memelas. Namun, dirinya masih sangat kesal dengan ucapan Alex yang sangat melukai harga dirinya. Tentu saja perkataan Alex itu juga cukup mencoreng nama Adi Prayoga. Selama ini, Adi Prayoga selalu memperlakukan Martin dengan sangat baik. Dia tak rela jika ada yang meremehkan bos-nya itu. "Alex saja tak peduli dengan hal itu, kenapa kamu justru memohon untuknya?" kesal Martin pada orang-orang di dalam sana.     

Sejak tadi Imelda memilih diam sambil memperhatikan obrolan penuh ketegangan di antara mereka. Meskipun mengenal Martin belum cukup lama, ia tahu jika Martin bukanlah sosok pria yang tak memperdulikan orang lain. Dia yakin jika Alex telah melakukan sebuah kesalahan fatal yang membuat pria itu murka. "Martin, jangan pergi dulu," pinta Imelda pada pria itu.     

"Apa kamu juga ingin membujukku, Imelda?" tanya Martin pada satu-satunya wanita di ruangan itu.     

Imelda langsung bangkit dari tempat duduknya lalu berdiri tak jauh dari orang kepercayaan ayah mertuanya itu. Dia mencoba memahami sosok pria di sebelahnya itu. Ada rasa kesal, marah dan juga kekecewaan yang terlukis dari sorot mata Martin. Wanita itu pun menatap Alex yang duduk di antara mereka semua. "Alex! Tidak adakah yang ingin kamu katakan pada Martin?" tanya Imelda dengan ucapan yang cukup tegas     

"Apa maksudmu, Imelda?" Bukannya menjawab, Alex justru kembali melemparkan sebuah pertanyaan pada anak perempuan dari atasannya itu.     

"Apa yang kamu katakan pada Martin hingga membuatnya sangat murka padamu?" Dengan sangat tegas dan juga setenang mungkin, Imelda menanyakan hal itu pada bawahan ayahnya. "Aku sangat yakin jika kamu sudah mengatakan sesuatu yang sangat menyinggungnya," tambah Imelda tanpa mengalihkan pandangan dari Alex.     

Terlihat perubahan ekspresi pada wajah Alex, seolah ia sudah mengingat sebuah perkataan yang mungkin saja sudah melukai harga diri seorang Martin. Dengan sedikit ragu, Alex pun bangkit dari kursi dan berjalan ke arah Martin. Dia tahu kalau dirinya sudah melakukan sebuah kesalahan besar. "Martin ... " Alex sengaja menghentikan perkataan lalu menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya. "Aku meminta maaf karena perkataanku tadi telah menyinggung mu," ucapnya terlihat ragu namun terdengar cukup tulus.     

Martin yang mendengarkan semuanya tak bereaksi apapun. Dia hanya mendengar dan juga memperhatikan setiap kata yang diungkapkan oleh Alex. Martin bisa saja langsung menghapus video online tadi saat itu juga. Namun dia ingin melihat kesungguhan hati Alex terhadap dirinya.     

"Aku sangat menyesal telah melakukan kebodohan itu. Jika kamu tak keberatan, aku ingin kamu menolongku untuk menghapus video itu, Martin," ucapnya dengan kesungguhan hati dan juga penuh harap.     

Semua orang di dalam ruangan itu menjadi ikut berdebar menyaksikan momen menegangkan antara mereka berdua. Rasanya sudah tidak sabar untuk menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Martin atas ungkapan maaf dan juga permintaannya itu.     

Martin pun memandang ke arah Imelda. Dia berpikir jika wanita itu adalah sosok yang tepat untuk dimintai pendapat. "Haruskah aku mengampuninya lalu memberikan sedikit pertolongan pada pria menyedihkan ini, Imelda?" tanyanya sambil tersenyum sinis melirik Alex yang berdiri tak jauh darinya.     

Seketika itu juga, Imelda langsung terkekeh mendengar pertanyaan Martin. Dia sudah sangat yakin jika pria itu pasti akan memaafkan Alex. "Cepatlah tolong Alex. Sebelum dia ketakutan lalu pingsan," godanya sambil melirik Alex dan Martin secara bergantian.     

"Apa! Aku tak mungkin pingsan begitu saja," balas Alex sambil tersenyum memandang anak perempuan dari atasannya itu.     

Martin langsung mengeluarkan sebuah laptop di dalam tas miliknya. Menenggelamkan diri dalam beberapa kode-kode dan juga angka bercampur huruf yang sulit dimengerti. Dia terlihat sangat fokus dan juga begitu lincah memainkan jarinya dalam papan keyboard di hadapannya. Dalam beberapa detik kemudian, Martin tersenyum sambil menatap layar monitor. "Semua sudah beres, aku sudah menghapus semuanya. Jika masih ada yang tertinggal, aku pasti akan mengurus sisanya," ucap Martin dengan sangat menyakinkan.     

Mereka semua langsung tersenyum penuh kelegaan. Rasanya segala ketegangan langsung mencair bersama hilangnya beban yang terasa berat.     

"Apa yang sebenarnya dikatakan Alex pada Kak Martin?" Tiba-tiba saja, Marco menjadi sangat penasaran pada perkataan Alex yang sudah membuat kakaknya sangat murka.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.