Bos Mafia Playboy

Skandal Masa Lalu



Skandal Masa Lalu

0Brian masih bisa memperlihatkan senyuman tulus di wajahnya, meskipun perkataan Vincent sangat tak enak di dengar. Dia tak ingin membuat hubungan di antara mereka semakin renggang dan semakin buruk. "Kak Vincent mau makan dulu? Tadi di restoran, sepertinya Kakak belum sempat makan," tawar Brian Prayoga pada sang kakak ipar.     
0

"Tak perlu repot-repot, biar nanti aku makan siang dengan Papa saja. Aku datang ke sini hanya untuk melihat keadaan Imelda," jelas Vincent tanpa ekspresi apapun. Dia pun bangkit dan berdiri di samping adiknya. "Suruh seseorang membelikan ponsel untuk Imelda, Papa ingin menghubunginya," tambahnya lagi dengan tatapan tajam pada sang tuan rumah.     

Vincent pun mencubit pipi adiknya sebelum berjalan menuju ke pintu untuk keluar. Namun tanpa dia bayangkan sebelumnya, Adi Prayoga baru saja masuk ke dalam rumah itu. Vincent langsung menghentikan langkahnya dan memandang pria tua yang masih terlihat tampan seperti beberapa tahun lalu. Seolah ia telah mematung dan tak mampu lagi melangkahkan kakinya.     

Hal yang sama juga terjadi pada diri Adi Prayoga. Ada perasaan aneh yang bersarang di dadanya. Rasa terkejut dan juga tak percaya terlukis begitu jelas di wajahnya. "Vincent Mahendra ... " ucapnya tanpa sadar.     

"Papa!" Imelda yang menyadari ketegangan di antara Vincent dan juga ayah mertuanya, berpikir untuk mencairkan suasana di antara mereka. "Apa Papa sudah mengenal kakakku?" tanya Imelda sambil tersenyum ramah sosok kuat seperti Adi Prayoga.     

Pria itu mencoba tersenyum untuk mencairkan ketegangan di antara mereka. Adi Prayoga sangat tahu jika Vincent juga sangat terkejut terhadap pertemuan itu. "Tentu saja aku mengenal kakakmu, beberapa kali kami pernah bertemu," sahutnya.     

Vincent tak menunjukkan reaksi apapun, ia justru tak merespon perkataan dari sahabat mamanya itu. Ada kebencian besar yang telah terukir di dasar hatinya, sebuah kebencian yang tercipta karena mengetahui Adi Prayoga dan ibunya keluar dari hotel yang sama. Sebuah peristiwa dari masa lalu yang telah berhasil merobek hatinya. "Aku harus pergi," ucap Vincent sebelum melangkah pergi.     

"Tunggu, Vincent!" teriak Adi Prayoga sambil berlari keluar mengejar kakak ipar dari Brian itu. Sayangnya Vincent begitu mengabaikan ayah dari Brian itu. Tanpa lelah, Adi Prayoga terus saja mengejar anak sulung dari Davin Mahendra itu. "Berhentilah, Vincent! Ada yang ingin aku katakan padamu," bujuknya dengan nafas yang sedikit teratur.     

Dengan sangat terpaksa, Vincent menghentikan langkahnya lalu membalikkan badannya. Terlihat Adi Prayoga berdiri berjarak beberapa langkah saja darinya. "Apa yang ingin Anda bicarakan?" tanyanya dengan wajah dingin.     

"Apa kabar kamu, Vincent? Sejak kematian mamamu, Om tak pernah lagi melihatmu. Kudengar ... kamu sengaja meninggalkan tanah air setelah upacara pemakaman Irene," tutur Adi Prayoga dengan wajah yang terlihat sangat ramah dan begitu lembut seperti dahulu.     

"Tak perlu basa-basi lagi, Om. Apa yang Om Adi inginkan dariku?" tanyanya tanpa menunjukkan kepedulian pada pria tua yang sudah cukup lama dilihatnya itu.     

Adi Prayoga mengembangkan senyuman tulus di wajahnya. Dia lega bisa melihat anak sulung dari Irene dalam keadaan baik-baik saja. Wanita itu pernah berpesan agar dirinya bisa membantu untuk menjaga Vincent dan juga Imelda di masa depan. Sepertinya, tugas itu sudah menantikannya. "Aku sudah berjanji pada ibumu ... untuk menjagamu dan juga Imelda," sahut Adi Prayoga pada anak sulung Davin Mahendra itu.     

"Kami bisa menjaga diri tanpa bantuan dari Om Adi," tolak Vincent dengan nada ketus. Dia tak ingin kembali dekat dengan seseorang dari masa lalunya yang terlalu buruk.     

"Tentu saja, aku sangat tahu kemampuan hebat kalian berdua. Hanya saja .... " Adi Prayoga seolah tak mampu melanjutkan ucapannya. Dia tak ingin mengungkit masa lalu yang sudah cukup lama di kubur oleh Vincent.     

Tiba-tiba saja, Vincent mengingat sebuah momen kedekatannya bersama Adi Prayoga beberapa tahun silam. Dia mana dirinya masih sering menemani ibunya untuk makan siang bersama Natasya dan Adi Prayoga. Mereka terlihat sangat akrab dan pastinya begitu dekat. Meskipun tak sekalipun Davin Mahendra ikut bergabung bersama mereka, pria itu selalu beralasan sedang melakukan operasi darurat.     

"Di mana Tante Natasya sekarang?" tanya Vincent pada sosok pria di depannya. Dia sangat tahu jika Natasya juga menghilang setelah kematian ibunya.     

Terlihat perubahan ekspresi wajah Adi Prayoga. Dia tak menyangka jika Vincent akan menanyakan keberadaan istrinya. Bukan tanpa alasan, Natasya Prayoga tak ingin siapapun mengetahui keberadaannya, termasuk Brian sekalipun. "Rasanya ... aku ingin sekali mengatakan keberadaan Natasya kepadamu. Sayangnya, dia melarang siapapun untuk mengetahui keberadaannya, termasuk anaknya sendiri," jawab Adi Prayoga cukup menyakinkan.     

"Mungkinkah ada sebuah rahasia besar yang sedang dibawa oleh Tante Natasya?" Sebuah pertanyaan yang terdengar seperti sebuah tamparan bagi Adi Prayoga. Vincent hanya menebak hal-hal yang mungkin saja berhubungan dengan ibu dari adik iparnya itu.     

Adi Prayoga mencoba untuk bersikap setenang mungkin. Dia tak ingin terprovokasi dengan ucapan Vincent yang cukup mengejutkannya. "Rahasia besar apa yang kamu maksudkan, Vincent?" tanyanya sambil tersenyum kecut karena merasa tersudut dengan ucapan anak sulung dari sahabatnya.     

"Aku juga tak mengetahui hal itu, oleh karena itu aku memilih untuk bertanya langsung pada Om Adi," sahut Vincent sambil memperlihatkan perubahan sikap bahkan cara tersenyum Adi Prayoga sedikit perubahan.     

Adi Prayoga menjadi semakin bingung sekaligus tak percaya, ia bisa melihat percikan kebencian dari sorot mata Vincent. Padahal di saat pertemuan terakhir mereka bersama Irene, Vincent masih bersikap ramah dan juga sopan terhadap dirinya.     

"Vincent, apa alasanmu bisa sangat membenciku? Bukankah dahulu hubungan kita baik-baik saja?" tanya Adi Prayoga dengan sangat penasaran. Dia sudah sangat tak sabar untuk mendengar jawaban dari pria muda itu.     

Sebelum memberikan jawaban, Vincent justru memperlihatkan gelak tawa di wajahnya. Entah apa yang sedang dirasakannya, dia hanya ingin tertawa saat melihat Adi Prayoga menyadari kebencian di dalam hatinya. "Apakah Om Adi benar-benar ingin mendengar jawabanku?" Sebuah pertanyaan dibalas dengan pertanyaan baru oleh Vincent.     

"Tentu saja. Rasanya aku sudah sangat tidak sabar untuk mendengarkan jawabanmu," sahut Adi Prayoga dengan senyuman hangat yang penuh arti. Bagaimanapun jawaban Vincent nantinya, dia harus bisa menerima semuanya.     

Vincent tersenyum sinis pada pria tua yang berdiri di hadapannya. Dia melemparkan tatapan tajam yang penuh kebencian. "Di pagi hari sebelum kematian mamaku, apa yang Om lakukan bersama Mama di hotel?" tanyanya cukup tegas dan sangat jelas.     

"Apa!" Adi Prayoga sangat terkejut, seolah jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa saat. Dia tak menyangka jika Vincent pernah melihatnya bersama Irene sebelum kematiannya. Akhirnya dia sangat mengerti alasan tatapan kebencian Vincent terhadap dirinya. Semua menjadi lebih jelas baginya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.