Bos Mafia Playboy

Pengakuan Cinta Imelda



Pengakuan Cinta Imelda

0Vincent masih berdiri di depan Brian dan juga Imelda dalam ketegangan yang tercipta di antara mereka. Tak ada lagi senyuman ataupun tawa kebahagiaan karena pertemuan itu. Suasana kamar perawatan Brian berubah mencekam bahkan mengerikan. Pria itu menatap lekat adik kesayangannya, melemparkan ekspresi yang sangat tak enak di pandang. "Gugurkan anak itu! Jangan sampai kamu tertipu dengan ucapan manis seorang Prayoga," tegas Vincent dengan suara dingin yang mampu membekukan seluruh isi ruangan itu. Terlukis jelas di matanya, jika dia begitu membenci seorang pria yang telah dinikahi oleh Imelda.     
0

"Brian tak pernah menipuku! Aku juga tak akan pernah menggugurkan anakku," seru Imelda sambil menatap kesal kakaknya.     

"Apa susahnya kamu meninggalkan pria brengsek ini, Imelda?" Sebuah pertanyaan dari Vincent yang membuat pasangan itu seolah sedang dihantam badai di tengah samudera yang begitu luas. "Kamu terlalu buta dengan ketampanan Brian Prayoga. Sepertinya pria ini sudah menyihirmu dan membuatmu bertekuk lutut di bawah penguasaan Prayoga," sindirnya dengan senyuman sinis.     

Namun tiba-tiba saja, Brian berlutut di kaki Vincent. Dia menundukkan kepalanya seperti seseorang yang sudah melakukan kesalahan sangat besar. "Kumohon, Kak. Jangan pisahkan aku dan juga anak istriku. Aku benar-benar mencintai mereka berdua. Sebenarnya, apa alasan keluarga Mahendra bisa begitu membenci keluarga Prayoga? Kesalahan apa yang sudah dilakukan oleh orang tuaku?" Brian benar-benar tak mampu menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu. Sudah puluhan tahun dan terasa sudah cukup lama dua keluarga itu saling memperlihatkan kebencian di antara mereka. Tak sedikit pun dia mengetahui alasan di baliknya.     

"Jangan berlagak bodoh! Tanyakan saja pada papamu, Prayoga. Itu pun kalau dia mau mengatakan kebenarannya." Vincent mengatakan hal itu dengan wajah sinis dan tak berperasaan. "Besok pagi, aku akan mengurus perceraian kalian," tambahnya sambil memalingkan wajahnya ke arah Imelda yang menatapnya sejak tadi.     

Imelda langsung mendekati kakaknya lalu menarik kedua tangan Vincent dan mengarahkannya ke leher. "Lebih baik kakak bunuh aku sekarang!" Wanita menekan tangan Vincent agar mencekik lehernya. "Cepat, Kak. Cekik leherku! Lebih baik aku mati daripada aku harus kehilangan anakku," ancamnya dengan wajah penuh keyakinan. Imelda tak peduli lagi dengan hidupnya. Penolakan Vincent terhadap suaminya membuat dia kehilangan akal sehatnya. Bahkan dia tak takut jika harus mati di tangan kakaknya sendiri.     

"Kamu sudah gila, Imelda! Bagaimana aku bisa membunuh adikku sendiri?" Vincent berteriak dengan kekesalan yang meledak bersama emosinya yang semakin memuncak. Dia tak bisa mengerti dengan pemikiran adik kesayangannya itu. "Kalau masalahnya adalah anak, biarkan anak itu hidup. Namun, kamu harus meninggalkan pria brengsek ini!" tegas pria yang baru saja kembali dari tugas negara di daerah konflik.     

Seketika itu juga, Imelda langsung ikut berlutut bersama suaminya. Dia melupakan harga diri maupun gengsinya. Sebuah perasaan yang begitu besar seolah telah berada di titik puncak dan siap untuk meledakkan hati sekaligus kepala wanita yang sedang mengandung keturunan Mahendra dan Prayoga itu. Tanpa adanya keraguan sedikit pun, Imelda menggenggam tangan Brian sangat erat lalu menengadahkan kepalanya untuk menatap Vincent. "Aku mencintai Brian. Alasan itu juga yang membuatku tak ingin kehilangan anak maupun suamiku," ungkap Imelda.     

Sebuah pengakuan besar dan di luar dugaan, berhasil membuat Brian danbjuga Vincent membulatkan matanya. Seolah biji mata mereka akan keluar dari tempatnya. Terlebih Brian Prayoga, dia masih tak bisa mempercayai perkataan Imelda yang sudah membuat jantung seolah berhenti berdetak untuk beberapa saat. Rasa bahagia dan juga lega hadir di dalam sudut hatinya yang paling dalam. Rasanya Brian ingin langsung berdiri dan membawa Imelda ke dalam pelukannya. Sebuah perasaan yang begitu sulit untuk diungkapkan oleh menantu dari keluarga Mahendra itu. Meskipun dirinya tak sanggup berkata-kata, air mata yang menetes dari pelupuk mata Brian telah menjelaskan semuanya.     

Di saat yang paling menegangkan dan juga menakutkan bagi Imelda, dia merasakan tetesan air yang mengenai tangannya. Wanita itu langsung mengalihkan pandangan ke arah pria di sampingnya. Dia melihat Brian sedang menahan air mata yang hampir saja kembali menetes dari pelupuk matanya. "Kenapa kamu menangis, Brian?" tanyanya sambil menatap wajah sang suami yang terlihat sedih tetapi juga bahagia.     

"Aku terlalu bahagia mendengar pengakuan cintamu," balas Brian dengan suara bergetar karena terlalu menahan diri agar tak meneteskan air matanya.     

Vincent tersenyum sinis mendengar jawaban suami dari adiknya. Terlihat jelas jika pria itu sama sekali tak menyukai sosok Brian Prayoga. "Aku tak menyangka jika pria brengsek sepertimu sangat pandai bersandiwara," ledeknya pada seseorang yang hanya bisa mendengar cacian dari kakak iparnya. "Jangan percaya dengan air mata buaya yang diperlihatkan oleh pria playboy seperti Brian Prayoga." Vincent kembali mengatakan hal yang cukup menyakitkan dan semakin menyudutkan suami dari Imelda Mahendra itu.     

"Cukup, Kak. Brian adalah suamiku, tak sepantasnya Kakak terus-terusan menyudutkannya. Kumohon hentikan!" Imelda bangkit dan langsung berdiri di hadapan kakaknya. Dia menatap Vincent dengan penuh arti. Berharap agar pria itu bisa menerima Brian Prayoga sebagai suami dan juga seorang pria yang dicintainya. Dalamnya hati, Imelda dilanda kebimbangan yang begitu besar. Dia tak mungkin memilih di antara mereka berdua. Rasa sayangnya kepada Vincent tak perlu ditanyakan lagi. Sedangkan perasaannya kepada Brian, semakin bertumbuh dan akhirnya berkembang di dalam hatinya. Imelda sudah sangat mencintai pria yang berstatus sebagai suaminya itu. Dia tak mungkin lagi membohongi dirinya sendiri. Bahkan segala kenangan buruk tentang Brian berangsur menghilang dalam memorinya. Rasa cinta yang semakin besar telah mampu membuat Imelda menerima segala kekurangan ayah dari anak di dalam rahimnya. Imelda pun memaksa Brian untuk bangkit dan berdiri di sampingnya. Dia tak ingin Brian menjadi pelampiasan amarah Vincent yang terlalu berlebihan.     

Brian menatap hangat kakak iparnya sambil melebarkan sedikit senyuman di bibirnya. "Aku sangat berharap Kak Vincent mau menerima aku sebagai suami dari Imelda." Terlihat cukup jelas jika Brian sangat berhati-hati dalam setiap kata yang keluar dari mulutnya. Dia tak ingin menambah kekesalan kakak iparnya yang masih terlukis jelas di wajahnya.     

"Sampai kapanpun, aku tak akan menerima keluarga Prayoga menjadi anggota keluarga kita," terang Vincent sambil melirik Brian. Dia pun beralih memandang wajah adik kesayangannya, memberikan sebuah senyuman yang penuh kasih sayang. "Kamu boleh menemui aku, asal tidak membawa pria brengsek ini," ucapnya pada Imelda yang masih berdiri di sebelah suaminya. Vincent pun membalikan badannya dan berjalan menuju pintu dari ruang perawatan itu. Tiba-tiba saja dia menghentikan langkahnya lalu membalikkan badan. "Kamu akan menyesal telah menikahi anggota keluarga Prayoga." Kalimat itulah yang terakhir kali diucapkan oleh Vincent sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.