Bos Mafia Playboy

Merebut Dua Pria Yang Dicintainya



Merebut Dua Pria Yang Dicintainya

0Awalnya Eliza tak sadar atas kehadiran Martin di ruangannya. Begitu mendengar suara pria itu, ia mengalihkan pandangan pada seorang pria yang sejak kemarin sudah dicarinya. Kelegaan yang baru saja dirasakannya, langsung sirna saat melihat sosok wanita yang berdiri di belakang pria itu.     
0

"Pergi dari sini!" Eliza bukannya menyambut kedatangan Martin, ia justru langsung mengusir pria itu. Dengan sekali gerakan saja, wanita itu berhasil melepaskan selang infus dari tangannya. Ia bangkit dari ranjang dan berjalan ke arah Martin dan juga Imelda.     

Tak peduli dengan perkataan Eliza, pria itu masih saja memandangi wajah pucat seorang wanita yang berprofesi sebagai jaksa.     

"Jangan mengusirku, Eliza." Terdengar suara memohon yang penuh penyesalan dalam ucapan Martin. Hanya rasa bersalah dan juga penyesalan yang kini hadir di dalam hatinya yang paling dalam.     

"Untuk apa, Martin? Untuk memperlihatkan kemesraan bersama wanita yang sangat kamu cintai ini!" Eliza melontarkan pertanyaan lalu menjawabnya sendiri dalam nada menyindir yang cukup memprovokasi mereka.     

Begitu jelas terlihat jika Eliza sangat cemburu dengan kebersamaan Martin dan juga Imelda. Ia merasa jika takdir terus mempermainkan dirinya. Jika dulu ia mencintai Brian yang sudah lebih dahulu mencintai Imelda. Lalu sekarang ... Eliza harus kembali jatuh cinta pada seorang pria yang lagi-lagi mencintai Imelda Mahendra.     

"Jika dulu kamu sudah merebut Brian dariku. Lalu ... mengapa sekarang kamu merebut Martin juga dariku? Apa dosaku terhadapmu, Imelda Mahendra?" Tanpa sadar, Eliza meneteskan air matanya. Ia tak bisa menahan rasa sakit di dalam hatinya. Seolah cintanya selalu saja bertepuk sebelah tangan.     

Imelda cukup tersentuh sekaligus mendapatkan sebuah tamparan dari perkataan Eliza. Dia baru sadar jika wanita itu sudah sangat menderita karena dua pria yang mencintainya. Imelda tentunya tak tega melihat pemandangan itu. Ia pun mendekati Eliza dan berdiri tepat di hadapannya.     

"Untuk apa aku merebut Martin darimu, Eliza?" Imelda mengatakan itu dengan ekspresi datar, ia sengaja menyembunyikan rasa simpati yang tersimpan di dalam hatinya.     

"Bukankah Martin sangat mencintaimu?" teriak Eliza tanpa memperdulikan harga diri yang sudah tak ada lagi di hadapan istri dari Brian Prayoga.     

Pria itu mengusap kasar air mata yang meluncur bebas di pipinya. Martin tak rela jika mereka menyadari dirinya baru saja menangis tanpa suara. Keadaan Eliza yang sangat menyedihkan berhasil membuat hatinya bergejolak hebat. Ia tak tega jika wanita itu harus terluka karena dirinya.     

"Hentikan, Eliza!" Akhirnya Martin mengeluarkan kekesalan dan juga kegelisahan di dalam hatinya. Ia tak ingin membuat segalanya menjadi semakin memburuk.     

"Aku tak butuh belas kasihananmu, Martin!" tegas Eliza diiringi usapan tangan di wajahnya. Terpercik amarah yang sangat besar dalam setiap sorot matanya. Namun tiba-tiba saja, wanita itu terdiam tanpa mampu memandang wajah pria yang dicintainya.     

Tak ingin segalanya menjadi semakin berantakan, Imelda berpikir untuk meluruskan kesalahpahaman di antara mereka. Rasanya tak tega melihat pasangan saling mencintai yang justru semakin terperosok dalam kesalahpahaman yang semakin dalam.     

"Cepatlah katakan perasaanmu pada Eliza, Martin! Aku tak tahan menjadi kambing hitam dalam hubungan kalian," keluh Imelda sembari berpura-pura kesal terhadap pasangan itu. Ia hanya ingin membuat Martin segera mengungkapkan perasaan cintanya pada Eliza.     

"Apa-apaan kamu, Imelda! Jangan mengatakan hal yang tak berdasar." Martin sengaja menyanggah perkataan Imelda karena tak percaya diri untuk menyatakan perasaannya pada wanita yang berdiri di depan Imelda.     

Imelda justru terkekeh mendengar perkataan Martin yang penuh dengan kebohongan. Ia tak tahan melihat pasangan itu saling menyakiti satu sama lain     

"Sudahlah, Eliza! Jika Martin tak mencintaimu, masih banyak pria di luar sana yang bisa dengan tulus mencintaimu. Lebih baik kamu lupakan saja pria brengsek ini." Imelda mengatakan hal itu dalam wajah serius dan sangat menyakinkan. Rasanya tak tahan melihat pasangan yang sama-sama jual mahal.     

"Hentikan, Imelda!" Martin tentunya sangat takut jika Eliza terpengaruh oleh ucapan menantu dari bos-nya itu.     

Eliza memaksakan senyuman di wajahnya. Mungkin hatinya sudah kembali hancur di hadapan Martin. Seakan tak ada lagi cara lain untuk bersamanya. Pria itu lagi-lagi kembali menolaknya.     

"Kamu benar, Dokter Imelda. Sudah beberapa kali Martin menolakku. Sepertinya dia sudah sangat jijik terhadapku," lirih Eliza dalam hati yang hancur berkeping-keping. Sekuat hati ia mencoba menahan air matanya. Namun ia tak berhasil melakukannya.     

"Itu sama sekali tak benar, Eliza!" sahut Martin yang mulai terbawa arus dalam ucapan dua wanita itu. Rasanya sangat berat untuk mengatakan apa yang ada di hatinya.     

Eliza sama sekali tak mau menatap pria yang duduk di kursi roda itu. Ia sama sekali tak berpikir jika Martin tak bisa berjalan dengan kakinya sendiri.     

"Sudahlah! Lebih baik aku yang pergi saja." Eliza langsung melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu. Namun baru beberapa langkah saja, Martin nekat memaksakan kakinya untuk mengejar wanita itu.     

Terdengar suara seseorang yang baru saja terjatuh. Martin terguling ke lantai karena mencoba untuk menyusul wanita itu.     

"Tunggu, Eliza!" seru Martin.     

Eliza menghentikan langkahnya lalu membalikkan badan. Terlihat pria itu sudah tersungkur di atas lantai kamar itu. Ada rasa iba di dalam hatinya.     

"Jangan berpura-pura, Martin! Aku tau kamu sengaja menjatuhkan dirimu." Eliza mengatakan hal itu dengan sangat santai seolah tanpa beban atau perasaan sedikit pun.     

Martin tak ingin memberitahukan kondisi dirinya pada wanita itu. Ia tak ingin membuat Eliza mengkhawatirkan kondisinya. Walaupun tak seharusnya ia menyembunyikan hal itu dari wanita yang sudah mampu menyentuh hatinya.     

"Martin telah lumpuh karena insiden kecelakaan yang menimpanya," terang Imelda pada Eliza.     

"Apa! Jadi Martin benar-benar .... " Tanpa menyelesaikan ucapannya, Eliza langsung menghampiri Martin dan memeluk pria itu sangat erat     

Dia tak peduli lagi dengan apapun lagi. Air mata kebahagiaan dan juga penyesalan mengalir sangat deras di wajahnya.     

"Maafkan aku, Martin. Aku terlalu egois hingga tak memikirkan keadaanmu." Eliza masih saja memeluk pria itu dalam posisi duduk di atas lantai. Dia sudah tak sabar untuk memeluk pria yang mulai dicintainya itu.     

Martin tersenyum dalam rasa sakit yang tiba-tiba kembali menjalar di dalam tubuhnya. Ia tak ingin merusak momen haru dan juga penuh kebahagiaan di antara mereka.     

Setetes demi setetes, keringat dingin mulai mengucur dan tak mungkin bisa ditahannya lagi. Martin memandang Imelda sembari terus memberikan pelukan pada Eliza. Seakan ia sedang mengirimkan sebuah isyarat kepada anak perempuan dari Davin Mahendra itu.     

"Aku mencintaimu, Eliza." Terdengar suara lirih dari Martin. Entah Eliza mendengar atau tidak, pria itu sudah kehilangan kesadarannya.     

"Martin!" Imelda berteriak saat menyadari Martin jatuh pingsan di pelukan Eliza. Kepanikan langsung memenuhi ruangan itu. Mereka langsung memanggil dokter yang menangani Martin.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.