Bos Mafia Playboy

Aku Tak Sehebat Itu!



Aku Tak Sehebat Itu!

0"Jangan gegabah, Pa! Itu sangat berbahaya jika mendatangi kantornya. Lagipula Papa Davin sudah menemuinya." Brian meneriakkan kata-kata itu menyadarkan untuk ayahnya. Ia tak ingin jika Adi Prayoga seolah akan memasuki kandang singa. Hal itu tentunya sangat berbahaya, mengingat ayahnya itu merupakan salah satu dari target operasi mereka.     
0

Mendadak Adi Prayoga kehilangan kekuatan di dalam dirinya sendiri. Rasa penasaran di dalam hatinya telah melemahkan seluruh kekuatan dan juga keyakinannya. Ia takut jika selama Irene hidup, wanita itu telah mengkhianatinya.     

"Mengapa Davin Mahendra sama sekali tak menghubungi aku? Haruskah aku yang datang ke istananya itu?" Pria tua itu mulai gelisah, berjalan mondar-mandir tanpa arah. Adi Prayoga tak bisa mengendalikan dirinya sendiri.     

"Papa Davin sedikit terluka. Mungkin beliau sedang beristirahat sebentar." Hanya jawaban itu yang bisa diberikan oleh Brian kepada ayahnya. Toh ... ia sendiri juga melihat luka yang diceritakan oleh Marco kepadanya.     

Adi Prayoga keluar dari ruangan itu. Ia sengaja memanggil beberapa bodyguard yang bekerja untuknya. Setelah beberapa pria itu berkumpul, ia pun langsung memandang mereka dengan wajah yang terlihat sangat tegang.     

"Persiapkan diri kalian! Sebentar lagi, kita akan mendatangi kediaman Davin Mahendra. Kalian pasti sudah tahu apa yang seharusnya dilakukan." Sebuah perintah dari Adi Prayoga itu membuat mereka semua langsung bergegas untuk bersiap-siap berangkat ke rumah sahabat yang pernah menjadi musuh terbesar bagi keluarga Adi Prayoga itu.     

"Hentikan, Pa!" teriak Brian dengan sangat keras. Ia tak ingin membuat mereka menghadapi situasi yang berbahaya.     

Adi Prayoga cukup terkejut dengan teriakan dari anaknya. Ia pun langsung berbalik badan dan bergerak ke arah Brian.     

"Ada apa, Brian? Kamu terlihat sangat cemas," tanya sang bos mafia pada anak semata wayangnya. Ia melihat kecemasan yang berlebihan terlukis dari wajah anaknya.     

"Lebih baik Papa tidak ke rumah Papa Davin. Sejak insiden bom di rumah itu, beberapa agan intelijen berjaga secara bergantian di sana. Bukan tidak mungkin mereka akan menangkap Papa dan juga orang-orang yang datang bersamamu." Brian tak ingin hal itu sampai terjadi pada keluarganya. Bukan karena takut, urusannya akan menjadi panjang dan bisa saja berbelit-belit.     

Pria itu mencoba memahami ucapan anaknya. Meskipun tak salah, bagi Adi Prayoga anaknya itu sedikit berlebihan dan juga mengada-ada. Tak mungkin jika mereka akan menangkap dirinya tanpa bukti apapun.     

"Bukankah Papa memiliki kamu, Brian? Kamu pasti bisa membebaskan Papa jika hal buruk sampai terjadi," tolak Adi Prayoga atas usulan yang baru saja diucapkan oleh anaknya. Ia sama sekali tak takut dengan apapun yang bisa menghadangnya. Bukan tanpa alasan, Martin sudah memiliki bukti-bukti kuat yang bisa menyeret beberapa aparat yang ingin mencari masalah dengannya.     

"Jangan bercanda, Pa! Aku tak sehebat itu. Bagaimana jika aku tak bisa menyelamatkan Papa? Hanya Papa yang aku miliki sekarang. Setidaknya, jangan meninggalkan aku seperti Mama." Brian mendadak begitu sedih mengatakan hal itu kepada ayahnya.     

Dari dalam rumah ... Imelda yang baru saja terbangun, melihat perbincangan menegangkan antara suami dan ayah mertuanya. Karena terlalu penasaran, wanita itu bergerak pelan ke arah dua pria beda generasi itu. Ia tak ingin jika Brian dan juga Adi Prayoga sampai meributkan sesuatu yang seharusnya bisa dibicarakan baik-baik.     

"Apa yang terjadi, Pa? Mengapa Papa dan Brian terlibat pembicaraan yang cukup menegangkan? Apakah ada yang salah?" Ingin rasanya Imelda melemparkan lebih banyak pertanyaan pada ayah dan anak itu. Ia sangat penasaran pembicaraan apa yang membuat mereka berdua bisa bersitegang seperti itu.     

Seketika itu, ekspresi menegangkan di antara mereka berubah drastis. Hanya tatapan penuh kasih sayang yang diperlihatkan kepada Imelda. Brian dan juga Adi Prayoga langsung mengembangkan senyuman tulus dari wajahnya. Kedatangan wanita itu mampu mencairkan suasana menegangkan di antara mereka.     

"Tidak ada apa-apa, Sayang. Aku dan Papa hanya berbincang biasa saja. Jangan berpikir yang tidak-tidak," kilah Brian pada seorang wanita yang sejak tadi memandang ke arahnya. Ia merasa jika suaminya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya.     

"Kalau benar tidak apa-apa ... mengapa suaramu terdengar sampai ke dalam sana, Brian?" Imelda tak mungkin percaya begitu saja dengan perkataan suaminya. Terlalu jelas jika mereka sempat saling menyerang dalam argumen masing-masing.     

Menyadari jika Imelda bukan seorang wanita yang bisa dibohongi, Adi Prayoga pun mendekat ke arah menantu kesayangannya. Ia tak ingin menyembunyikan apapun dari Imelda. Sebagai orang tua, Adi Prayoga tentunya tak ingin menyembunyikan apapun lagi dari seorang wanita yang sudah seperti anaknya sendiri.     

"Begini, Sayang ... Papa dan beberapa anak buah lainnya ingin mendatangi rumah Davin Mahendra. Ada hal penting yang ingin kutanyakan pada papamu," jelas Adi Prayoga pada anak perempuan dari Davin Mahendra.     

"Sepertinya akan lebih baik jika Papa tidak ke sana. Rumah itu dijaga cukup ketat setelah insiden pengeboman beberapa waktu lalu." Imelda mencoba untuk menjelaskan kondisi rumahnya saat itu. Ia tak ingin jika ayah mertuanya gegabah dan menimbulkan masalah baru bagi mereka.     

Walaupun Brian sudah mengatakan hal yang sama, Adi Prayoga merasa jika ucapan Imelda jauh bisa dimengerti. Ia langsung menyuruh seorang bodyguard untuk membatalkan rencananya. Seolah pesona Imelda telah berhasil menghipnotisnya hingga tak berdaya.     

"Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan pada Papa," kata Imelda pada seorang pria yang sudah cukup lama menjalin hubungan dengannya.     

"Katakan, Sayang," balas Adi Prayoga dalam suara lembut yang penuh kasih sayang.     

Imelda memandang suaminya sekilas lalu menatap hangat ayah mertuanya. Ia selalu merasa aman dan terlindungi saat berada di dekat Adi Prayoga. Seolah pria itu seperti seorang ayah kandung baginya.     

"Setelah menemui Om Jeffrey, Papa Davin meminta Marco untuk meretas nomor ponsel Mama Natasya. Apa sebenarnya hubungan Om Jeffrey dan Mama Natasya?" Bukan hanya Imelda yang merasa penasaran, kedua pria itu juga sangat penasaran akan kebenaran itu. Misteri apalagi yang masih tersimpan di antara mereka.     

"Papa merasa jika ada sesuatu yang masih belum dikatakan oleh Davin Mahendra pada kita. Oleh karena itu, Papa tadi berpikir untuk menemui Davin Mahendra. Rasanya sangat menyesakkan tak mengetahui sebuah kebenaran yang sudah muncul ke permukaan," ungkap Adi Prayoga dalam wajah yang terlihat sangat sedih dan tak berdaya. Ia tak bisa melakukan banyak hal sejak Martin masuk ke rumah sakit.     

Imelda akhirnya mengerti alasan ayah mertuanya ingin menemui papanya. Ia pun akan memikirkan cara agar Davin Mahendra dan juga Adi Prayoga bisa bertemu secara langsung.     

"Bagaimana kalau besok pagi kita makan siang bersama? Aku akan menghubungi Papa Davin sekarang juga." Imelda terlihat sangat bersemangat untuk sebuah makan siang bersama kedua keluarganya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.