Bos Mafia Playboy

Tinggalkan Martin!



Tinggalkan Martin!

0Selama perjalanan kepulangan mereka ke tempat tersembunyi bagi keluarga Prayoga, tak ada pembicaraan apapun yang terjadi di antara mereka. Imelda masih saja sibuk dengan ponsel miliknya. Brian pun sama, pria itu terlihat sedang membuka aplikasi toko online yang cukup populer.     
0

Di sisi lain, Eliza yang kebetulan duduk di sebelah Martin ... hanya menundukkan kepala tanpa berani menatap pria di sebelahnya. Entah karena kekecewaan atau luka hatinya karena penolakan pria di sebelahnya. Wanita itu memilih untuk diam dan menutup mulutnya dengan rapat.     

Setelah perjalanan panjang yang cukup menyita waktu, mereka pun akhirnya sampai di sebuah tempat yang dituju. Begitu mobil berhenti, beberapa bodyguard langsung berdatangan untuk membantu Martin masuk ke dalam. Sedangkan Eliza ... ia masih saja berdiri di sebelah mobil tanpa bergerak sedikit pun.     

Menyadari hal itu, Imelda lalu mendekati kekasih baru Martin dan berucap lirih di sebelahnya.     

"Masuklah dulu! Ada sesuatu yang harus aku urus," bujuk Imelda pada wanita itu. Melihat Eliza masih saja tak bergerak sedikit pun, ia memanggil Brian yang kebetulan masih berada di luar rumah itu.     

"Ajaklah Eliza masuk terlebih dahulu, Brian. Aku ingin berbicara dengan Marco sebentar," seru Imelda pada seorang pria yang berstatus sebagai suaminya yang sah. Ia sama sekali tak merasa cemburu jika suaminya itu harus mengantarkan Eliza masuk ke dalam rumah. Imelda tentunya sangat yakin jika hanya dirinya yang dicintai oleh Brian.     

Brian langsung memahami ucapan istrinya, ia pun memaksa Eliza untuk segera masuk dan menyusul Martin yang sudah berada di dalam. Ia tahu jika Imelda pasti akan membicarakan tentang Martin pada Marco yang masih berada di luar.     

Wanita itu membuka pintu mobil milik adik laki-laki dari Marco. Sebuah tatapan tajam dan penuh arti terlihat cukup jelas dari wajah Imelda. Ia masih saja tak mengerti, mengapa pria itu sama sekali tak bergerak dari mobilnya.     

"Mengapa kamu tak turun dari mobil?" tanya Imelda pada sosok pria yang hanya bisa melemparkan senyuman tanpa mampu menjelaskan apapun padanya.     

"Aku akan segera pergi dari sini. Apa yang ingin kamu tanyakan padaku?" Seakan sedang terburu-buru, Marco sudah tak sabar untuk segera pergi dari sebuah rumah dengan penjagaan ketat. Ia sangat tahu jika lokasi itu benar-benar tersembunyi dan juga tidak terdeteksi oleh satelit.     

Imelda melukiskan seringai di wajahnya. Ia menyadari jika Marco sengaja menghindari dirinya. Namun wanita itu tentunya tak ingin membuang waktu percuma.     

"Katakanlah alasan Eliza sampai menyembunyikan diri dan justru menangis di dalam toilet? Ucapan apa yang telah menghancurkan hatinya?" Dengan posisi yang masih berdiri di pintu mobil Marco, wanita itu menanyakan hal yang membuat seorang Eliza Hartanto bisa sampai menangis. Imelda ingin segalanya berjalan semestinya, terlebih hubungan antara Martin dan juga Eliza haruslah berjalan baik.     

Marco memilih untuk berpikir sejenak sebelum memberikan jawaban atas pertanyaan dari Imelda. Ia tak ingin jika jawabannya itu bisa membuat semuanya semakin memburuk.     

"Sepertinya ... Eliza sedikit salah paham atas jawaban Kak Martin. Kakakku juga memberikan jawaban yang begitu menggantung tanpa penjelasan apapun. Seolah Kak Martin telah menolak tawaran Eliza untuk hidup bersamanya." Marco menjelaskan hal itu dengan sangat hati-hati kepada wanita yang sedang mengandung cucu pertama dari keluarga Mahendra dan juga Prayoga. Satu kata saja yang salah, bisa berakibat fatal dan berbuntut panjang bagi dirinya.     

"Aku mengerti!" sahut Imelda sangat meyakinkan.     

Marco bisa bernafas lega mendengar tanggapan dari wanita itu. Seolah beban berat di atas bahunya baru saja terangkat tak bersisa. Ia bisa sedikit tersenyum walaupun masih sedikit berdebar sebelum benar-benar keluar dari tempat itu.     

"Pergilah setelah makan malam!" sambung Imelda.     

Bagai sebuah perintah yang tak bisa ditolaknya. Marco hanya bisa menuruti ucapan dari Imelda Mahendra. Dengan sangat terpaksa, ia turun dari mobil dan mengikuti seorang wanita yang lebih dulu masuk ke dalam bangunan yang tak jauh dari mobilnya.     

Sampai di dalam, mereka langsung bergabung dengan yang lainnya di kursi ruang tengah dalam rumah itu. Marco memilih duduk tepat di antara Brian dan juga Martin. Nampak sangat jelas jika ia sama sekali tak bersemangat untuk bergabung dengan mereka semua.     

"Kamu terlihat tak senang berada di sini?" tanya Brian setengah berbisik pada adik laki-laki dari orang kepercayaan keluarganya.     

"Aku takut pada wanita yang duduk di sebelahmu. Jika dia sampai mengamuk ... kita semua akan dicincang habis oleh Imelda Mahendra," jawab Marco setengah berbisik pada sang tuan rumah.     

Marco mengenal Imelda sudah cukup lama, semenjak dirinya bergabung dengan badan intelijen. Terlebih, Davin Mahendra sering mengajaknya untuk menemui sang anak perempuan bersama dengan rekannya, Alex. Tak jarang, Imelda dan juga ayahnya itu bertengkar hebat hingga menghancurkan seisi rumah. Bahkan pernah sekali, Imelda hampir menghabisi seorang bodyguard yang telah mengkhianati keluarganya. Untung saja Davin Mahendra datang tepat waktu dan menghentikan semuanya.     

"Martin! Apakah kamu benar-benar mencintai Eliza?" Tiba-tiba saja Imelda memecahkan keheningan dengan sebuah pertanyaan yang cukup mengejutkan mereka semua.     

"Apakah aku harus menjawab pertanyaanmu itu, Imelda? Bukankah itu adalah privasiku?" Martin justru melemparkan pertanyaan balasan untuk menantu dari keluarga Prayoga. Ia sengaja menanyakan hal itu karena tak ingin menjelaskan apapun mengenai ucapannya yang sebelumnya.     

Suasana di antara mereka berubah semakin menegangkan. Martin dan juga Imelda saling melemparkan tatapan tajam yang cukup mengintimidasi mereka semua. Tak ada keakraban ataupun suasana kekeluargaan dalam rumah itu. Aura dingin menyeruak masuk membekukan ketegangan di antara mereka.     

"Semua bisa dibicarakan baik-baik, Sayang. Tak perlu saling menghakimi seperti ini," bujuk Brian pada wanita yang duduk di sebelahnya. Ia takut jika kemarahan Imelda akan meledak dan mempengaruhi kesehatan bayi di dalam perutnya.     

"Dan kamu, Martin! Apa susahnya menjawab pertanyaan dari istriku? Imelda hanya berusaha untuk meluruskan kesalahpahaman di antara kalian. Jangan membuat keadaan menjadi semakin rumit," tegas Brian pada seorang pria yang masih duduk di atas kursi roda. Ia pun melirik Eliza sekilas, terlihat wanita itu hanya menundukkan wajahnya tanpa mengatakan apapun.     

Imelda sangat menghargai ucapan suaminya, ia sangat tahu jika Brian bermaksud baik pada mereka semua. Namun, wanita itu memiliki pendapatan sendiri tentang sosok orang kepercayaan keluarga Prayoga itu.     

"Bukan begitu, Brian. Aku hanya tak tahan melihat Martin terus mempermainkan Eliza. Padahal Eliza sudah berusaha untuk melakukan semuanya dengan sangat baik." Terlihat begitu jelas, ketulusan di wajah Imelda. Ia benar-benar peduli dengan wanita yang duduk di sebelah Martin itu.     

"Aku mengerti, Sayang." Brian langsung bangkit dan berdiri tak jauh dari Martin dan juga Eliza. Ia memandang pasangan itu dalam sorot matanya yang begitu tenang.     

"Jika Martin tak menginginkan dirimu ... lebih baik kamu tinggalkan saja pria ini, Eliza." Dalam waktu yang bersamaan, Martin dan Eliza sama-sama memelototi sosok Brian Prayoga.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.