Bos Mafia Playboy

Sebuah Hubungan Terlarang



Sebuah Hubungan Terlarang

0Vincent masih memandang Davin Mahendra dengan tatapan kecewa dan juga penuh penyesalan. Dia ingin sekali mengatakan apa yang pernah dilihatnya dulu sebelum ibunya menghembuskan nafas terakhir. "Apa Papa akan terus-menerus menutupi perselingkuhan Mama dan juga Prayoga?" tanyanya sambil memaksakan diri untuk tetap tenang dan tidak tenggelam oleh gejolak emosi di dalam jiwa.     
0

Pria tua itu sengaja terkekeh mendengar pertanyaan anak sulungnya. Dia tak menyangka jika Vincent sampai memikirkan hal itu. Sebuah kejadian yang selama bertahun-tahun sudah tertutup begitu rapat akhirnya harus kembali dibicarakan oleh mereka. Namun Davin Mahendra tak mungkin membenarkan ucapan anak sulungnya itu. Dia memilih menyimpannya dan hanya membiarkan dirinya yang tau ataupun terluka sendirian. "Kamu sudah salah paham, Vincent," tegasnya sambil menepuk pundak sang anak laki-laki.     

"Papa tak perlu membohongiku! Aku melihat sendiri Mama dan Prayoga keluar dari sebuah hotel di pagi hari sebelum Mama tewas dalam kecelakaan itu," ungkap Vincent dengan emosi yang naik turun karena mengingat kejadian yang membuatnya memilih meninggalkan keluarganya. Saat itu, dia tak mampu menerima semua yang dilihat dan dipercayainya. Membuat Vincent nekat meninggalkan semuanya dan memilih ke daerah konflik di perbatasan.     

Rasanya Davin Mahendra tak sanggup membayangkan perasaan anaknya saat mengetahui kebenaran itu. Dia tak ingin membawa Vincent semakin tenggelam dalam penyesalan ataupun kekecewaan kepada wanita yang sudah melahirkannya. "Papa yang menyuruh Mama menginap di hotel karena malam itu Papa ada misi darurat. Paginya Mama harus menemani Papa dalam upacara pelantikan di kantor BIN. Kamu sendiri tahu jika hubungan Mama dan juga keluarga Prayoga sangat baik. Mungkin saja Mama tak sengaja bertemu Prayoga di sana." Lagi-lagi Davin Mahendra sengaja menutupi seluruh kebenaran yang selama ini tersimpan rapat. Dia hanya ingin anak-anaknya mengingat sosok Irene Mahendra adalah sosok ibu yang baik bagi mereka. Pria itu tak peduli jika dirinya harus kembali terluka sendirian.     

"Aku tak percaya itu!" seru Vincent dengan nada suara yang cukup tegas.     

"Apa yang membuatmu tak percaya?" Davin Mahendra menatap hangat anak laki-lakinya. "Bahkan hari itu Mama membawa mobil Papa, itu artinya kalau pria tua ini sangat tau di mana mamamu berada," jelasnya dengan sangat yakin, meskipun di dalam hatinya dia memaksakan diri untuk bersikap senatural mungkin.     

Ada ekspresi kelegaan di wajah Vincent. Dia bisa lega karena yang dipikirkannya selama ini sama sekali tak benar. "Jadi ... selama ini aku sudah salah menilai Mama. Lalu, apa alasan Papa sangat membenci Prayoga jauh sebelum Mama tewas dalam kecelakaan itu?" tanyanya dengan wajah sangat penasaran. Vincent berpikir harus menanyakan hal itu sebelum dia kembali menduga-duga sendiri.     

Davin Mahendra terlihat menarik nafas cukup dalam sebelum memberikan jawaban yang sudah sangat dinantikan oleh anaknya selama beberapa tahun belakangan. Sebuah kebenaran yang sangat ingin didengar oleh Vincent. Pria tua itu menatap anak sulungnya penuh arti. Rasanya terlalu berat bagi Davin Mahendra untuk mengungkapkan sebuah alasan di balik rasa benci yang begitu besar untuk Prayoga. "Awalnya ... Papa dan Prayoga sama-sama anggota BIN dan hubungan kami benar-benar sangat dekat. Namun ada sebuah kejadian yang terjadi di antara kami setelah Papa mendapatkan promosi. Papa tak ingin menjelaskan detailnya, intinya seperti itu," jelasnya dengan tatapan sedih dan penuh penyesalan.     

"Jadi persahabatan kalian hancur hanya karena Papa mendapatkan promosi? Prayoga menjadi iri dan ingin menghancurkan Papa?" Vincent masih bertanya-tanya pada ayahnya. Dia tak menyangka jika hubungan persahabatan yang sangat dekat bisa hancur begitu saja.     

Davin Mahendra tak memberikan jawaban apapun pada anaknya. Seolah dia sengaja menutupi beberapa potong puzzle di dalam masa lalunya. Hingga tak berapa lama Marco datang dengan sebuah kabar yang cukup untuk menghancurkan momen kedekatan ayah dan anak itu.     

"Bos! Alex dan beberapa agen lain sedang melakukan penyergapan di pinggiran kota. Mereka berhasil menangkap dua pemasok senjata ilegal," terang Marco pada atasannya.     

Seketika itu juga, ekspresi Davin Mahendra langsung berubah drastis. Tatapan hangat yang juga lembut yang tadinya terlukis jelas berubah menakutkan. "Apa mereka anak buah dari Prayoga?" tanyanya.     

Marco terlihat ragu saat akan memberikan jawaban atas pertanyaan dari atasannya. Dia berusaha untuk terlihat tenang dan tak terpengaruh dengan segala yang mungkin saja terjadi. "Sepertinya transaksi ilegal itu dipimpin oleh Martin. Sayangnya, pria itu sudah menghilang sebelum mereka menangkapnya," terang Marco dengan wajah yang sulit diartikan.     

"Martin .... " Tanpa sadar Vincent mengucapkan sebuah nama yang begitu menggugah hatinya. "Dia tak mungkin sahabatku, Martin," gumamnya pelan dengan penuh keraguan.     

Marco dan Davin Mahendra memperhatikan pria yang cukup terkejut mendengar nama Martin disebutkan. Mereka menjadi penasaran dengan hal itu. "Apa kamu mengenal kaki tangan Prayoga itu?" tanya Davin Mahendra pada anaknya.     

Vincent yang tadinya terbayang kenangan di masa lalunya menjadi tersadar karena suara ayahnya. Dia pun beralih memandang Marco dan juga Davin Mahendra secara bergantian. "Mereka hanya memiliki nama yang sama. Martin yang aku kenal adalah seorang anggota pasukan khusus yang cukup hebat," jawabnya.     

Seketika itu juga Marco langsung tersedak karena mendengar jawaban Vincent. Dia tak menyangka jika Martin juga mengenal anak sulung dari atasannya. Dilihat dari ekspresi wajahnya, Vincent terlihat memiliki hubungan yang cukup dekat dengan kaki tangan sang bos mafia itu. "Semoga mereka adalah orang yang berbeda," sahut Marco pelan dengan wajah yang terlihat ragu dan juga tidak tenang.     

"Tentu saja. Martin sahabatku tak mungkin menjadi seorang penjahat bagi negaranya. Dia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hukum dan keadilan," ungkap Vincent pada dua pria yang menjadi atasan dan bawahan itu. Pria itu terlihat berpikir sejenak sebelum memutuskan untuk mengikuti ayahnya. "Aku mau ikut Papa ke markas saja," pintanya pada Davin Mahendra.     

Marco langsung membulatkan matanya mendengar permintaan dari Vincent. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba muncul di dalam hatinya. Rasanya jantung di dalam dadanya berdebar lebih cepat. Dia sangat tahu jika Martin yang baru saja diceritakan adalah orang yang sama dengan seseorang yang sangat dikenalnya. Pria itu yakin jika Vincent akan sangat kecewa saat mengetahui hal itu. Dia pun berpikir untuk menyembunyikan hal itu dari anak atasannya itu. "Kak Vincent, apakah tidak lebih baik jika Kakak istirahat di rumah saja?" Marco memberanikan diri mengatakan hal itu untuk membujuk pria di hadapannya tetap tinggal di rumah.     

"Cepat atau lambat aku akan bergabung dengan kalian semua. Bisa saja aku menjadi anak buah Papa." Vincent tersenyum kecil pada sosok pria muda di depannya.     

"Apa maksud dari ucapanmu, Vincent?" tanya Davin Mahendra sangat penasaran. Dia sama sekali belum mendengar jika anaknya akan tetap tinggal di tanah air.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.