Bos Mafia Playboy

Sentuhan Sang Bos Mafia



Sentuhan Sang Bos Mafia

0Debaran irama jantung yang tidak teratur mampu dirasakan Imelda saat tangannya menyentuh dada Brian. Terasa sangat jelas jika pria di hadapannya itu merasakan debaran hebat saat berdekatan dengan dirinya. Namun di dalam hatinya, Imelda masih tak yakin jika suaminya itu benar-benar telah jatuh cinta kepada dirinya. Sebuah keraguan yang begitu besar, membuat wanita itu tak bisa langsung mempercayai perkataan pria yang sedang bersamanya itu. Ditambah lagi, Brian yang selalu saja berganti-ganti wanita, berhasil membuatnya kesulitan untuk mempercayai kesungguhan hati suaminya sendiri. Imelda menatap lekat wajah suaminya, banyak sekali pertanyaan yang ingin dikatakannya. Namun dia tak mungkin mengatakan semuanya dan membuat pria itu merasa telah berhasil mendapatkan hatinya. "Sebuah debaran jantung tak bisa membuktikan besarnya rasa cintamu kepadaku." Lagi-lagi Imelda selalu mengelak untuk mengakui perasaan Brian akan dirinya.     
0

Pria itu mengulas senyuman kecut kepada istrinya sendiri. Rasanya Brian sudah tidak tahan untuk menunggu agar benar-benar menjadi seorang suami yang seutuhnya. Dia sangat sadar jika mengahadapi Imelda bukanlah hal yang mudah. Seorang Davin Mahendra saja tak mampu menghadapi putrinya sendiri, apalagi dia yang hanya seseorang yang menikahinya setelah cinta satu malam yang terjadi di antara mereka. "Sepertinya kita harus mengulang cinta satu malam itu. Mungkin saja kamu bisa semakin yakin jika aku sangat mencintaimu," goda Brian dengan wajah yang pura-pura serius. Padahal jauh di dalam hatinya, dia ingin sekali menertawakan ekspresi Imelda yang terlihat malu-malu dan juga sangat kesal.     

"Dasar, Playboy! Hentikan perkataan gilamu!" seru Imelda sambil mendorong pria yang berstatus sebagai suaminya yang sah. Dia pun beranjak menjauhi Brian tanpa sanggup memandang wajahnya. Wanita itu sengaja menyembunyikan perasaannya sendiri. Hatinya seolah akan meledak saat membayangkan pria yang disebutnya 'playboy' menyentuh dirinya. "Duduklah dulu! Biar aku membereskan semua barang-barang ini sebelum meninggalkan rumah sakit." Wanita itu langsung merapikan beberapa pakaian dan barang-barang. Setelah semua beres, Imelda berniat membantu suaminya untuk berjalan keluar dari ruangan itu. Namun apa yang dilakukan oleh Brian justru membuatnya kembali kesal.     

Brian melihat Imelda sedikit kesulitan membawa barang bawaannya. Dia pun berinisiatif untuk mengambil sebuah tas dari tangan istrinya dan membawanya sendiri. "Biarkan aku yang membawanya," ucapnya sambil berjalan di samping wanita yang menjadi istrinya itu.     

"Brian!" Imelda berteriak cukup keras hingga beberapa orang yang kebetulan lewat langsung melihat ke arah mereka. "Apa-apaan kamu! Kamu baru saja menjalani operasi, bisakah kamu tak membuatku khawatir?" kesal wanita yang mulai terbakar amarah karena terlalu mencemaskan jahitan bekas operasi pada suaminya itu.     

Brian terlihat sangat bingung pada teriakan itu. Dia hanya bermaksud untuk membantu istrinya saja. Namun respon yang ditunjukkan oleh Imelda terlalu berlebihan bagi dirinya. Pria itu hanya bisa memandangi sang istri sambil bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Semakin penasaran dan tak mampu menahan rasa ingin tahunya, Brian pun menarik tangan wanita yang baru saja berteriak. "Sayang! Aku hanya berniat membantumu, mengapa kamu harus berteriak sekencang itu?" tanyanya sambil terus memandangi wajah cantik sang istri.     

Saking terlalu kesal, Imelda langsung menarik rambutnya sendiri. "Rasanya aku ingin segera menghilangkan nyawa pasien seperti kamu itu, Brian," tegas Imelda lalu beranjak menuju loket pembayaran. Ternyata ... seluruh biaya administrasi dan juga perawatan sudah diurus oleh ayahnya, Davin Mahendra. Wanita itu kemudian menyusul Brian yang sudah menunggu di sebelah pintu lobby rumah sakit. "Aku sudah menghubungi seseorang untuk menjemput kita," ujar Imelda sambil duduk tepat di sebelah suaminya. Pria itu hanya menganggukkan kepalanya tanpa memberikan jawaban apapun.     

Tak berapa lama, sebuah mobil warna hitam berhenti di depan lobby rumah sakit. Keluarlah seorang pria seumuran dengan Vincent dan langsung menghampiri pasangan suami istri yang sedang duduk sambil menunggu seseorang. "Nona Imelda," sapa pria dengan sangat ramah. "Pak Davin Mahendra meminta saya untuk menjemput Anda di sini," lanjut pria itu dengan sangat sopan.     

Imelda langsung berdiri dan menatap pria yang baru saja datang itu. "Terima kasih sudah repot-repot menjemput kami," balasnya dengan wajah yang sedikit sungkan. Dia cukup tahu jika pria itu adalah anak buah ayahnya. Beberapa kali Imelda melihat pria tadi menjalankan misi dengan sosok Davin Mahendra.     

Mereka pun langsung berangkat menuju rumah besar dan cukup mewah milik Davin Mahendra. Karena sangat tidak mungkin jika Imelda meminta untuk diantar ke villa tempat mereka tinggal. Villa itu sudah seperti tempat persembunyian bagi keluarga Prayoga. Tak bisa sembarang orang mengetahui lokasi yang sengaja disembunyikan itu.     

Tak berapa lama, sampailah mereka di rumah dengan pagar tinggi dan beberapa penjaga yang berdiri di depan gerbang. Pasangan itu pun turun dan langsung masuk ke dalam rumah itu.     

Terlihat suasana rumah cukup sepi, hanya ada beberapa pelayan dan bodyguard yang berjaga di sana. Imelda langsung membawa barang-barang milik Brian ke kamarnya. Dia pun pergi menemui bodyguard yang selalu berjaga di rumahnya. "Di mana Papa dan Kak Vincent?" tanya Imelda pada seorang bodyguard yang berjaga di depan pintu.     

"Bos dan tuan muda ke markas bersama Marco. Mereka bertiga pergi dengan terburu-buru," jelas pria itu pada anak dari majikannya.     

Begitu mendengar jawaban itu, Imelda kembali masuk menemui suaminya. "Lebih baik kamu istirahat di kamarku saja, Brian. Aku akan menyiapkan makan malam untukmu dulu. Ayo ... biar aku mengantarmu ke kamar," ajaknya sambil menarik tangan Brian.     

Pria itu terus saja senyum-senyum saat Imelda menggenggam tangannya. Ada sebuah getaran aneh di dalam hatinya. Sampai di kamar, wanita itu langsung membantunya berbaring di ranjang besar dengan interior yang cukup mewah. "Sayang!" panggil Brian pada istrinya. "Temani saja aku tidur. Aku tidak lapar dan sudah sangat mengantuk," terangnya dengan wajah memohon.     

Awalnya, Imelda ingin sekali menolak permintaan suaminya. Namun melihat wajah memelas yang ditunjukkan oleh Brian, membuatnya tak tega dan ikut berbaring di samping pria itu. Hatinya berdebar saat jarak di antara mereka terlalu dekat. "Jangan dekat-dekat denganku," cetusnya sambil menatap wajah Brian.     

"Tidak bolehkah aku menyentuh anakku?" tanya Brian penuh harap.     

Imelda langsung membulatkan matanya menatap Brian. "Jangan mencari kesempatan dalam kesempitan!" ancamnya dengan wajah serius.     

"Tidak akan, Sayang," sahut Brian dengan senyuman di wajahnya yang terlihat tampan meskipun sedikit pucat.     

Wanita itu langsung membalikkan badannya. Dia berbaring membelakangi suaminya. Imelda sengaja memberikan sedikit ruang untuk Brian agar merasa nyaman saat menyentuh perutnya. Namun kenyamanan yang diberikan pada suaminya tak sebanding dengan perasaannya. Imelda merasakan jantungnya seolah akan melompat keluar, saat Brian mulai membelai lembut perutnya yang masih belum terlihat membesar. Pria itu benar-benar telah melambungkan angannya terlalu tinggi. Seakan dirinya sudah terbuai dan juga terhipnotis oleh sentuhan sang bos mafia.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.