Bos Mafia Playboy

Kita Semua Telah Ditipu!



Kita Semua Telah Ditipu!

0"Ada apa dengan Vincent?" Johnny Hartanto merasa cukup penasaran dengan perkataan adiknya yang hanya setengah jalan. Ia merasa jika ucapan Eliza memang sengaja digantungkan begitu saja.     
0

Bukannya menjawab pertanyaan itu, Eliza justru bangkit dari tempat duduknya lalu beranjak keluar menuju ke pintu.     

"Tidak ada apa-apa dengannya. Aku harus segera ke kantor." Wanita itu benar-benar pergi dari ruangan itu tanpa menjelaskan apapun pada Johnny Hartanto. Eliza merasa tak ada hal yang harus dijelaskan ataupun dikatakannya pada sang kakak.     

Eliza tak ingin mengatakan sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Ia memilih untuk menyimpan sendiri apa yang sejak tadi ada dipikirannya.     

Di Restoran     

Vincent merasa jika sudah tak ada lagi yang anak dibicarakannya pada Natasya. Ia pun pamit pergi tanpa mengatakan alasan kepergiannya. Selain itu, Vincent juga tak ingin berlama-lama berada di tempat yang sama dengan Natasya.     

Meskipun pembicaraan wanita itu cukup untuk menyentuh hatinya yang terdalam. Namun Vincent tak ingin cepat terbuai apalagi langsung mempercayai segala ucapan Natasya. Hanya satu hal yang sangat ia yakini, Irene tak akan tewas jika ia tidak terlibat skandal dengan sang bos mafia. Jelas-jelas Adi Prayoga memilih banyak musuh yang cukup berbahaya.     

Pria itu bergegas ke markas, sudah beberapa kali ada panggilan masuk ke dalam ponselnya. Meskipun tak menjawab panggilan itu, Vincent bisa memperkirakan hal apa saja yang akan mereka sampaikan.     

Dalam beberapa menit perjalanan, Vincent pun akhirnya sampai di markas badan intelijen. Ia langsung menyusul para agen yang sudah lebih dulu berada di ruang yang disiapkan khusus untuk mereka yang akan menjalankan misi rahasia.     

Baru sebentar Vincent datang, semua orang sudah berhamburan keluar. Jeffrey sengaja menunggu kedatangan anak dari Davin Mahendra itu. Sebelumnya, Vincent sudah mengirimkan sebuah pesan jika Natasya ingin berbicara dengannya.     

"Apa yang dibicarakan oleh Natasya?" tanya Jeffrey pada sosok pria yang masih berdiri tak jauh darinya.     

"Tidak ada hal yang penting. Aku sendiri juga bingung dengan alasan Tante Natasya ingin menemui diriku, Om," jelas Vincent dengan wajahnya yang tampak bingung akan tujuan Natasya mendatanginya.     

Pria itu mendekati Vincent lalu menepuk pelan pundaknya. Jeffrey tak ingin jika Natasya sampai membuat Vincent tak nyaman.     

"Tak perlu dipikirkan. Anggap saja ucapan Natasya hanyalah angin lalu saja," bujuk atasan dari Davin Mahendra itu. "Bergabunglah dengan tim, mereka akan menyergap sebuah transaksi gelap yang kemungkinan terjadi di pinggiran kota," ucap Jeffrey pada kakak laki-laki dari Imelda Mahendra itu.     

"Apakah mereka semua anak buah Adi Prayoga?" Tiba-tiba Vincent merasa sangat tertarik dengan sebuah transaksi yang kemungkinan besar dilakukan oleh sahabat dari ayahnya itu.     

Tak biasanya Vincent begitu tertarik dengan Adi Prayoga. Jeffrey merasa ada yang aneh dengan sosok pria muda itu.     

"Aku yakin jika kali ini tidak ada hubungannya dengan anak buah Adi Prayoga. Sudah beberapa waktu Adi Prayoga dan anak buahnya tak menunjukkan pergerakan apapun." Jeffrey mencoba untuk menjelaskan situasi dan juga kondisi yang akan dihadapi oleh Vincent. Tidak ada yang dilebih-lebihkan atau dikurangi sedikit pun oleh Jeffrey.     

"Kalau begitu, aku langsung bersiap untuk menyusul mereka." Vincent bergegas keluar dan langsung bergabung dengan para agen lainnya. Ia tak ingin hanya duduk-duduk di markas tanpa melakukan apapun.     

Seluruh agen sudah bersiap untuk berangkat menuju ke titik lokasi. Sebelumnya, mereka harus melakukan pengintaian terlebih dahulu di sekitaran lokasi yang akan dipakai untuk transaksi ilegal itu.     

Dengan langkah yang berhati-hati dan juga sangat waspada, Vincent dan salah seorang agen mengendap-ngendap lalu bersembunyi di sebuah bangunan tua yang tidak terpakai. Mereka memperkirakan jika target operasi mereka akan melakukan transaksi di sana.     

Setelah menunggu beberapa lama, datanglah beberapa mobil dengan iring-iringan data arah yang berbeda. Sepertinya mereka sengaja bertemu di sebuah titik tengah.     

"Berapa yang sudah siap?" tanya seorang pria tinggi besar yang baru saja keluar dari mobil.     

"Satu mobil box penuh, sesuai dengan pesanan bos-mu," jawab seorang yang lain sembari memandang ke sebuah mobil box yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berbicara.     

"Lakukan pemindahannya secepat mungkin. Jangan sampai ada kesalahan sedikit pun," cetus pria yang terdengar seperti dari pihak pemesan barang itu.     

Mereka pun memanggil beberapa anak buah untuk memindahkan barang dari mobil box. Mereka harus bergegas memindahkan barang itu ke beberapa mobil yang sudah disiapkan di sekitar lokasi.     

Saat proses pemindahan sedang berlangsung, tiba-tiba saja ....     

"Angkat tangan! Kalian semua ditangkap atas transaksi ilegal ini." Beberapa orang agen langsung menyergap mereka bersamaan. Sepertinya mereka terlalu lengah hingga tak menyadari jika mereka semua telah menjadi target operasi.     

"Brengsek! Bagaimana bisa kita tertangkap?" murka salah seorang dari mereka. Tak ingin tertangkap konyol, mereka pun berpura-pura untuk menyerah sembari mencari kesempatan untuk menggagalkan penangkapan itu.     

Dengan beberapa isyarat saja, penjahat itu sudah berhasil menggerakkan beberapa orang anak buahnya. Dalam hitungan detik, terjadi ledakan besar. Sebuah mobil baru saja meledak tak jauh dari lokasi penyergapan itu. Para agen berhamburan menjauhkan diri dari ledakan itu.     

Suasana menjadi sangat kacau, terjadi aksi saling tembak antara beberapa agen yang selamat dan anak buah mereka. Namun mereka semua tak sadar jika kekacauan itu sengaja dibuat agar dua orang yang berkuasa atas transaksi itu bisa melarikan diri bersama sebuah mobil box yang berisi bahan peledak.     

"Sial! Kita semua telah ditipu," kesal Martin begitu menyadari mobil box itu telah menghilang. Ia pun bergegas untuk menangkap beberapa orang yang tertinggal dan tak sempat melarikan diri.     

"Kita tangkap semua orang yang tersisa. Kita bisa menginterogasi mereka begitu sampai markas." Sebuah perintah baru saja dikeluarkan oleh kepala tim operasi itu.     

Para agen langsung menangkap orang-orang yang tersisa. Meskipun operasi itu terhitung gagal, mereka berhasil membawa beberapa anak buah yang tertinggal untuk diinterogasi.     

Mereka pun kembali ke markas dan langsung menginterogasi beberapa orang sekaligus dalam ruangan yang berbeda. Dari kesaksian mereka, transaksi itu dilakukan untuk mengantarkan satu mobil box penuh pesanan dari seseorang. Sayangnya tidak ada satupun dari mereka yang mengetahui identitas pemesan bahan peledak itu.     

"Menurut pendapatmu, kira-kira orang seperti apa yang memesan bahan peledak sebanyak itu?" Jeffrey bertanya pada Vincent yang juga menyaksikan proses interogasi pada beberapa orang yang tertangkap.     

"Sepertinya mereka semua tidak ada yang tahu menahu tentang majikannya, Om. Bisa saja mereka hanya orang bayaran biasa. Bukan mafia kelas kakap seperti Adi Prayoga." Lagi-lagi, Vincent mengungkit tentang sang bos mafia itu. Seolah ada perasaan yang mendalam antara dirinya dan juga Adi Prayoga. Perasaan seperti apa itu hanya Vincent yang tahu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.