Bos Mafia Playboy

Hanya Martin Yang Kumiliki Sekarang!



Hanya Martin Yang Kumiliki Sekarang!

0Brian yang sejak tadi masih berbicara serius dengan Martin, akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan ayahnya dan juga istrinya. Apalagi ia melihat kedatangan Davin Mahendra di sana. Dengan langkah cepat, Brian berjalan ke sebuah sisi di mana keluarganya berada. Ia pun langsung berdiri di sebelah Imelda yang terlihat sangat kesal.     
0

"Ada apa, Sayang?" tanya Brian begitu menyadari kekesalan di wajah Imelda. Ia bisa melihat jika istrinya itu merasa tidak nyaman berada di antara mereka.     

"Papa ingin kita selalu membawa dua bodyguard setiap kali kita pergi. Bukankah itu sangat berlebihan, Brian? Tanpa dua bodyguard itu kita juga bisa menjaga diri." Imelda masih saja tidak terima dengan dengan keputusan Davin Mahendra terhadap dirinya.     

Brian langsung mengerti inti permasalahan yang dirasakan oleh istrinya. Ia sangat tahu dan juga memahami tingginya ego seorang Imelda Mahendra.     

"Tidak ada salahnya kita membawa dua bodyguard, Sayang." Brian berusaha untuk membujuk istrinya itu agar mau menuruti keinginan Davin Mahendra.     

"Benar, Sayang. Setidaknya, sampai Natasya tidak lagi menjadi ancaman bagi kita semua. Masalahnya, kita masih belum bisa membaca langkah apa yang akan dilakukan oleh wanita itu." Adi Prayoga juga menjelaskan dengan panjang lebar pada menantu kesayangannya. Ia juga berpikir tak jauh berbeda dari Davin Mahendra. Terlebih hal itu menyangkut keselamatan dari Imelda.     

Imelda terlihat diam sejenak lalu memandang ketiga pria itu satu persatu. Ia merasa jika dirinya sama sekali tak egois. Lagi-lagi wanita hamil itu sama sekali belum menyadari kesalahannya.     

"Baiklah. Semua terserah Papa saja, percuma aku mengatakan apapun." Imelda menarik tangan Brian dan mengajaknya untuk masuk ke dalam. Ia merasa tak nyaman harus terus berhadapan dengan dua orang tua yang tak sejalan dengannya.     

Brian pun hanya bisa menuruti keinginan Imelda. Ia tak mungkin menolak ajakan dari istrinya. Pria itu hanya bisa pasrah saat Imelda menarik dan mengajaknya untuk meninggalkan dua orang pria dewasa yang duduk di kursi taman itu.     

Begitu Imelda dan Brian pergi, Davin Mahendra langsung melemparkan tatapan penuh arti pada pria di sebelahnya.     

"Kamu bisa melihat sendiri ... betapa kerasnya Imelda. Terkadang aku sampai harus menahan diriku agar bisa menahan emosi saat berbicara dengannya," jelas Davin Mahendra pada sahabatnya itu.     

"Dia terlalu pandai dalam membawa dirinya. Lagipula, Imelda juga memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya." Adi Prayoga tentunya akan membela menantu kesayangannya daripada sosok pria yang selalu membuatnya kesal.     

Davin Mahendra langsung terkekeh atas jawaban sahabatnya itu. Dia sudah menduga jika Adi Prayoga pasti akan membela anaknya. Namun hal itu benar-benar tak baik untuk mereka semua. Seharusnya, Adi Prayoga bisa menempatkan diri dalam menghadapi situasi yang rumit.     

"Aku sudah menduga jika kamu akan membela anak manja itu. Kasih sayangmu terhadap Imelda terlalu berlebihan. Hal itu bisa membahayakan dirinya. Lebih baik kamu perbaiki otak dan juga perasaanmu itu. Jangan sampai Imelda terluka karena kamu terlalu memanjakannya." Begitulah nada protes yang dilontarkan oleh Davin Mahendra. Bukan apa-apa, ia hanya ingin melakukan yang terbaik untuk mereka semua.     

"Menurutmu, apa yang harus aku lakukan pada Natasya?" Adi Prayoga sengaja mengalihkan pembicaraannya. Ia tak ingin terus disalahkan karena terlalu menyayangi Imelda. Lebih baik ia mencari topik pembicaraan lainnya.     

Kedua pria itu langsung terdiam. Mereka tahu jika pokok bahasan yang akan dibicarakan itu cukup penting dan juga berbahaya. Bisa saja hal itu menyangkut nyawa seseorang.     

"Untuk kasus ledakan gudang milikmu itu ... sepertinya kamu tidak bisa melakukan apa-apa. Selain gudang itu adalah ilegal, barang-barang yang kamu perjualbelikan juga tak memiliki ijin edar. Jika kamu ingin menghukum Natasya, kamu harus bisa membuktikan kejahatan lainnya yang telah dilakukan oleh wanita itu." Tanpa Davin Mahendra menjelaskan hal itu sekalipun, Adi Prayoga cukup mengetahuinya. Namun ucapan Davin Mahendra itu seperti mode pengingat untuknya.     

"Kejahatan apa yang bisa menjerat wanita itu ke dalam dinginnya jeruji besi hingga dia menua?" Adi Prayoga masih terus memikirkan cara agar Natasya bisa mendapatkan hukuman yang setimpal untuk semua kejahatan yang sudah dilakukannya.     

Kedua pria itu masih menenggelamkan diri dalam pikirannya masing-masing. Mereka masih saja mencari sebuah kesalahan fatal yang telah dilakukan Natasya selama ini.     

"Aku yakin jika suatu saat kita akan menemukan sebuah kejahatan yang sempurna untuk menyeret wanita itu dari hidupnya yang penuh kepalsuan." Davin Mahendra terlihat cukup percaya diri mengatakan hal itu, ia sangat yakin jika tak ada kejahatan yang bisa terus ditutupinya.     

"Bagaimana kamu bisa seyakin itu, Mahendra?" tanya Adi Prayoga pada sosok pria yang sudah dikenalnya cukup lama.     

Persahabatan Davin Mahendra dan juga Adi Prayoga terjalin sudah cukup lama. Bahkan jauh sebelum anak-anak mereka terlahir. Walaupun selama bertahun-tahun hubungan mereka sempat renggang, setidaknya di usianya yang tak lagi muda ... mereka berdua bisa kembali menjalin persahabatan dengan cukup erat.     

"Sebenarnya bukan sebuah keyakinan, melainkan sebuah harapan yang terselip di dasar hati. Aku sangat tahu jika hal itu pasti sangat sulit untukmu. Mengingat Natasya adalah mantan istrimu dan juga ibu dari anakmu. Tentunya hal itu menjadi beban tersendiri untukmu." Davin Mahendra sangat mengerti dengan beban moral yang harus ditanggungnya. Tak bisa dipungkiri jika hal itu cukup menguras pikiran dan juga tenaganya.     

"Apa Martin tinggal di sini?" Tiba-tiba saja, Davin Mahendra menanyakan keberadaan Martin. Padahal selama ini ia tak pernah menanyakan hal itu secara terang-terangan pada Adi Prayoga.     

Tentunya pertanyaan itu cukup mengejutkan bagi Adi Prayoga. Selama ini, Davin Mahendra selalu memburu orang kepercayaannya itu. Lalu ... untuk apa ia tiba-tiba menanyakan hal itu pada dirinya.     

"Untuk apa kamu menanyakan keberadaan Martin, Prayoga? Bukankah kamu sedang mengambil masa cuti?" tanya Adi Prayoga pada sahabatnya itu.     

"Apa yang kamu takutkan, Prayoga? Apa kamu pikir aku datang ke sini untuk menangkap orang kepercayaanmu itu? Jangan bodoh kamu, Prayoga!" Davin Mahendra merasa sangat kesal atas tuduhan tak beralasan yang baru saja dilemparkan oleh Adi Prayoga.     

Adi Prayoga tersenyum pilu pada sahabatnya itu. Ia sudah tak memiliki apapun lagi jika Davin Mahendra sampai menangkap Martin. Rasanya tak rela jika orang kepercayaannya itu sampai ditangkap oleh seorang agen intelijen.     

"Hanya Martin yang kumiliki sekarang, jika kamu juga membawanya ... aku takut jika tak bisa melindungi anak perempuanmu itu. Selama ini, hanya Martin yang rela mengorbankan dirinya untuk Imelda dan juga Brian." Adi Prayoga sengaja menjelaskan betapa berharganya sosok Martin bagi keluarganya. Ia tak rela jika Martin sampai harus ditangkap tanpa bukti yang jelas. Selama ini, Martin selalu berhasil untuk menghilangkan bukti keberadaannya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.