Bara

North Wind



North Wind

0Damar membaca berita online yang saat ini sedang menjadi trending di dunia maya. Hampir semua berita menampilkan berita tentang sepupunya, Bara, yang telah kembali. Bahkan berita kembalinya Bara juga di muat dalam kolom ekonomi dan bisnis. Para analisis menyampaikan pendapatnya bagaimana kembalinya cucu Tubagus Haryo Pradana akan mempengaruhi peta kepemilikan saham di MG Group. Berita tentang Bara juga ternyata banyak dibahas oleh netizen di dunia maya, banyak yang mengagumi paras Bara yang rupawan dan di tambah kekayaan yang dimilikinya membuat Bara menjadi idaman para budak-budak cinta alias bucin.     
0

"Benar, selama ini Kimmy sudah tahu." Damar memfokuskan penglihatannya pada siluet rambut keperakan milik Kimmy pada foto tersebut yang duduk di sebelah Bara.     

***     

Di kediaman Pak Haryo,Kimmy terus menggoda Bara dengan membacakan komentar-komentar bucin yang muncul di jagat maya perihal dirinya.     

"Udah, Kim. Malu gue dengernya," ucap Bara yang merasa malu sendiri mendengar komentar tentang dirinya.     

Seumur hidup baru kali ini dia menjadi pusat perhatian seperti ini, bahkan sampai menarik perhatian para budak-budak cinta. Pak Haryo ikut tertawa mendengar komentar-komentar yang dibacakan Kimmy.     

"Tahu begitu, gue ngga mau ikut ke pembukaan kemarin," ucap Bara bersungut-sungut.     

"Kamu nyesel ikut pembukaan kemarin?" tanya Pak Haryo sambil menahan tawanya.     

"Kalau tahu Kimmy bakal punya bahan buat ngeledekin saya, saya ngga bakal ikut, mau dia mohon-mohon sampai guling-guling di tanah juga ngga bakal saya ikut."     

"Untungnya kemarin lu ikut, jadi gue sekarang punya bahan buat ngeledekin lu," ucap Kimmy ceria. Seakan kemenangan ada di pihaknya.     

Bara memanyunkan bibirnya mendengar ucapan Kimmy.     

"Wah, lagi pada kumpul rupanya," sapa Pak Angga yang tiba-tiba muncul di ruang makan kediaman Pak Haryo.     

Suasana yang awalnya ceria, seketika berubah ketika Pak Angga tiba-tiba datang. Pak haryo segera meletakkan alat makannya di piring dan mengelap mulutnya.     

"Tumben kamu datang?" Pak Haryo balas menyapa Pak Angga.     

"Bara, sekarang kamu sudah besar ya. Kamu mirip sekali sama Papamu." Pak Angga tidak menghiraukan sapaan Pak Haryo dan berjalan mendekati Bara.     

Pak angga menepuk bahu Bara. Bara mendadak membatu di tempatnya. Bara bingung harus bersikap bagaimana.     

"Ngga usah kaku begitu, masa kamu lupa sama saya, mungkin karena sudah terlalu lama kita ndak ketemu ya?" ujar Pak Angga.     

Bara masih terdiam mendengar ucapan Pak Angga sementara Pak Angga terus menepuk-nepuk bahunya.     

"Kimmy, Kimmy, kamu jarang main kerumah Eyangmu, tapi kalau main kerumah Eyang Haryo kamu rajin sekali," sindir Pak Angga sambil menatap Kimmy.     

Kimmy balas menatap Pak Angga. Sorot mata Kimmy menunjukkan amarah pada Pak Angga.     

"Sebenarnya kamu mau apa datang kesini?" Pak Haryo kembali bertanya pada Pak Angga.     

"Tentu saja saya mau bertemu Bara, dia kan juga cucu saya," jawab Pak Angga.     

"Tapi melihat ekspresi kalian yang seperti tidak suka saya ada disini, saya akan menunggu saja saja di ruang kerja, daripada kehadiran saya bikin kalian ngga nafsu makan." Pak Angga kemudian pergi meninggalkan ruang makan dan berjalan menuju ruang kerja Pak Haryo.     

Pak Haryo bangkit berdiri dan menyusul Pak Angga yang berjalan menuju ruang kerjanya.     

"Apa sebenarnya maksud kedatangan kamu kesini?" Pak Haryo langsung mengkonfrontasi Pak Angga begitu mereka berdua sudah berada di dalam ruang kerjanya.     

"Kan tadi saya sudah bilang. Saya mau bertemu Bara," jawab Pak Angga santai.     

"Saya tahu kamu Angga. Kamu bukan orang yang datang berkunjung hanya untuk bertemu Bara, kamu pasti punya maksud lain."     

"Saya ngga punya maksud lain. Saya hanya mau bertatap muka dengan Bara, kenapa Mas Haryo curiga sekali dengan kedatangan saya?"     

Pak Haryo diam tidak menjawab. Dirinya masih tidak percaya jika Pak Angga datang tanpa maksud apa pun.     

"Sepertinya Bara tumbuh dengan baik, tapi kenapa reaksi Bara seperti itu ketika melihat saya?" Pak Angga kembali bertanya dengan tatapan penuh curiga pada Pak Haryo.     

Sekali lagi, Pak Haryo diam dan tidak menjawab pertanyaan Pak Angga. Pak Haryo tidak ingin adiknya itu tahu bahwa sebenarnya Bara sama sekali tidak ingat akan keluarganya.     

"Wajar saja, hampir sepuluh tahun dia tidak bertemu kita semua," Pak Haryo mencoba untuk beralasan pada Pak Angga.     

"Kapan Mas akan mengenalkan Bara dengan para pemegang saham yang lain? Mereka pasti penasaran dengan kapabilitas yang dimiliki Bara."     

Pak Angga berbicara dengan nada yang sedikit merendahkan ketika dia berbicara tentang kapabilitas yang dimiliki Bara.     

"Saya yakin Bara memiliki kapabilitas yang sama dengan Mahesa, buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Saya tidak meragukan itu, karena sedari kecil Bara sudah menunjukkan kepandaiannya," timpal Pak Haryo.     

"Saya harap juga begitu, karena akan memalukan jika Bara tidak memiliki kemampuan apa pun," ucap Pak Angga sambil menyunggingkan senyum meremehkan.     

"Kita lihat saja nanti."     

Pak angga hanya tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar ucapan Pak Haryo.     

***     

Pak angga pamit pergi meninggalkan kediaman Pak Haryo. Pada saat berjalan menuju mobilnya yang sudah ada di depan lobi rumah Pak Haryo, Pak Angga tidak sengaja berpapasan dengan penyidik swasta yang disewa oleh Pak Haryo. Keduanya saling bertegur sapa singkat sebelum akhirnya penyidik tersebut masuk kedalam rumah sambil tergesa-gesa. Pak Angga hanya tersenyum melihatnya sedang terburu-buru seperti itu.     

"Halo, bagaimana?" Pak Angga langsung menelpon seseorang begitu dirinya masuk ke dalam mobil.     

"Jaga dia, jangan biarkan dia lolos." Pak Angga memberikan instruksi pada orang yang sedang ia telpon.     

Pak Angga menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi mobil, akhirnya setelah beberapa tahun tidak menggunakan jasa orang itu, Pak Angga kembali menggunakan jasanya.     

"Kita ke tempat main golf, sudah lama saya ngga main golf," ujar Pak ang9ga pada Supir pribadinya.     

Supir pribadinya mengaangguk dan segera menyalakan mobilnya. Mereka akhirnya pergi meninggalkan kediaman Pak Haryo.     

***     

Pak Ardan terus menggebrak-gebrak pintu tempat dia disekap untuk meminta dibebaskan. Tentu saja permintaannya tidak dihiraukan oleh orang-orang yang sedang berjaga di depan pintunya. Perintah dari atasan mereka sudah jelas, mereka harus menjaga agar orang yang ada di dalam sana tidak melarikan diri. Mereka tidak berani mengambil resiko jika melanggar perintah atasannya. Karena atasannya tidak akan pandang bulu jika apa yang di perintahkannya itu dilanggar.     

"Kamu ingat suara saya?" tanya seseorang dari balik pintu kepada Pak Ardan.     

Pak ardan terdiam mendengar suara orang tersebut. Pak Ardan perlahan mundur ketakutan.     

"Kalau kamu diam, itu artinya kamu ingat siapa saya."     

Pak Ardan jatuh bersimpuh. Dia ingat jelas siapa orang yang saat ini sedang berbicara dengannya.     

"Mampus gue," batin Pak Ardan ketakutan.     

Perlahan Pak Ardan melihat kenop pintu yang diputar dari luar. Seorang pria masuk ke dalam dan menemui Pak Ardan. Pria tersebut berdiri tepat dihadapan Pak Ardan.     

"Bagaimana kabar kamu?" Tanya pria tersebut sambil membungkukkan sedikit badannya.     

"Tolong lepasin gue, Bang." Pak Ardan menatap pria tersebut dengan ekspresi ketakutan.     

Pak Ardan tahu betul dengan reputasi pria yang saat ini sedang berdiri dihadapannya. Pria yang kerap disapa Bang Ojal ini sangat terkenal dikalangan preman. Bang Ojal dikenal setia pada siapa saja yang berani membayarnya dengan imbalan yang sangat tinggi dan Bang Ojal juga berani melakukan apa pun yang diperintahkan meskipun itu harus membunuh seseorang.     

"Kebetulan hari ini pelanggan saya ada yang datang mau main golf sama kamu," ucap Bang Ojal sambil menggeser sedikit tubuhnya.     

Seorang pria paruh baya sudah berdiri di belakang Bang Ojal sambil membawa stik golf iron nomor tujuh. Bang Ojal kemudian mundur dan berdiri di belakang pria tersebut. Dengan ekspresi dingin, pria paruh baya tersebut mengelap ujung kepala stik golf miliknya dan melemparkan lapnya ke lantai. Tanpa berkata-kata pria itu melangkah mendekati Pak Ardan. Pak Ardan terus memohon ampun pada pria tersebut. Tanpa mempedulikan Pak Ardan yang memohon ampun padanya, pria tersebut mengayunkan stik golfnya dan mengenai kepala Pak Ardan. Seketika Pak Ardan jatuh tersungkur di lantai. Darah segar keluar dari hidungnya dan membasahi lantai tempatnya terjatuh.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.