Bara

The day (3)



The day (3)

0Sebelum memasuki ruang test, Bara menyempatkan dirinya untuk ke kamar mandi. Bara masuk ke salah satu bilik yang ada. Tidak berapa lama, Bara mendengar suara dua orang yang masuk ke dalam kamar mandi dan membicarakan sesuatu. Bara tidak sengaja mencuri dengar percakapan orang yang baru saja masuk.     
0

"Sial banget kita ikut test tahun ini, saingannya sama cucu yang punya perusahaan."     

"Lu tahu darimana kalau cucu yang punya perusahaan ikutan test juga?"     

"Gue ngga sengaja denger tadi pas lagi makan siang, karyawan sini pada ngomongin dia."     

Bara terdiam mendengarkan obrolan orang di luar bilik kamar mandi yang sedang membicarakan dirinya.     

"Ngapain sih dia pakai ikutan test segala, kalau kaya gini kan kita yang rugi. Dia lulus test atau ngga pasti dia bakal masuk, sedangkan kita kalau ngga lulus coba lagi tahun depan."     

"Dianggapnya test ini cuma main-main kali."     

Bara menghela napasnya dan keluar dari dalam bilik kamar mandinya. Bara ingin melihat orang yang sedang membicarakannya. Bara melangkah menuju wastafel untuk membasuh tangannya dan memandangi kedua orang yang sedang membicarakannya melalui kaca wastafel kamar mandi. Pemuda yang satu mengenakan kemeja berwarna biru dan satunya lagi mengenakan kemeja abu-abu dengan potongan rambut yang ditata menggunakan pomade. Bara menebak umur kedua pemuda tersebut tidak berbeda jauh dengannya.     

"Ikut test juga mas?" Tanya pemuda berkemeja biru pada Bara ketika sedang membasuh tangannya di wastafel.     

"Iya," jawab Bara singkat.     

"Udah terima SMS buat test kedua?" Pemuda tersebut kembali bertanya.     

"Udah, Mas juga dapat sms buat test kedua?" Bara balik bertanya kepada pemuda tersebut.     

"Udah, kita berdua dapat sms buat test kedua," jawab pemuda berkemeja biru sambil menunjuk kawannya yang berkemeja abu-abu.     

"Ngomong-ngomong test tahun ini susah banget, gue tahun lalu ikut soalnya ngga sesusah tadi," ujar pemuda berkemeja abu-abu pada kawannya.     

Bara hanya mendengarkan.     

"Iya, susah banget, tapi untungnya bisa lolos." Pemuda berkemeja biru mengiyakan ucapan kawannya.     

"Pasti gara-gara cucunya yang punya perusahaan ikutan test, makanya soal testnya dibikin susah." Pemuda berkemeja abu-abu kembali melanjutkan ucapannya.     

Semenjak Bara mencuri dengar dari dalam bilik kamar mandinya, sepertinya pemuda yang mengenakan kemeja abu-abulah yang terdengar paling kesal karena Bara juga ikut serta dengan test tahun ini.     

"Mungkin emang standarnya berubah kali mas." Bara mencoba menimpali.     

"Ngga, gue sih yakin ini gara-gara itu orang. Kalau aja itu orang ngga ikutan test, pasti beda lagi ceritanya." Pemuda berkemeja abu-abu itu semakin terlihat kesal dengan kata-kata yang diucapkan Bara. Sementara pemuda berkemeja biru hanya mendengarkan saja.     

"Masnya kayanya kesel banget," Ujar Bara mencoba bersikap tenang. Meskipun tahu orang dihadapannya ini terlihat sangat kesal.     

"Gimana ngga kesel, buat apa sih cucu pemilik perusahaan sok-sokan ikutan test."     

"Pasti, kan, dia juga punya alasan sendiri kenapa sampai ikut test, atau jangan-jangan Mas ragu sama kemampuan Mas sendiri, makanya kesal pas dengar cucunya pemilik perusahaan ikutan test, Mas jadi punya pelampiasan untuk disalahkan kalau-kalau Mas ngga lolos," ujar Bara.     

Pemuda berkemeja abu-abu bertambah kesal setelah mendengar apa yang diucapkan Bara. Pemuda tersebut kemudian berjalan menghampiri Bara.     

"Siapa lu berani ngomong gitu sama gue? Lulusan mana lu?" tantangnya.     

Bara mundur selangkah, karena jarak pemuda tersebut sangat dekat. Bara bahkan bisa mencium wangi parfum yang digunakannya.     

Pemuda berkemeja biru mencoba menengahi dengan melangkah ketengah mereka berdua.     

"Udah, Bro. Jangan bikin keributan di sini, kita masih harus test lagi," ujarnya mencoba menenangkan kawannya. Khawatir akan terjadi keributan diantara keduanya.     

"Saya belum lulus, Mas. Kayanya kalau dibandingin sama masnya, saya ngga ada apa-apanya," ucap Bara ringan.     

"Belum lulus aja udah belagu ngomongnya, paling juga lu lulus tahap pertama karena hoki." Pemuda berkemeja abu-abu bicara merendahkan Bara.     

"Saya duluan, Mas. Sebentar lagi kan test keduanya mau dimulai."     

Tidak mau semakin memperpanjang masalah, Bara segera melangkah menuju pintu keluar kamar mandi. Ketika sampai di bibir pintu, Bara memutar tubuhnya dan menatap pemuda yang sedari tadi kesal dengan keberadaannya di test kali ini.     

"Oh iya mas, saya ikut test ini juga bukan untuk main-main," seru Bara tegas dan kemudian melangkah keluar dari dalam kamar mandi.     

Pemuda berkemeja abu-abu tersebut tiba-tiba terdiam setelah mendengar ucapan Bara.     

"Lu kenapa? kok tiba-tiba diem?" tanya rekannya ketika melihat pemuda itu tiba-tiba terdiam.     

Pemuda berkemeja abu-abu tersebut mengingat kata-katanya sendiri ketika mengatakan bahwa cucu pemilik perusahaan mengikuti test hanya untuk main-main.     

"Jangan-jangan dia orang yang daritadi kita omongin?" Ujarnya sambil melongo.     

"Siapa?"     

"Cucu yang punya perusahaan, lah, siapa lagi?"     

Seketika keduanya melongo dan menatap pintu kamar mandi yang sudah menutup dihadapannya.     

*****     

Memasuki ruang test untuk menjalankan test tahap kedua, Bara merasa mata para karyawan MG Group mengarah padanya. Hal ini membuat Bara sedikit salah tingkah dan tidak nyaman. Untuk test tahap kedua ini posisi duduk para peserta yang terpilih dibuat berjauhan. Bara kembali mengambil posisi duduk di sudut. Tidak lama setelah Bara duduk, dua orang pemuda yang tadi bertemu dengannya di kamar mandi, masuk ke dalam ruang test. Pemuda berkemeja abu-abu memandang kearah bara dengan tatapan sinis, Bara membalas tatapannya dengan menatap pemuda itu dengan tenang. Staff HRD kembali menjelaskan proses yang akan dilalui para peserta ujian. Semua peserta mendengarkan dengan seksama. Selesai memberi penjelasan, para Staff pun mulai membagikan soal. Setelah semua soal selesai dibagikan, tiba-tiba pemuda berkemeja abu-abu yang Bara temui di kamar mandi mengangkat tangannya.     

"Ya, ada apa?" Tanya staff yang melihatnya mengangkat tangan.     

"Test kali ini ngga adil, kalian ngadain test ini cuma untuk formalita," serunya dengan lantang.     

Peserta yang lain terkejut dengan keberanian pemuda tersebut. Para staff yang ada di ruangan terkejut dan memperhatikan pemuda tersebut.     

"Kalian curang, buat apa kita semua susah payah seleksi disini dan bersaing sama cucu pemilik perusahaan? Pada akhirnya yang bakal lolos pasti cucu pemilik perusahaan."     

Peserta yang lain mulai berbisik-bisik mendengar apa yang disampaikan pemuda tersebut. Bara sendiri menjadi tidak nyaman setelah mendengar apa yang dia sampaikan. Suasana ruang test menjadi gaduh dan beberapa peserta mulai ikut memprotes.     

"Tenang, tenang, kalian semua disini diperlakukan sama, tidak ada yang mendapat perlakuan istimewa." Seorang staff mencoba menyakinkan peserta test.     

"Ngga mungkin kalian ngga mengistimewakan cucu pemilik perusahan, kalau kalian mau membuktikan kalian bisa bersikap netral, saya minta dia dikeluarkan dari ruangan ini." Pemuda tersebut semakin berani dan dia menunjuk ke arah Bara.     

Sontak peserta yang lain memandang ke arah Bara dan kemudian kembali berbisik-bisik. Suasana ruang test pun menjadi semakin gaduh. Bara menjadi semakin tidak nyaman dengan orang-orang yang berbisik-bisik sambil memandang kearahnya. Para Staff mulai kebingungan dengan situasi ruang test yang semakin tidak kondusif. Bara kemudian berdiri dari kursinya.     

"Kalau kalian yakin sama kemampuan kalian, harusnya kalian ngga perlu khawatir sama kehadiran saya di test ini," ucap Bara tenang.     

Pemuda berkemeja abu-abu yang sudah merasa di atas awan karena berhasil mengkonfrontasi peserta ujian, menatap Bara tajam.     

Peserta yang lain terdiam mendengar ucapan Bara.     

"Kalau kalian merasa para staff di sini ngga bisa bertindak adil karena saya cucu pemilik perusahaan, saya akan keluar dari test ini dengan sukarela." Bara melanjutkan ucapannya sambil merapikan barang-barangnya dan bersiap untuk keluar dari ruangan test.     

Suasana ruang test menjadi hening. Seorang pria paruh baya tiba-tiba masuk ke dalam ruangan test.     

"Tidak akan ada yang keluar dari test ini, kalau pun kalian harus keluar dari test ini, itu karena kemampuan kalian yang masih belum memenuhi standar di perusahaan kami," ujarnya.     

Bara mengenal siapa yang baru saja masuk kedalam ruangan test. Dia adalah Pak Gilang.     

"Saya Gilang, Kepala Departemen HRD di perusahaan ini, saya pastikan tidak ada yang mendapat perlakuan di test ini, sekalipun itu cucu pemilik perusahaan," ucap Pak Gilang tegas.     

"Saya harap kalian bisa tenang dan kembali melanjutkan testnya," lanjut Pak Gilang.     

Bara kembali duduk di kursinya.     

"Jadi bagaimana? Sudah bisa dimulai testnya?" Tanya Pak Gilang.     

"Bisa." Meskipun ragu-ragu para peserta kompak menjawab pertanyaan Pak Gilang.     

"Bagus kalau begitu, buktikan kalau kalian layak diterima disini."     

Situasi perlahan kembali kondusif dan para peserta mulai mengerjakan soal yang sudah mereka terima. Para staff merasa lega akhirnya test bisa kembali berjalan dengan tenang.     

*****     

Selesai menjalankan test tahap kedua, Bara segera kembali menuju ke kediaman Pak Haryo. Sepanjang perjalanan Bara tertidur di mobil. Ternyata menjalani dua test di hari yang sama benar-benar menguras otaknya. Begitu sampai di kediaman Pak Haryo, Supir pribadinya langsung membangunkan Bara. Bara mengucek matanya dan segera bangkit melangkah keluar dari dalam mobil. Yang dipikirkan Bara saat ini hanyalah segera berbaring di kasurnya. Namun ternyata Pak Haryo sudah menunggunya di ruang depan.     

"Gimana testnya?" Sapa Pak Haryo ketika Bara masuk.     

Bara segera menghampiri Pak Haryo dan segera mencium tangannya. Bara kemudian duduk di sebelahnya.     

"Ya lumayan, tinggal tunggu saya lolos ke tahap ketiga atau ngga," ujar Bara.     

Bara kemudian terdiam sebentar dan memalingkan wajahnya ke arah Pak Haryo. "Jangan-jangan Eyang sudah tahu hasil test saya."     

"Pastinya," ucap Pak Haryo sambil tersenyum dan melipat kedua tangan di depan dadanya.     

Pak Haryo telah menerima laporan bahwa skor yang diperoleh Bara pada test kali ini di atas rata-rata peserta yang lain. Pak Haryo memandangi Bara yang sedang menatap ke arahnya.     

"Kamu lupa kalau saya ini masih pemimpin tertinggi disana?" Ujar Pak Haryo sambil menyentil kening Bara.     

bara sambil menggosok-gosok keningnya yang kemerahan akibat sentilan pak haryo. "Jadi saya lolos tahap kedua juga?"     

"Kerja bagus hari ini, saya bangga sama kamu," seru Pak Haryo sembari tersenyum pada Bara.     

"Baguslah, ngga sia-sia usaha saya buat hari ini." Bara merasa lega dengan apa yang diucapkan Pak Haryo. Bara merebahkan kepalanya pada sandaran sofa.     

"Ingat, kamu masih ada dua test lagi."     

Bara mengacungkan jempolnya pada Pak Haryo.     

"Ya sudah, sana kamu istirahat. Besok kita akan pergi ke kantor Rudolf, ada yang harus kamu tanda tangani."     

Bara bangkit berdiri dan memasang sikap hormat pada Pak Haryo. "Siap Bos!"     

"Anak ini, setelah berani membentak saya, sekarang berani ngeledek saya juga rupanya."     

Bara hanya terkekeh mendengar ucapan Pak Haryo.     

"Saya permisi dulu, Eyang." Bara tersenyum jahil pada Pak Haryo dan pamit undur diri.     

Pak Haryo hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Bara yang sudah semakin terbuka padanya.     

"Semakin hari, kamu semakin mengingatkan saya pada Mahesa," batin Pak Haryo mengenang putranya.     

Pak Haryo memandangi punggung Bara yang sedang berjalan menuju kamarnya. Ia kemudian bangkit dari sofanya dan kembali menuju ruang kerjanya.     

****     

Pak Bima melihat jam tangannya, sudah jam sepuluh malam. Dia bergegas merapikan meja kerjanya untuk segera pulang. Namun sebelum pulang, Pak Bima terlebih dahulu harus menemui seseorang. Pak Bima meminta supirnya untuk mampir di salah satu gerai makanan cepat saji yang berada tidak jauh dari kantor mereka. Begitu tiba di gerai tersebut, Pak Bima segera menemui seorang pria muda yang sudah menunggunya.     

"Kerja bagus hari ini," ujar Pak Bima sambil menyerahkan sebuah amplop coklat pada pemuda tersebut.     

"Kalau cuma bikin keributan kaya tadi, sih, gampang." Pemuda tersebut mengambil amplop yang diberikan Pak Bima padanya dan mengintip isinya. Pemuda itu kemudian tersenyum lebar sambil menghitung lembaran uang yang ada di dalam amplop tersebut.     

"Bapak bakal jamin saya keterima, kan? Sejujurnya saya agak takut pas bikin ribut-ribut tadi," tanya pemuda tersebut pada Pak Bima.     

"Kamu tenang saja, selama kamu mengikuti apa yang saya perintahkan, saya akan jamin kamu berhasil masuk," ujar Pak Bima meyakinkan pemuda tersebut.     

"Tenang aja kalau itu sih, Pak."     

"Kamu persiapkan diri kamu untuk test selanjutnya."     

"Baik Pak."     

"Saya permisi dulu."     

"Hati-hati di jalan, Pak. Makasih uang jajannya." Pemuda tersebut melambaikan tangan pada Pak Bima. Pak Bima tidak terlalu memperdulikannya dan berjalan keluar meninggalkan gerai makanan cepat saji tersebut.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.