Bara

Est-ce La Fin? 11



Est-ce La Fin? 11

0Hari berikutnya mereka kembali melakukan kegiatan menyelam dan snorkeling. Namun diselingi dengan menjelajah gua-gua peninggalan masa lalu yang konon menyimpan lukisan tertua di dunia.     
0

Sore hari, mereka sudah kembali berada di kapal dan bersantai. Maya, Kimmy dan Raya bersantai bersama di kursi santai yang ada di geladak sambil menikmati pemandangan matahari yang hampir terbenam.     

"Lu bukannya sebentar lagi mau ke Milan, tapi malah jadi tanning begitu," ujar Kimmy.     

"Bukannya makin gelap makin eksotis?" sahut Raya.     

"Betul." Maya menyetujui ucapan Raya.     

"Ya, iya, sih. Tapi, ngga semua designer nerima modelnya berkulit gelap, Ray," timpal Kimmy.     

"Ya, kalo itu gue ngga paham. Tapi menurut gue, kulit Maya malah jadi eksotis bagus begitu," puji Raya pada Maya.     

Maya tertawa pelan mendengar pujian yang dialamatkan Raya padanya. "Thank you, Raya darling." Ia lalu melirik pada Kimmy. "Udah, lah, ngga usah khawatirin soal penampilan gue nanti di Milan. Mereka pasti tetap pake gue buat jadi modelnya meskipun kulit gue gelap begini."     

Kimmy memainkan matanya. "Iya, deh. Maya Andini gitu, loh."     

Maya tertawa mendengar ucapan sarkas Kimmy. "Lu yakin ngga mau tampil lagi buat tahun ini, Kim?"     

"Loh, emangnya Kimmy ngga ikut tampil di Milan?" tanya Raya.     

"Ngga, Ray. Udah dua tahun gue ngga ikut ke Milan sama Maya. Tahun ini pun, gue ngga ikut, May," terang Kimmy.     

"Emangnya kenapa?" tanya Raya.     

Kimmy menghela napasnya. "Kalo kita berdua pergi, terus yang ngurusin butik siapa?"     

"Wait, gue punya ide," seru Maya tiba-tiba. Ia kemudian menegakkan tubuhnya dan menatap Raya yang masih berbaring di kursi santai.     

Raya keheranan dengan tatapan yang diberikan Maya padanya. "Kenapa?"     

"Kenapa kita ngga ajak Raya buat gabung di butik. Pengalaman dia kerja di kantor pasti bisa bantuin kita buat ngurusin macem-macem di butik," ujar Maya berapi-api.     

Kimmy seketika membuka kacamata hitamnya dan menoleh pada pada Raya. "Kalo lu bisa nemuin keanehan di laporan keuangan perusahaan, berarti ngurus keuangan butik bukan hal yang sulit buat lu, kan?"     

Raya mengerjap-ngerjapkan matanya pada mereka berdua. "Maksudnya? Kalian mau minta gue buat ngurusin butik kalian?"     

Kimmy menegakkan tubuhnya. Ia dan Maya kemudian mengangguk bersamaan.     

"Terus kerjaan gue dikantor gimana?" tanya Raya.     

"Ya resign, lah, Ray," jawab Maya. "Ngga usah mikirin soal gaji. Gampang itu kalo soal gaji. Lu ngga akan nyesel, deh, kalo kerja sama kita."     

Bara dan Damar tiba-tiba datang menghampiri mereka. "Kayanya ada yang mau ngebajak orang kita, Dam."     

Damar manggut-manggut. "Yang dibajak ngga tanggung-tanggung lagi."     

"Karyawan di kantor, kan, masih banyak," sahut Kimmy. "Raya pindah ke kita juga kalian masih punya ribuan di kantor."     

Bara dan Damar tertawa mendengar ucapan Kimmy.     

"Lu mau kerja sama mereka, Ray?" tanya Bara pada Raya.     

"Gue, sih, ngga masalah kerja dimana aja. Selama bayarannya cocok," ujar Raya sambil tertawa pelan.     

"Pokoknya lu ngga bakal nyesel kerja bareng kita, Ray. Daripada kerja di kantor, kenalan lu ngga bakal nambah klo cuma duduk di belakang komputer doang. Kalo sama kita, pasti kenalan lu makin banyak," bujuk Maya.     

Raya tersenyum mendengar ucapan Maya. "Nanti gue kirim lamaran kerja gue ke lu."     

Maya dan Kimmy langsung tos setelah mendengarkan ucapan Raya. Sementara Bara dan Damar hanya menghela napasnya melihat satu orang karyawannya dibajak di depan mata mereka sendiri.     

-----     

Malam semakin berlanjut ketika Arga mulai bercerita tentang awal perkenalannya dengan Bara. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Bara adalah adalah cucu dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja.     

"Gila aja, gue ngomongin soal cucu yang punya perusahaan di depan orangnya langsung," ujar Arga yang mengundang gelak tawa mereka semua yang ada di meja makan.     

"Wah, lu dari dulu emang suka gosip, ya?" ujar Ben pada Arga sambil manggut-manggut.     

"Dulu gue dapet informasi soal Karyawan kantor, semuanya dari dia," sahut Bara. "Mulai dari yang bawel, rewel kalo pesen makanan, yang sering lembur, sampai yang pelit ngga pernah beliin makanan kalo lagi nitip. Semua dia yang ngasih tahu."     

Semuanya kembali tertawa setelah mendengar ucapan Bara.     

"Waktu dia ngajak ke ruangannya Kimmy, gue pikir dia mau nyolong disitu. Pas disitu, gue baru tau kalo dia ternyata cucunya yang punya perusahaan," lanjut Arga.     

"Parah lu, masa sampe lu kira mau nyolong," sergah Reno.     

"Ya, abisnya waktu itu mencurigakan banget," timpal Arga.     

"Tapi, Arga juga yang pernah nolongin gue waktu ada orang yang nyerang gue di basement," sahut Bara.     

"Gara-gara itu, gue berakhir jadi nemenin Pak Haryo mancing tiap hari," ujar Arga sambil tertawa pelan. "Gue sampe bosen ke pemancingan."     

"Lu ngga mau mancing disini, Ga?" sela Damar.     

Arga langsung menggeleng cepat.. "Ngga, ngga, gue masih belum mau pegang pancingan dulu."     

"Lah, kemarin lu mau ke pemancingan?" sahut Ben.     

Arga menghela napasnya. "Itu spesial, gue bukan mancing, tapi nyebur ke dalem pemancingan."     

"Serius, lu nyebur ke pemancingan?" tanya Damar tidak percaya.     

Arga terkekeh. "Gue cuma nyebur sampe ke tengah, sisanya gue suruh orang buat berenang ke dalam kolam itu."     

"Hmmm," gumam Damar seraya melirik kepada Arga.     

"Lu ngapain nyebur ke pemancingan, Ga?" tanya Rico penasaran.     

"Lu ngga tau, Ric?" Maya balik bertanya pada Rico.     

Rico menggeleng. "Emang dia lagi ngomongin pemancingan yang mana?"     

Maya menghela napasnya. "Pemancingan yang sempat viral itu."     

"Yang ada kerangka manusianya?" Rico membelalak tidak percaya.     

Maya mengangguk.     

"Itu settingan kalian?" Rico kembali bertanya.     

"Kurang lebih begitu," sahut Ben sambil tersenyum pada Rico.     

Rico melongo tidak percaya.     

"Tapi, kerangka yang ada di dalam situ beneran. Kita cuma cari gimana itu bisa ke blow up dengan cepat," ujar Ben.     

"Dan, kalian akhirnya kalian bayar Influencer?" Rico menatap Ben tidak percaya.     

"Influencernya rekomendasi dari Maya," jawab Bara.     

Rico geleng-geleng tidak percaya. "Wah, gila lu semua."     

"Lu mau liat yang lebih gila, ngga?" tanya Reno pada Rico.     

Rico segera menoleh pada Reno. "Apa lagi yang lebih gila dari kalian yang setup penemuan kerangka serapi itu?"     

Reno menyeringai dan berjalan menghampiri Rico. Ia kemudian menunjukkan video yang ada di ponselnya. Mata Rico membelalak begitu melihat video yang ada di ponsel Reno. Damar dan Adrian yang duduk di sebelahnya turut penasaran dengan video yang diperlihatkan Reno dan mendekat untuk melihatnya.     

Rico, Damar dan Adrian nampak sangat serius menonton video yang ada di ponsel Reno. Setelah selesai melihat video tersebut, ketiganya kompak menatap Ben yang sedang menyeruput minumannya.     

"Kenapa?" tanya Ben yang keheranan dengan tatapan yang diberikan Rico, Damar dan Adrian.     

"Ngga nyangka, kan, Ben bisa kaya gitu," gumam Reno.     

"Gue pikir dia cuma bisa ngehack sama nonton drama," sahut Damar.     

Ben akhirnya menyadari arti tatapan yang diberikan ketiganya. "Ah, itu bukan apa-apa. Abis itu, napas gue langsung ngap-ngapan."     

"Ah, lu gila," seru Rico. "Lu bisa nancepin piso ke kepala orang, masih berani bilang itu bukan apa-apa."     

Ben tertawa mendengar ucapan Rico. "Maksudnya gue masih bisa lebih dari itu. Mau coba ngga?"     

"Lu mau ngapain?" Rico sedikit ketakutan karena Ben mulai berjalan ke arahnya.     

Ben menarik tangan Rico dan membawanya ke dekat tiang kapal. "Diri disini, jangan bergerak." Ia kemudian kembali ke meja makan dan mengambil sebuah apel dari atas meja makan. Setelah itu ia kembali berjalan ke arah Rico dan meletakkan apel tersebut di atas kepala Rico.     

Semua yang ada di meja makan langsung berdiri dan menghampiri keduanya. Mereka ingin melihat aksi yang akan dilakukan Ben dari dekat. Ben tiba-tiba sudah mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya. Ia membuka pisau itu dan menatap Rico.     

"Ini piso kesayangan gue, makanya selalu gue bawa kemana-mana. Buat perlindungan diri juga," ujar Ben sambil menatap Rico.     

"Wait, wait, wait. Lu mau ngapain?" seru Rico ketika melihat Ben yang sudah ambil ancang-ancang untuk melempar pisau tersebut.     

"Tenang aja, dari semua percobaan gue ngelempar pisau, gue cuma gagal sekali," ujar Ben sambil menyeringai. "Lu jangan banyak bergerak, atau pisau ini nanti nancep di jidat lu."     

"Bangsat lu, Ben," sergah Rico.     

Ben tertawa. Lalu tiba-tiba ia langsung melemparkan pisaunya ke arah Rico. Semua yang melihat itu ikut menahan napasnya ketika Ben melemparkan pisaunya. Sementara Rico memejamkan matanya.     

Beberapa saat kemudian, Bara dan yang lainnya bertepuk tangan. Rico perlahan membuka matanya. Ben sedang berjalan ke arahnya. Ia kemudian meraih apel yang ada di atas kepala Rico. Pisau yang dilemparkan Ben, menancap tepat di apel tersebut. Ben memotong apel tersebut dengan santai dan memberikannya pada Rico.     

"Brengsek lu," Rico meninju lengan Ben. Ia kemudian menerima potongan apel tersebut sambil tertawa-tawa pada Ben.     

*****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.