Bara

Est-ce La Fin? 6



Est-ce La Fin? 6

0"Wah," gumam Maya ketika melihat hamparan laut pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh lautan biru yang luas.     
0

Bara ikut mengintip ke luar jendela sambil menempelkan dagunya di pundak Maya. "Ini pertama kalinya gue liat laut sebagus itu." Ia ikut terpukau dengan pemandangan yang ada di depan matanya.     

Maya tertawa pelan mendengar ucapan Bara. "Biasanya cuma liat Ancol aja, ya?"     

Bara mengangguk pelan. "Lu udah pernah kesini, May?"     

Maya mengangguk. "Dan, tiap kesini gue kaya baru pertama kali terus. Gue selalu takjub sama pemandangannya."     

"Gue juga selalu takjub liat yang ada di depan gue," ujar Bara. Ia mengangkat kepalanya dari bahu Maya dan menatapnya.     

Maya masih melihat keliar jendela pesawat, namun senyumnya terkembang dan pipinya merona. Ia lalu menoleh dan menatap Bara. "Belakangan ini, lu semakin jago ngegombal, ya."     

Bara tertawa mendengar ucapan Maya. "Gue udah pernah bilang, kan. Kalo gue ngegombal cuma sama lu doang."     

Pipi Maya semakin merona. Ia membelai lembut wajah Bara. "Setelah semua dendam lu sama Hanggono selesai, lu jadi keliatan lebih santai."     

Bara tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Gue udah lega. Sekarang, gue tinggal fokus buat jalanin hidup gue selanjutnya tanpa ada ganjalan apa pun."     

"Bagus, kalo begitu. Lu jadi ngga cepet ubanan karena kebanyakan pikiran," sahut Maya.     

Bara seketika meraih rambutnya. "Emangnya gue udah ubanan?"     

Maya mengangguk. "Gue pernah liat ada uban di kepala lu."     

"Ngga mungkin," sahut Bara cepat.     

"Serius," timpal Maya. "Coba sini gue liat." Ia kemudian memaksa Bara untuk merunduk dan mencari-cari rambut uban di kepala Bara. "Mana, ya, tadi kayanya gue sempet liat ada uban."     

"Ngga mungkin, May." Bara kembali menegakkan tubuhnya.     

"Tadi ada, kok," ujar Maya tak mau kalah. Ia tetap berusaha untuk mencari uban di kepala Bara.     

Tiba-tiba terdengar pengumuman dari Pilot bahwa pesawat akan segera mendarat dan para penumpang diharapkan untuk kembali ke tempat duduk dan kembali mengenakan sabuk pengamannya.     

"Udah, udah, nanti aja carinya," ujar Bara sembari memegangi tangan Maya.     

"Ih, penasaran tau."     

"Nanti, aja. Sebentar lagi kita mau mendarat. Lagian mau dicari sampai kapan juga ngga bakal ketemu," ucap Bara.     

Maya sedikit memonyongkan bibirnya.     

Melihat Maya yang sedikit memonyongkan bibirnya membuat Bara tergelitik untuk menciumnya. Maya tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya ketika Bara tiba-tiba mengecup pelan bibirnya.     

"Dasar," gumam Maya. Ia langsung memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan wajahnya yang merona.     

Damar dan Kimmy gantian menggoda Bara dan Maya. "Sekarang kita yang ngontrak, Kim," goda Damar ketika mereka melihat Bara yang mencium Maya.     

Kimmy terkekeh. "Mereka lebih bucin daripada kita, Mas."     

-----     

Setelah perjalanan selama kurang lebih lima jam lima belas menit, akhirnya pesawat jet pribadi milik keluarga Pradana mendarat di bandara Domine Eudard Osok, Sorong. Semua penumpang turun dari dalam pesawat. Sembari meregangkan tubuhnya mereka semua memperhatikan bandara yang tampak tidak terlalu ramai ini.     

Arga kembali memperhatikan sekelilingnya. Ben yang berdiri di sebelahnya segera berbisik pada Arga. "Kalo lu iri ngeliat pasangan-pasangan itu, tangan gue nganggur nih." Ia kemudian terkikik setelah mengucapkan kata-katanya sendiri. Sementara Arga meliriknya dengan sebal.     

Mereka akhirnya berjalan masuk ke dalam bandara. Setelah melalui pemeriksaan, mereka keluar dari bandara untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju pelabuhan.     

-----     

Setelah perjalanan darat menuju pelabuhan, Bara dan yang lainnya akhirnya tiba di pelabuhan.     

"Kapal kita yang mana?" tanya Maya pada Bara begitu mereka tiba di pelabuhan.     

Bara tersenyum pada Maya. "Cari yang namanya tiara."     

Maya mengenyitkan dahinya. "Tiara?"     

"Yang itu, tuh," sela Ben tiba-tiba. Ia menunjuk sebuah kapal phinisi berwarna putih. Pada lambung kapal tersebut terdapat sebuah nama dalam bahasa prancis yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti tiara.     

Maya menoleh tidak percaya pada Ben. "Lu bisa bahasa Prancis?"     

"Dia juga bisa bahasa Rusia," bisik Bara.     

Ben menoleh sembari memainkan alisnya. Ia kemudian berjalan mendahului keduanya. Maya menggeleng tidak percaya melihat Ben yang berjalan mendahului mereka. Ia kemudian menoleh pada Bara. "Nice boat." Mereka kemudian berjalan menghampiri kapal tersebut.     

Bara dan yang lainnya begitu terpukau ketika mereka tiba di dekat perahu layar yang akan menjadi tempat tinggal selama lima hari ke depan. Semakin terpukau ketika mereka naik ke atas dek perahu layar tersebut.     

"Welcome on boards," seru seseorang yang menyambut kedatangan mereka semua di atas perahu.     

Damar yang pertama kali menoleh karena merasa mengenali suara orang yang menyambut mereka. "Rico? Kok, lu bisa ada di sini?"     

Kimmy ikut menolah ketika mendengar Damar menyebut nama Rico. Ia juga turut keheranan melihat kehadiran Rico. Selanjutnya Maya dan Bara ikut menoleh bersaaman lalu disusul dengan yang lainnya. Bara nampak tidak terkejut dengan kehadiran Rico.     

"No Rico, no party," seru Rico sembari tersenyum lebar dan menghampiri yang lainnya sambil membawakan minuman yang sudah ia siapkan di baki yang ia bawa.     

"Wah, kalo udah ada dia, berarti kita mau pesta beneran," ujar Reno sambil menyenggol lengan Ben.     

"Ini kayanya semua member Millenium ngumpul disini, ya." Rico manggut-manggut sambil memperhatikan orang-orang yang sedang berkumpul diatas dek kapal.     

Bara dan yang lainnya tertawa sambil menikmati minuman yang disajikan Rico pada mereka. Rico menyajikan segelas mojito untuk mereka semua. Namun, khusus untuk Damar, Rico hanya memberinya dengan infused water campuran lemon dan ketimun.     

Tiba-tiba seseorang muncul dari balik ruang kemudi. Ia turut menyambut Bara dan yang lainnya. "Gimana minumannya?"     

Adrian menoleh. "Ale?" Ia kemudian mengalihkan perhatiannya ke arah Bara. "How?" tanyanya tidak percaya.     

Bara tertawa pelan sambil menaikkan satu alisnya.     

"Udah siap berangkat?" seru Ale sambil melirik ke arah Bara.     

"Gimana? Siap?" Bara melemparkan pertanyaan pada yang lainnya.     

"Siap," seru yang lainnya kompak.     

Ale kemudian menoleh ke arah ruang kemudi. "Berangkat, Kapt," serunya pada kapten kapal yang sudah siap di balik kemudi kapalnya.     

Ketika kapal mulai berjalan meninggalkan dermaga, Ale turun dari geladak dan menghampiri Adrian. Ia langsung merangkul Adrian sembari tersenyum lebar.     

"Lu, kok, bisa ada disini?" tanya Adrian ketika Ale melepaskan pelukan mereka.     

Ale tertawa pelan sembari menoleh pada Bara. "Dia tiba-tiba hubungin gue."     

"Gimana caranya?" tanya Ben.     

Ale mengangkat bahunya. "Gue juga ngga tau, gimana caranya dia nemuin gue. Dan, disini lah gue sekarang." Tatapan Ale kemudian tertuju pada Hazel yang sedari tadi berdiri di sebelah Adrian. "He's?"     

"Oh, ya." Adrian menarik Hazel agar lebih mendekat padanya. "Kenalin, ini Hazel." Adrian lalu menoleh pada Hazel. "Zel, Ini Ale."     

Mata Hazel langsung membulat. "Oh, ini Ale yang sering lu ceritain itu. Hello Ale." Ia mengulurkan tangannya dan berjabat tangan dengan Ale.     

"Ale," sahut Ale sambil menjabat tangan Hazel.     

Damar tiba-tiba mengampiri Adrian dan Ale. Mereka bertiga tiba-tiba berpandangan, lalu sedetik kemudian mereka berangkulan.     

"Akhirnya kita ketemu lagi," gumam Ale.     

Nasib yang membawa mereka bertiga pergi meninggalkan kampung halaman mereka. Setelah sekian lama, akhirnya Damar bisa bertemu dengan orang-orang yang bisa menyambungkannya dengan tempat asalnya. Mereka berangkulan seperti masa kecil mereka dulu sebelum mereka dibawa pergi meninggalkan kampung mereka oleh Hanggono.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.