Bara

Fast Vorbei 8



Fast Vorbei 8

0"Jadi, kematian Hanggono sama narasumber acaranya Mbak Noni semalem udah lu perhitungkan sebelumnya?" ujar Maya tidak percaya.     
0

Bara mengangguk pelan. "Gue tahu, orang-orang di atas Hanggono ngga bakal biarin skandal itu terungkap. Citra keluarga yang udah mereka bangun bertahun-tahun bisa hancur dalam sekejap kalau terbukti mereka terlibat dalam skandal kaya gitu."     

"Gue bahkan ngga nyangka lu udah kepikiran sampe sana," sahut Maya.     

"Semalem gue udah bilang sama lu, gue cuma narik triggernya. Setelah itu gue ngga tahu apa yang bakal terjadi. I really mean it."     

"Tapi, lu tahu ada kemungkinan Hanggono bakal terbunuh, kan?" timpal Maya.     

"Yes, I know. Tapi selalu ada kemungkinan buat hal lain. Apalagi setelah gue dapet informasi kalo Polisi beneran mau nyelidikin skandal itu. Disitu gue beneran berharap Hanggono dan orang-orang di belakangnya bakal dihukum."     

"Dan, lu barusan bilang, kematian Hanggono cukup fair untuk membalas kematian Bokap lu." Maya kembali menatap Bara dalam-dalam.     

"Iya, itu juga bener. Gue ngga munafik kalo kematian Hanggono juga bikin gue merasa lega."     

"Unbelievable," sahut Maya. "For a second, I think you're a sociopath."     

"Oh, please. I'm not a sociopath. I'm not loving you if I'm a sociopath."     

Seketika tatapan Maya berubah. "Do you really love me? Bukan sekedar manfaatin gue buat mencapai tujuan lu?"     

"Astaga Maya, bukannya waktu itu gue udah pernah bilang I love you. Jadi, setelah apa yang kita lakuin selama ini, lu ngga percaya klo gue beneran cinta sama lu?"     

Maya tiba-tiba tersenyum lebar. "Say it again."     

Bara melirik kesal pada Maya.     

"Please," ucap Maya setengah memohon serupa dengan anak kecil yang memohon minta dibelikan mainan.     

Bara langsung menyergap Maya hingga membuatnya kembali terbaring di tempat tidur. "You're playing with me?"     

Maya tersenyum. "You look cute when you upset."     

"I'm very upset now. You're bothering me." Bara menatap Maya tajam seraya memegangi kedua tangannya.     

Maya balas menatap Bara yang ada di atasnya. Tatapannya seketika berubah lembut. "I love you."     

Bara berdecak pelan. "Kalo bilang itu supaya gue ngelepasin lu sekarang. Sorry, I can't do that. I'll keep punish you."     

"Next time, please?" bujuk Maya.     

Bara menggeleng.     

"Gue laper," ujar Maya.     

"I'll give you food." Bara kemudian beranjak dari tempat tidur mereka. Ia berjalan ke arah meja makan, lalu membawa baki berisi buah-buahan dan meletakkannya di atas meja yang ada di sebelah tempat tidur mereka.     

Setelah itu, Bara kembali menindih tubuh Maya yang masih berbaring di tempat tidur. Ia meletakkan sebutir anggur di mulutnya lalu mendekatkan anggur tersebut ke mulut Maya.     

Maya segera menggigit anggur yang disuapkan Bara menggunakan mulutnya. Sembari mengunyah anggur tersebut, ia tersenyum pada Bara.     

Bara kembali mengambil anggur dan menyuapkannya kepada Maya menggunakan mulutnya. Mereka melakukannya beberapa kali sampai akhirnya Bara memasukkan air mineral ke dalam mulutnya, lalu mengecup bibir Maya. Air yang ia masukkan ke dalam mulutnya akhirnya berpindah pada Maya.     

"Udah kenyang?" tanya Bara.     

"Thanks for the food," jawab Maya.     

"It was just appetiser. Now, enjoy the main course," ucap Bara.     

Sementara satu tangannya cukup untuk memegangi kedua tangan Maya dan meletakkannya di atas kepala Maya. Tangannya yang lain bergerilya ke seluruh tubuh Maya. Sekali lagi Maya dibuat mabuk dengan permainan Bara. Tubuhnya terus bereaksi terhadap sentuhan-sentuhan Bara di area sensitifnya.     

Lenguhan dan desahan terus keluar dari mulut Maya. Sementara Bara terus memainkan jemarinya hingga membuat tubuh Maya menggeliat dibawahnya.     

Tubuh Maya tiba-tiba menegang. Desahannya tertahan. Bara menyeringai melihat tanda bahwa Maya akan segera sampai pada puncak kenikmatannya. "Come on, give it to me."     

Tubuh Maya semakin menegang. "Enggh."     

Sedetik kemudian. "Ahhh." Maya melepaskan kenikmatan yang ia rasakan.     

Bara langsung memeluknya erat. "This isn't done yet."     

Maya tertawa pelan mendengar ucapan Bara. Ia masih terengah-engah merasakan kenikmatan yang baru saja diberikan Bara padanya hingga tidak sanggup berkata apa-apa lagi.     

----     

Ponsel Maya bergetar. Dengan mata yang masih tertutup ia mengangkat telponnya.     

"Yes," sahut Maya kepada orang yang menelponnya.     

"Lu lagi dimana?" tanya Denisa begitu Maya menjawab telponnya.     

Maya mengerjap-ngerjapkan matanya seraya memijat keningnya. "Di kasur. Kenapa?"     

"Lu lupa? Hari ini lu ada pemotretan."     

Ucapan Denisa serta merta membuat Maya langsung membuka matanya. "Pemotretan?"     

"Iya," seru Denisa. "Si Adrian udah nungguin lu, nih."     

"Astaga," gumam Maya pelan. Ia kemudian menengok pada Bara yang sedang telungkup di sebelahnya. "Sorry banget, Es. Gue beneran lupa."     

"Ya udah, sekarang lu buruan kesini," sahut Denisa.     

"Iya, iya," ujar Maya cepat.     

Denisa akhirnya mematikan sambungan telponnya dengan Maya. Maya pun segera bergegas bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi.     

Di dalam kamar mandi, Maya memandangi sebentar tubuhnya yang dipenuhi dengan tanda merah bekas kecupan Bara. Ia menghela napas pasrah ketika melihat tanda merah di area yang mungkin akan terlihat oleh Denisa. Setelah menggosok giginya, ia segera berdiri di bawah pancuran dan membasuh tubuhnya.     

-----     

Selesai dari dalam kamar mandi, Maya menepuk Bara yang masih tertidur di tempat tidur. "Bara."     

Bara melenguh pelan ketika Maya menepuknya.     

"Bar, buruan bangun," ujar Maya seraya menarik tubuh Bara.     

"Hmmm." Bara setengah membuka matanya dan melihat Maya yang sudah duduk di sampingnya dengan rambut yang masih basah.     

"Buruan bangun. Lu harus tanggung jawab," seru Maya.     

Bara langsung mengerjapkan-ngerjapkan matanya. "Lu hamil?"     

Maya memutar bola matanya. "Belom." Ia kemudian menepak lengan Bara. "Bukan itu."     

"Katanya gue harus tanggung jawab," timpal Bara.     

"Iya, tapi bukan hamil."     

"Terus?"     

"Gara-gara lu, gue jadi lupa ada pemotretan. Buruan bangun, terus anterin gue."     

"Oalah, gue pikir lu hamil."     

Maya mendengus. "Bangun cepetan."     

"Hmmm," gumam Bara sembari meregangkan tubuhnya.     

"Cepetan," sergah Maya.     

"Iya, nyonyah." Bara pun akhirnya beranjak dari tempat tidur mereka dan segera berjalan menuju kamar mandi.     

Sementara itu, Maya langsung mematut dirinya di depan cermin dan membubuhkan make up tipis di wajahnya.     

-----     

Sambil menguap lebar, Bara berjalan menemani Maya masuk ke dalam studio pemotretan. Begitu tiba disana, Denisa langsung menghampiri Maya dan membawanya ke ruang ganti meninggalkan Bara yang celingak-celinguk sendiri di dalam studio.     

Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Bara dan ia pun langsung menoleh.     

"Lu pasti Bara. Ya, kan?" ujar seseorang yang menepuk bahunya.     

Bara mengangguk kikuk. Ia kebingungan harus menyapa dengan sebutan Mas atau Mbak pada seseorang yang ada di hadapannya kali ini.     

"Hazel." Orang tersebut memperkenalkan dirinya.     

Bara seketika teringat dengan seseorang yang diceritakan Maya yang ia tugaskan untuk menggoda Adrian. "Ooh, iya." Bara menyambut jabat tangan Hazel.     

"Gue mau bilang makasih," ujar Hazel.     

"Harusnya gue yang bilang makasih sama lu. Berkat lu, gue sama Adrian bisa kerjasama," timpal Bara.     

"Gue juga makasih. Kalo bukan karena kerjaan yang kalian kasih ke gue, gue ngga bakal kenal sama Adrian."     

"Sekarang dia jadi orang paling berharga buat gue," seru Adrian tiba-tiba sembari merangkul Hazel. "Thanks to you and Maya. Kita ketemu gara-gara kalian berdua."     

Bara tersenyum melihat keduanya sembari mengangguk. "By the way, kalian udah punya rencana buat minggu depan?"     

Adrian dan Hazel saling lirik. "Nanti gue liat jadwal gue dulu," ujar Adrian.     

"Udahlah, bilang aja ngga ada acara," bisik Hazel pada Adrian.     

Bara tertawa pelan melihat keduanya yang berbisik-bisik di depannya.     

"Jadwal bisa diatur ulang," ujar Adrian. "Ada apa emangnya?"     

"Gue mau undang kalian ke kapal gue. Biar rame," terang Bara sembari tersenyum.     

"Kita pasti dateng," sahut Hazel cepat.     

"Okay, gue tunggu kalian berdua di Halim hari senin. Jangan sampe telat," terang Bara.     

Adrian dan Hazel mengangguk bersamaan seraya tersenyum lebar pada Bara.     

*****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.