Bara

Traces 11



Traces 11

0Maya tersenyum lebar menyambut Bara yang sudah tiba di kediamannya. Ia langsung berjalan menghampiri Bara. "Cari siapa, ya?"     
0

"Maya Andininya ada?" tanya Bara sambil mengalungkan lengannya di pinggang Maya.     

"Selalu ada kalo buat kamu." Maya kemudian mendaratkan ciumannya di ujung bibir Bara.     

Bara menoleh sedikit hingga akhirnya bibirnya dan bibir Maya bertemu. Bara tersenyum sambil mencium bibir Maya.     

"Curang," gumam Maya setelah ia melepaskan ciumannya dengan Bara.     

Bara menggodanya dengan sedikit menjulurkan lidahnya. "Tapi, suka, kan?"     

"Iyaaa," jawab Maya. "Suka banget."     

Bara kemudian mengelus-ngelus kepala Maya sambil tertawa pelan. "Eyang ada di rumah ngga?" tanya Bara sembari melirik ke dalam rumah Maya.     

Maya menggeleng. "Dia lagi ke luar negeri. Lagi ada pertemuan apa gitu, gue lupa."     

"Langsung jalan sekarang?" tanya Bara.     

"Ya udah, bentar gue ambil tas dulu di dalam." Maya segera berlari kecil ke dalam rumahnya untuk mengambil tasnya. Sementara Bara menunggu di depan pintu rumah Maya.     

Tidak lama kemudian, Maya kembali keluar dari dalam rumahnya. "Yuk."     

Bara segera berjalan ke arah mobilnya yang terparkir di pelataran rumah Maya dan membukakan pintunya untuk Maya. Maya segera masuk ke dalam mobil Bara. Bara berjalan mengitari mobilnya lalu masuk ke dalamnya dan duduk di balik kemudi. Mereka pun kemudian pergi meninggalkan rumah Maya.     

----     

Ponsel Bara tiba-tiba bergetar ketika ia sedang dalam perjalanan rumahnya. Obrolannya dengan Maya terpaksa berhenti sejenak karena Reno yang menelponnya.     

"Bentar, ya," ujar Bara pada Maya sebelum ia menerima telpon dari Reno.     

Maya mengangguk sembari tersenyum.     

Bara kemudian menjawab telpon dari Reno. "Ada apa, Ren?"     

"Gue udah bawa Dijah ke save house," sahut Reno.     

Bara manggut-manggut. "Eh, Ren. Tolong awasin si Dijah. Ada yang mencurigakan."     

"Mencurigakan gimana?" sahut Reno.     

"Lu jangan kaget, ya," ujar Bara. "Gue denger dari Pak Dirga, Dijah udah ngga ada."     

----     

Reno membelalak begitu mendengar ucapan Bara. Secara refleks ia menoleh ke arah Dijah yang sedang terduduk di tempat tidur dengan ditemani oleh Raya dan Axel. "Serius lu?"     

"Iya, itu yang gue denger Pak Dirga," sahut Bara.     

Reno diam-diam menyelinap keluar dari kamar tersebut. Ia kemudian masuk ke dalam kamar mandi. "Pak Dirga tahu darimana?"     

"Dia dulu, kan, orangnya Hanggono. Dia tahu apa yang dilakuin Hanggono."     

"Terus maksud lu, Dijah itu sebenarnya udah meninggal? Terus kalo dia udah meninggal, Dijah yang sekarang kita temuin itu siapa? Kenapa dia bisa kenal sama ibunya Axel segala?" Reno langsung memberondong Bara dengan berbagai pertanyaan.     

"Satu-satu, Ren. Gue juga belum tahu pasti. Sekarang Pak Dirga sama Bang Ojal lagi nyelidikin tentang itu."     

Reno terdiam. "Wah, pantes feeling gue ngga enak pas pertama kali ketemu dia."     

"Ya udah, sekarang lu awasin dia dulu. Lu dengerin aja ceritanya dia. Nanti kita bandingin sama penyelidikan Pak Dirga."     

Reno menghela napas panjang. "Gue jadi kaya nonton reality show." Ia kemudian tertawa pelan. "Kalo beneran itu Dijah palsu, gila, aktingnya jago banget." Reno menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri di dalam kamar mandi.     

"Satu lagi, Ren," seru Bara.     

Reno kembali mendengarkan.     

"Jangan sampai Raya atau Axel tahu tentang hal ini," ujar Bara.     

"Oke," sahut Axel.     

"Nanti, gue kabarin lu lagi." Bara kemudian mematikan sambungan telponnya.     

Setelah Bara mematikan sambungan telponnya, Reno terdiam sendiri. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Apa yang baru saja disampaikan semakin mengusiknya. Ia lalu melepaskan kedua tangan yang menutupi wajahnya sembari mendengus.     

Reno bangkit berdiri dari wc duduk yang ia gunakan sebagai tempat duduk dan melangkah menuju wastafel. Ia kemudian membasuh wajahnya beberapa kali menggunakan pancuran air dari wastafel tersebut. Setelah selesai, Reno memandangi wajahnya sekilas di cermin, ia kemudian berjalan keluar dari dalam kamar mandi.     

-----     

Bara menghela napasnya sembari melepaskan handsfree yang ia gunakan untuk menerima telpon dari Reno.     

"Ada apa?" tanya Maya.     

Bara langsung menoleh pada Maya.     

"Tadi gue denger lu nyebut nama Dijah. Siapa Dijah?" Maya kembali bertanya.     

"Panjang ceritanya," sahut Bara.     

"Kita masih punya waktu sampai kita sampai di rumah Nyokap lu," timpal Maya.     

Bara tertawa pelan. "Gue tahu lu bakal ngomong kaya gitu."     

Maya semakin penasaran karena Bara sepertinya menyembunyikan sesuatu darinya. "Emang ada apa, sih?"     

"Jadi, Dijah itu adalah nama perempuan yang jadi korban kejahatan seksual," jawab Bara akhirnya.     

Maya langsung menegakkan tubuhnya di sebelah Bara. "Terus."     

"Kejadiannya udah lama banget. Sekarang dia mungkin udah seumuran Nyokap gue."     

"Terus hubungannya sama lu apa?"     

"Para pelaku yang melakukan kejahatan terhadap Dijah ini bukan orang biasa. Mereka datang dari keluarga berpengaruh dan berkuasa."     

"Okay." Maya menganggukkan kepalanya. Kata-kata berasal dari keluarga berpengaruh dan berkuasa membuatnya sedikit paham kemana arah pembicaraan Bara.     

"Gue kemarin ketemu sama salah satu orang yang terlibat dalam kejahatan itu. Bukan langsung ketemu, sih. Tapi, ya, secara ngga langsung gue udah berhubungan sama dia."     

"Ya, gue makin penasaran kemana arahnya," sahut Maya.     

"Gue kasih tahu dia, kalau selama ini Hanggono cuma mengancam dia dan yang lainnya dengan bukti-bukti kosong. Karena bukti yang sebenarnya bukan ada di tangan Hanggono," terang Bara.     

Maya menatap Bara keheranan. "Maksudnya?"     

"Jadi, kekuasaan yang dimilik Hanggono saat ini, dia dapatkan salah satunya dengan cara mengancam keluarga-keluarga berpengaruh ini."     

"Wow."     

"Anehnya, waktu gue tadi ketemu sama Pak Dirga, dia bilang Dijah itu udah ngga ada."     

Mata Maya membelalak tidak percaya. "Ngga ada itu maksudnya meninggal atau apa?"     

Bara mengangkat bahunya. "Pak Dirga cuma bilang, ngga mungkin kalau Dijah masih hidup."     

"Jadi dia udah meninggal? Terus, yang lu omongin sama Reno, itu Dijah yang mana?"     

"Gue juga ngga tahu. Makanya, sekarang Pak Dirga lagi nyelidikin tentang itu."     

Maya kemudian terdiam sejenak. Ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. "Aneh ya."     

"Tadinya, Raya bilang, Dijah ini udah lama menghilang dari keluarganya. Lu bayangin aja udah berapa tahun dia menghilang, dan sekarang dia tiba-tiba muncul."     

Maya mengerutkan keningnya. "Raya?"     

"Oh, gue lupa bilang. Dijah ini ternyata masih kerabat keluarga Raya. Neneknya Raya sempet datengin rumahnya, tapi pas dia kesana ngga ada siapa-siapa."     

"Jadi kalian sekarang punya dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, Dijah yang ditemuin sama Reno adalah orang bayaran. Kalau dia udah menghilang sekian lama, pasti wajahnya udah berubah. Itu bisa dijadiin celah buat orang lain menyamar sebagai Dijah. Kemungkinan kedua, mungkin dia belum meninggal karena dia berhasil dari upaya pembunuhan yang dialamatkan padanya," jelas Maya.     

"Gue rasa, untuk kemungkinan kedua, masih ada kemungkinan orang yang mengaku sebagai Dijah ini ngarang cerita. Kalo untuk kemungkinan pertama, kayanya kita harus bawa neneknya Raya kesini buat mastiin dia itu Dijah asli atau bukan," timpal Bara.     

Maya menganggukkan kepalanya. "Nah, persis kaya gitu. Tapi, kalau bisa kita konfrontasi mereka Dijah dan neneknya Raya di ruang terpisah. Dan jangan sampai dia tahu kalau neneknya Raya ada disini."     

"Berarti gue harus kasih tahu Raya dan Axel secepatnya supaya rencana ini bisa berjalan."     

"Good luck," sahut Maya sembari tersenyum.     

Mobil yang dikendarai Bara akhirnya memasuki area rumah Bara. Rania sudah menunggu mereka berdua di serambi rumah. Maya langsung turun dari mobil begitu mobil Bara berhenti tepat di depan Rania.     

"Akhirnya kamu datang kesini juga," sapa Rania sambil mencium pipi Maya.     

Maya mengedarkan pandangannya pada rumah milik orang tua Bara. "Padahal aku sering lewat sini. Tapi, ngga tahu kalau ini rumah Tante."     

Rania tersenyum menanggapi ucapan Maya. "Sekarang, kan, kamu sudah tahu. Jadi, kalau lewat kamu bisa sekalian mampir."     

"Bisa banget, Tante," sahut Maya.     

"Kita lanjut ngobrolnya di belakang saja. Mbok Inah sudah siapkan makanan buat kamu. Kamu pasti ketagihan sama makanannya." Rania kemudian menggiring Maya masuk ke dalam rumahnya.     

Bara mengikuti berjalan di belakang keduanya. Tangannya sibuk mengetikkan sesuatu untuk Reno.     

*****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.