Bara

Traces 8



Traces 8

0Axel menunggu Raya dan Reno di parkiran yang ada di depan gedung MG Group. Ia kembali mengendarai mobil Toyota Lexus yang sama dengan yang biasa ia gunakan untuk ke kantor. Tidak lama setelah ia memarkirkan mobilnya dan mengirimkan pesan pada Raya bahwa ia sudah sampai, Raya dan Reno muncul bersamaan di kejauhan. Mereka sedang berjalan menuju mobil Axel yang terparkir di depan gedung.     

Tanpa aba-aba, Reno langsung duduk di sebelah Axel. Sementara Raya duduk di kursi penumpang yang ada di belakang.     

"Jangan pada kabur kaya kemarin lagi, ya," sindir Raya pada Axel dan Reno.     

"Kan, lu duluan yang lari, Ray," sahut Axel.     

"Reno, tuh, yang larinya paling cepet," timpal Raya.     

"Enak, aja. Si Axel yang larinya paling depan." Reno tidak mau kalah.     

"Udeh, kita sama-sama lari kemarin. Harusnya, sih, hari ini ngga bakal sehorror kemarin." Axel melihat cuaca hari ini yang terlihat sangat cerah.     

"Iya, hari ini mataharinya cerah banget. Kalo kemarin horror karena kita kesananya malem-malem," ujar Raya.     

Axel kemudian menoleh pada Reno yang duduk disebelahnya. "Ntar, pas pulang, lu yang bawa, ya."     

"Siapa lu?" sahut Reno.     

Axel melirik kesal pada Reno.     

Reno menanggapinya dengan tertawa pelan. "Iya, iya, ntar gue yang nyetir pas pulang."     

"Nah, gitu, dong." Axel segera memindahkan tuas persnelling mobilnya dari posisi P ke posisi D dan menginjak pedal gas. Mobil yang mereka tumpangi akhirnya mulai berjalan pergi meninggalkan parkiran gedung MG Group.     

----     

Beberapa saat kemudian, mobil yang dikendarai Axel kembali terparkir di jalan besar yang berada tidak jauh dari gang yang akan mereka datangi. Sejak menginjakkan kaki keluar dari mobilnya, Axel merasakan ada sesuatu yang sedikit janggal. Ia membiarkan Raya dan Reno untuk berjalan mendahuluinya. Sementara dia berjalan di belakang.     

Sesekali Axel menoleh ke belakang. Ia seperti merasakan kehadiran seseorang yang mengawasi mereka. Sampai akhirnya mereka tiba di depan rumah yang tempo hari mereka datangi. Axel masih terus waspada dan terus menoleh ke belakang.     

"Ada apa?" tanya Raya yang keheranan dengan sikap Axel.     

"Ngga tau, daritadi kaya ada yang ngawasin kita," jawab Axel.     

Reno langsung ke balik punggung Axel. "Ngga ada apa-apa. Lu parno kali."     

Axel mengusap tengkuknya untuk mengurangi rasa gugup yang tiba-tiba menghampirinya. "Iya, mungkin gue cuma parno. Ya udah, langsung lu ketok aja rumahnya." Ia kemudian memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya.     

Raya perlahan mendekati rumah tersebut dan mengetuk pintunya. Seperti sebelumnya, tidak ada jawaban. Sampai beberapa kali diketuk, tetap tidak ada jawaban. Yang terjadi malah, jendela rumah itu yang kembali mengeluarkan suara seperti diketuk dari dalam.     

Kali ini, Reno memberanikan diri untuk mengintip ke dalam rumah tersebut. Ia mendekatkan wajahnya ke jendela rumah tersebut. "Gelap, ngga keliatan apa," ujar Reno seraya kembali menjauhkan wajahnya dari jendela tersebut.     

"Masa? Coba sekali lagi." Axel setengah tidak percaya dan kembali meminta Reno untuk mengintip ke dalam rumah tersebut.     

Dengan sedikit kesal, Reno kembali mendekatkan wajahnya ke jendela yang sudah kusam itu. Sedetik, dua detik, ia masih tidak bisa melihat apapun. Tiba-tiba sebuah wajah muncul di depannya.     

"ANJIR!" jerit Reno sambil buru-buru menjauhkan wajahnya.     

Axel dan Raya langsung menoleh pada Reno. "Kenapa?" tanya keduanya bersamaan.     

"Wah, beneran ada setannya ini rumah," sahut Reno sembari geleng-geleng. Ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat.     

"Ada apa, sih?" tanya Axel penasaran.     

"Lu liat aja sendiri," sahut Reno dengan sedikit kesal.     

Axel yang penasaran perlahan mendekatkan wajahnya ke jendela tersebut. Beberapa saat kemudian, ia kembali menjauhkan wajahnya dan menoleh pada Reno. "Ngga ada apa-apa."     

"Masa?" Reno kembali mendekat ke arah jendela. "Tadi, gue liat ada nenek-nenek nongol."     

"Eh, tunggu bentar," ujar Axel. Ia memperhatikan bagian bawah jendela rumah tersebut. Ada sebuah kertas yang sepertinya sengaja diselipkan di sela-sela jendela. Ia pun segera menarik kertas tersebut.     

"Hati-hati, lu. Jangan sembarangan kalo di tempat angker begini," ujar Reno memperingatkan Axel.     

Axel menatap Reno tidak percaya. Ia kemudian kembali memfokuskan perhatiannya pada kertas yang ada di tangannya. Raya dan Reno ikut mendekat untuk melihat isi yang ada dalam kertas tersebut.     

"Masuk lewat sebelah." Tulis pesan singkat yang ada di kertas yang sedang dipegang oleh Axel.     

Axel langsung melirik Raya dan Reno bergantian. "Mau dicoba?"     

"Coba aja, lah," sahut Reno cepat.     

Raya ikut menganggukkan kepalanya. "Iya, kita coba aja."     

Axel kemudian segera melipat kembali kertas tersebut dan memasukkannya ke dalam saku jaketnya. Mereka bertiga kemudian berjalan ke sebuah rumah yang tepat berada di sebelah rumah yang mereka datangi.     

"Lu duluan, Xel," ujar Reno.     

Axel melirik pada Reno.     

"Tadi, kan, udah gue yang duluan," sergah Reno.     

"Udah gue aja," sela Raya.     

Raya berjalan mendekati pintu rumah tersebut dan mengetuknya. Dengan sedikit kesal Raya terus mengetuk rumah tersebut. Hasilnya sama sekali tidak ada yang menjawab. Karena kesal, Raya kemudian meraih kenop pintu. Tanpa diduga-duga ternyata pintu rumah itu tidak terkunci.     

"Ngga dikunci," ujar Raya pada Axel dan Reno. Perlahan-lahan Raya membuka pintu rumah tersebut dan masuk ke dalamnya. Reno menyusul masuk ke dalam, sementara Axel mengawasi sekitarnya sebelum ia ikut menyusul masuk dan menutup kembali pintu rumah tersebut.     

Ketiganya kini sudah berdiri di dalam rumah tersebut.     

"Ada keperluan apa kalian mendatangi rumah sebelah?" tanya suara yang muncul dari dalam kegelapan. Suara itu terdengar serak dan parau.     

Axel, Raya dan Reno kompak saling lirik satu sama lain. Tidak ada bayangan siapapun di dalam rumah yang baru saja mereka masuki. Meski hari masih siang, namun mereka merasa suasana di dalam rumah tersebut tiba-tiba mendingin hingga membuat bulu kuduk mereka meremang.     

"Kita ngga mau apa-apa. Kita cuma mau mencari orang pernah tinggal disitu," ucap Raya hati-hati.     

"Siapa yang kalian cari? Rumah itu sudah lama dibiarkan kosong," sahut suara dari balik kegelapan.     

"Saya mencari Dijah. Dia Adik dari Nenek saya. Alamat ini saya dapatkan dari surat-surat Dijah yang dikirimkan ke Nenek saya," terang Raya.     

Tiba-tiba saja terdengar suara isak tangis dari balik kegelapan. Raya refleks berjalan ke arah kegelapan. Reno memegangi tangan Raya sembaru menggeleng ketika Raya menoleh kepadanya.     

"It's okay," bisik Raya sambil melepaskan tangan Reno. Ia kembali melangkah maju untuk menghampiri asal suara isakan yang terdengar dari balik kegelapan.     

Axel dan Reno bersiaga di belakang Raya.     

"Dijah?" panggil Raya pelan.     

Isakan itu kemudian terhenti dan mendadak suasana kembali hening. Raya menghentikan langkahnya dan menahan napasnya. Axel dan Reno pun menegang di tempat mereka berdiri.     

Sesosok wanita tua dengan tubuh yang sedikit membungkuk keluar dari dalam kegelapan dan berdiri tepat di depan Raya. "Sudah lama saya tidak mendengar orang memanggil saya dengan nama itu."     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.