Bara

Suspicious Witness 1



Suspicious Witness 1

0Reno terus memperhatikan Raya dan Axel yang masih menemani Dijah di dalam kamar. Sementara Raya dan Axel berbincang dengannya, Reno hanya menyaksikannya dari sudut kamar tanpa banya bicara. Ia terus memikirkan kata-kata Bara tentang Dijah yang kemungkinan sudah tiada.     
0

"Siapa lu sebenarnya?" batin Reno sambil menatap Dijah.     

Reno kemudian memperhatikan sekeliling kamar yang saat ini digunakan Dijah. Seharusnya, Ben sudah memasang kamera pengawas di setiap sudut rumah aman yang mereka gunakan. Tetapi sedari tadi Reno tidak melihat satupun kamera pengawas di dalam rumah.     

Sambil menunggu Raya dan Axel, Reno akhirnya mengirim pesan untuk Ben.     

"Lu ngga pasang CCTV di rumah ini?" tanya Reno dalam pesan yang ia kirimkan untuk Ben. Setelah mengirim pesan, Reno kembali mematikan ponselnya dan menunggu pesan dari Ben. Ia mengetuk-ngetukkan ponselnya ke dagunya. Tidak lama kemudian ponselnya bergetar. Ben membalas pesannya.     

"Udah gue pasang, cuma emang sengaja gue umpetin lokasinya. Gue juga pasang sensor suara," balas Ben.     

Reno manggut-manggut membaca pesan balasan dari Ben. Tidak berapa lama kemudian, Ben kembali mengirimkan pesan untuknya. Kali ini pesan yang dikirimkan Ben berupa tautan. Reno pun segera membuka tautan tersebut. Tanpa sadar Reno tertawa pelan, begitu membuka tautan yang dikirimkan oleh Ben.     

Tautan itu ternyata berisi rekaman video di dalam rumah aman yang sedang Reno datangi. Mendengar Reno yang tertawa pelan, Axel tiba-tiba menoleh pada Reno.     

"Ada yang lucu?" tanya Axel sedikit sinis     

"Hmm?" Reno menoleh pada Axel. Ia kemudian menggeleng pelan. "Gue keluar dulu, deh. Sekalian nunggu orang yang nanti bakal ngawasin rumah ini."Reno pun akhirnya segera keluar dari kamar tersebut. Ia berjalan ke teras rumah dan duduk di kursi yang ada disitu. Reno duduk sambil memperhatika situasi di dalam kamar melalui tautan video yang dikirimkan oleh Ben.     

----     

"Wah, ternyata masakan Mbok Inah benar-benar bisa bikin aku ketagihan," ujar Maya setelah ia selesai menghabiskan semangkuk soto ayam buatan Mbok Inah. "Aku bisa nambah, kalau ngga inget lagi diet." Ia kemudian tertawa pelan.     

Rania balas tertawa. "Nambah saja, kalau kamu memang mau nambah. Daripada nanti nyesel."     

Maya nyengir dan menunjukkan deretan giginya. "Gimana, ya--" Ia menggigit bibirnya.     

"Udah, nambah aja," timpal Bara.     

"Besok tinggal dihajar sama olahraga, ya?" sahut Maya.     

Bara tertawa sambil mengangguk. "Biasanya juga lu begitu."     

"Ya udah, deh. Abis sotonya enak banget."     

"Nih, sudah Tante bikinin." Rania menyerahkan mangkuk yang sudah berisi soto ayam kepada Maya.     

Maya menerima mangkuk berisi soto ayam itu. "Thanks, Tan." Ia kemudian kembali menyantapnya.     

"Ngomong-ngomong, aku boleh bajak Mbok Inah buat masak di rumah aku aja, ngga?" ujar Maya di sela-sela makannya.     

"Oh, tidak bisa." Bara langsung menimpali dengan cepat.     

Maya langsung melirik Bara.     

"Mbok Inah udah ngga bisa diganggu gugat," ujar Bara. Ia sedikit menjulurkan lidahnya untuk menggoda Maya.     

"Kalau kamu mau masakan Mbok Inah yang lain, kamu tinggal bilang aja," sahut Rania. "Kamu belum nyobain sambalnya Mbok Inah, kan?"     

"Wah, itu enak banget. Apalagi kalo dimakan sama pete," timpal Bara.     

Maya menatap Bara tidak percaya.     

Rania kemudian menyahut. "Tempo hari, si Bara makan sambel buatan Mbok Inah sama pete goreng. Nambah berkali-kali."     

"Lu harus cobain, May," ujar Bara.     

"Jujur aja, aku belum pernah makan pete," aku Maya. "Takut bau."     

Bara seketika terbahak. "Sayang banget, May. Lain kali cobain, deh."     

"Kalo bau gimana?" tanya Maya.     

"Tinggal sikat gigi," jawab Bara cepat.     

Maya berpikir sejenak. Ia kemudian tersenyum. "Oke, next time gue coba."     

"Jangan salahin gue, ya. Kalo lu nanti ketagihan," ujar Bara.     

Maya melirik jahil pada Bara. "Liat aja nanti. Paling lu gue gigit lagi." Kali ini Maya balas menjulurkan lidahnya pada Bara.     

"Kalian sudah sedekat ini, ngga ada rencana buat ke jenjang selanjutnya?" tanya Rania tiba-tiba.     

Maya yang sedang menyeruput kuah sotonya, tiba-tiba terbatuk setelah mendengar pertanyaan Rania. Dengan sigap Bara memberikan segelas air sembari menepuk-nepuk punggung Maya.     

"Apa Tante?" Maya berpura-pura tidak mendengar pertanyaan Rania dan balik bertanya padanya setelah ia bisa mengendalikan tersedaknya.     

"Kalian ngga ada rencana untuk melanjutkan ke tahap berikutnya?" Rania kembali bertanya.     

Kali ini Bara berdeham sambil melirik Rania. Ia sedikit salah tingkah dengan pertanyaan yang diajukan Rania padanya dan Maya.     

Maya tiba-tiba menyikut lengan Bara sambil tersenyum jahil. "Gimana?"     

Bara tertawa canggung. Sekarang Maya dan mamanya seolah sedang bekerjasama untuk menyudutkannya. Ia meraih gelas berisi air putih yang ada di hadapannya dan meneguknya sampai habis.     

"Kayaknya dia salting," goda Rania sembari melirik Bara.     

Maya ikut tertawa pelan. "Kita ganti aja topik pembicaraannya, Tan."     

Bara meletakkan gelasnya yang sudah kosong sambil mengusap mulutnya. "Next."     

Rania dan Maya kompak tertawa pelan.     

"Kita lanjut ngomongin masakan Mbok Inah aja," canda Rania.     

Maya mengangguk setuju. Sementara keduanya menatap Bara dengan tatapn jahil, Rania dan Maya justru terlihat sangat menikmati sudah membuat Bara salah tingkah.     

----     

Dirga mendatangi alamat rumah yang diberikan Bara padanya. Begitu tiba di rumah tersebut, Reno sedang duduk seorang diri di teras rumah. Ia pun langsung berjalan menghampiri Reno.     

"Loh, Bapak yang jaga disini?" tanya Reno tidak percaya ketika melihat Dirga muncul di depannya.     

"Bara belum bilang apa-apa sama kamu?" Dirga balik bertanya pada Reno.     

Reno memainkan matanya sembari mengingat-ngingat apa yang diucapkan Bara padanya. Ia kemudian menggeleng. "Bara ngga bilang kalau Bapak yang bakal jaga disini."     

"Oh, gitu," sahut Dirga. "Tapi, dia udah ngasih tahu kamu hal lain, kan?"     

Reno mengangguk cepat. Ia lalu meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya. "Jangan kasih tahu yang lain, Pak."     

Dirga mengangguk. "Tenang aja kalo itu. Saya juga ngga akan ngasih tahu yang lain. Masih ada beberapa yang harus saya selidiki."     

Tiba-tiba Axel keluar dari dalam rumah. "Ini siapa?" tanya Axel seraya menatap Reno dan Dirga bergantian.     

"Oh, iya. Kenalin dulu. Ini Pak Dirga, dia yang bakal jaga di rumah ini." Reno memperkenalkan Dirga kepada Axel.     

Dirga tersenyum pada Axel sambil mengulurkan tangannya. "Dirga."     

Axel menyambut uluran tangannya. "Axel. Orang yang harus Bapak jaga ada di dalam."     

Dirga mengangguk. "Reno sudah bilang tadi. Nanti juga akan datang Asisten rumah tangga untuk mengurus segala keperluan Ibu Dijah, selama kalian tidak disini."     

"Kapan Asisten rumah tangganya datang?" tanya Axel.     

Dirga meliri jam tangannya. "Mungkin sebentar lagi. Oh, iya, saya tahu kalian pasti belum pada makan. Saya bawakan ini." Ia menunjukkan kantung plastik besar berisi makanan siap saji yang sudah ia bawa.     

"Wah, pas banget. Saya emang udah laper daritadi, Pak," sahut Reno.     

"Ya udah, masuk aja, Pak. Sekalian saya panggilkan Ibu Dijah." Axel segera masuk kembali ke dalam rumah.     

Dirga langsung berbisik pada Reno. "Itu, cucunya Hanggono?"     

Reno mengangguk. "Iya. Ya udah masuk, Pak. Sini saya bantuin bawa." Reno meraih plastik berisi makanan yang dibawa Dirga dan membawanya masuk ke dalam rumah. Dirga menyusul berjalan di belakang Reno.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.