Bara

Suspicious Witness 9



Suspicious Witness 9

0Ibu Kasmira terkejut begitu mengetahui Ben kini tinggal di sebuah gedung apartemen mewah yang berada di jantung kota Jakarta.     
0

"Sepertinya bayaran kamu cuku besar, ya. Sampai-sampai kamu mampu beli apartemen di tempat seperti ini." Ibu Kasmira menyindir Ben sambil menyerahkan kembali helm milik Ben.     

"Jarang-jarang saya kerja dapat fasilitas mewah begini. Ngga perlu mikirin uang untuk beli alat. Semua sudah disediakan," sahut Ben.     

"Apa bos kamu sekarang juga memberikan jaminan keamanan? Saya tahu, pekerjaan kamu itu pasti banyak melanggar aturan."     

Ben mengangkat bahunya. "Mungkin, apa yang ngga bisa diberikan sama mereka yang uangnya ngga berseri. Selama saya bisa membuat dia mencapai tujuannya, sepertinya dia juga akan melakukan apa saja untuk melindungi saya."     

Ibu Kasmira tertawa. "Wah, Bos kamu sekarang sepertinya orang yang menarik."     

"Mau saya kasih bocoran?" bisik Ben pada Ibu Kasmira.     

Ibu Kasmira langsung mendekatkan telinganya pada Ben.     

"Bos saya sekarang berasal dari salah satu keluarga orang terkaya di Indonesia," bisik Ben.     

Ibu Kasmira langsung menatap Ben tidak percaya.     

"Dan, lebih enaknya lagi, kita seumuran. Jadi saya ngga ngerasa kalo saya ini lagi kerja. Lebih kaya bantuin temen."     

"Tapi dibayar dalam jumlah besar?" sela Ibu Kasmira.     

Ben langsung tersenyum. "Nah, iya. Yang penting, kan, ada duitnya."     

"Dasar kamu ini." Ibu Kasmira hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Ben yang cengar-cengir padanya.     

Menurutnya sikap Ben sudah banyak berubah jika dibandingkan dengan dulu ketika ia melatihnya. Ben tampak lebih senang dan menikmati hidupnya sekarang.     

Mereka berdua akhirnya masuk ke dalam lift yang akan membawa keduanya ke unit apartemen yang ditempati oleh Ben.     

----     

Bara, Arga dan Reno berdiri menatap Ben yang kini bersandar di tembok sambil berusaha tersenyum pada ketiganya.     

"Eh, kampret, bisa-bisanya lu nyembunyiin kemampuan kaya gitu dari gue?" Reno yang lebih dahulu memulai pembicaraan.     

Ben terkekeh pelan. "Anggep aja itu spesial effect. Sama kaya di game-game yang kita mainin."     

"Lu bisa langsung ngelempar kepala orang pake piso. Tapi, kalo liat kecoa teriaknya kaya mbak-mbak neriakin jambret," Arga ikut menimpali.     

"Kalo itu, gue beneran takut sama kecoa," sahut Ben.     

"Lu waktu itu bisa aja nyerang orang yang mukulin gue, tapi lu malah bengong waktu dia bawa gue sampai ke lift," ujar Bara.     

"Waktu itu, kan, dia nodongin senjata ke kepala lu. Ya, gue ngga mau ambil resiko dia bakal langsung nembak kepala lu," jawab Ben.     

Bara, Arga dan Reno kompak menyudutkan Ben ke tembok. Sementara itu Ben hanya cengar-cengir pada ketiganya.     

"Biar saya yang ceritakan semua tentang Ben." Ibu Kasmira tiba-tiba menyela.     

Ketiganya kompak menoleh pada Ibu Kasmira.     

"Saya Kasmira, saya mantan mentor Ben waktu dia menjalani pelatihan di Badan Intelijen Negara," ujar Ibu Kasmira memperkenalkan dirinya.     

Bara, Arga dan Reno tanpa sadar membuka mulutnya begitu mendengar perkenalan diri Ibu Kasmira.     

"Ah, shit," gumam Ben.     

"Berarti, Ibu ini juga agen Intelijen?" tanya Bara.     

"Dulu, sekarang tidak lagi."     

"Si Ben pernah pendidikan buat jadi agen?" tanya Reno tidak percaya.     

Ibu Kasmira mengangguk sembari tersenyum. "Dia yang termuda di kelasnya, tetapi nilainya tertinggi diantara agen-agen yang saya latih."     

Reno langsung kembali menolen pada Ben. "Katanya lu cuma hampir masuk sekolah BIN?"     

Ben tersenyum kikuk sambil garuk-garuk kepala.     

"Dia bukan masuk lewat jalur sekolah," sahut Ibu Kasmira.     

Reno kembali mengalihkan perhatiannya pada Ibu Kasmira.     

"Dulu, dia saya tangkap karena berhasil menembus sistem keamanan BIN. Kemampuan hackingnya memang yang paling mumpuni. Meskipun tidak bisa dipungkiri kalau kemampuan bertarungnya juga cukup bagus. Tapi, dia memang suka merendah."     

Ben tiba-tiba berbicara dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh Bara, Arga dan Reno.     

Ibu Kasmira hanya tertawa mendengar perkataan Ben dan membalas ucapan Ben. "Oh, ya, salah satu pelatihan dasar yang diterima Ben waktu itu, dia wajib menguasai lima bahasa. Salah satunya yang barusan. Bahasa Rusia. Barusan dia bilang, sudah cukup memberitahu kalian tentang masa lalunya."     

"Ngga bisa, gue harus tahu apa yang selama ini gue ngga tahu tentang lu," sahut Reno sembari menoleh pada Ben. Reno kemudian berjalan mendekati Ibu Kasmira. "Kita ngobrol aja di ruang keluarga, Bu." Ia kemudian menggiring Ibu Kasmira ke ruang keluarga yang ada di apartemen mereka.     

Bara dan Arga mengekor mengikuti Reno dan Ibu Kasmira. Ben menghela napasnya dan terpaksa berjalan mengikuti mereka semua ke ruang keluarga.     

----     

Ben akhirnya hanya bisa menonton Ibu Kasmira yang sedang menceritakan tentang masa lalunya kepada Bara, Arga dan Reno. Ia sebenarnya tidak ingin masa-masa pelatihannya sebagai Agen diketahui banyak orang. Menurutnya itu adalah masa-masa tersulit dalam hidupnya.     

Meski cerita Ibu Kasmira terdengar sangat hebat di telinga Bara, Arga dan Reno, namun bagi Ben itu adalah masa dimana ia menjalani hukuman karena tidak sengaja membobol sistem keamanan milik badan intelijen.     

Beruntung ia masih memiliki mentor seperti Ibu Kasmira, yang meski sangat tegas namun masih bisa sedikit memberinya perhatian karena ia sadar di umur Ben waktu itu, ia masih butuh perhatian khusus.     

Kemampuan yang ia miliki saat itu sedikit banyak juga merupakan campur tangan Ibu Kasmira yang menggeblengnya tak kenal lelah. Meski kerap kali Ben mengeluh dengan semua pelatihan yang ia terima yang menguras energi dan pikirannya.     

"Berarti Ibu juga kenal sama orang tuanya Ben?" tanya Reno tiba-tiba.     

Mendadak Ibu Kasmira segera menghentikan ceritanya dan menatap Ben. Ia seakan meminta persetujuan Ben untuk membahas tentang orang tuanya.     

Ben menatap Reno. "Gue ngga punya orang tua." Ada sedikit kesedihan dalam nada suara Ben ketika mengakui bahwa ia sudah tidak lagi memiliki orang tua. "Dari kecil, gue hidup di panti asuhan. Setelah ketemu Ibu Kasmira, gue tinggal di asrama pelatihan."     

Reno menatap Ben tidak percaya. Ada sedikit sesal setelah ia mempertanyakan tentang orang tua Ben pada Ibu Kasmira.     

"Anggap saja saya ini orang tuanya Ben. Toh, dia paling menurut sama saya. Buktinya dia masih mengingat permintaan saya sebelum saya menghilang," sela Ibu Kasmira.     

"Ngomong-ngomong, kalau dari situasi yang saya lihat tadi, sepertinya tadi Ibu sedang disekap?" tanya Bara tiba-tiba.     

Ibu Kasmira mengangkat bahunya. "Entah bagaimana saya menyebut kejadian tadi. Yang jelas, mereka memang berniat untuk membungkam saya."     

"Memangnya siapa yang mau membungkam Ibu?" Bara kembali bertanya.     

"Dia salah satu Politisi berpengaruh. Setelah sekian lama dia baru menyadari bahwa saya mungkin memiliki sesuatu yang sedang ia cari."     

Bara mengernyitkan dahinya. "Politisi berpengaruh?"     

Ibu Kasmira mengangguk. "Hanggono."     

Sontak keempatnya langsung membelalak tidak percaya. Ben langsung berjalan menghampiri meja kerjanya dan mengambil sebuah foto dari dalam lacinya lalu membawanya kepada Ibu Kasmira.     

"Apa Hanggono mencari ini?" Ben menunjukkan foto yang ia bawa pada Ibu Kasmira.     

Ibu Kasmira terbelalak begitu melihat foto yang ada di tangan Ben. "Darimana kamu dapat foto ini? Jangan-jangan kalian juga mengenal Axel?"     

"Axel yang memberikan foto itu pada saya," sahut Bara.     

Ibu Kasmira segera menoleh pada Bara. "Kalau begitu, kalian harus melindungi Axel. Dia dalam bahaya."     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.