Bara

Break the Shell 12



Break the Shell 12

0Bang Jali keluar dari pantri dan kembali memeriksa satu per satu ruangan kantor. Ia tidak sengaja berpapasan dengan Pak Angga yang baru saja keluar dari ruangannya bersama dengan seorang pria yang terlihat lebih muda darinya.     
0

"Malam, Pak." Bang Jali mencoba untuk menyapa Pak Angga dengan ramah.     

Pak Angga hanya menoleh sekilas pada Bang Jali. "Loh, kamu masih disini. Sudah jam berapa ini?"     

"Setelah ngecek semua ruangan sekali lagi, baru saya pulang, Pak," sahut Bang Jali.     

"Oh," gumam Pak Angga. "Ya sudah, cek yang benar."     

Bang Jali menganggukkan kepalanya sembari tersenyum pada Pak Angga.     

Pak Angga bersikap acuh tak acuh dan pergi meninggalkan Bang Jali. Begitu Pak Angga berjalan meninggalkannya, Bang Jali kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya sambil sesekali mengintip apakah Pak Angga sudah keluar dari kantor atau belum.     

Ketika Pak Angga sudah berada di luar jangkauan penglihatannya. Bang Jali berjalan cepat menuju bagian Resepsionis. Ia mengintip ke arah lift.     

Bang Jali terus memperhatikan ke arah lift sampai Pak Angga dan rekannya masuk ke dalam lift tersebut. Setelah keduanya masuk ke dalam lift Bang Jali segera menghubungi Bara.     

"Mereka udah masuk ke dalam lift," ujar Bang Jali.     

"Oke, makasih, Bang," sahut Bara.     

Bang Jali segera mematikan sambungan telponnya.     

-----     

Ben segera mengubungi Reno untuk mengecek kamera pengawas yang ada di dalam lift. Ia juga meminta Reno untuk terus mengawasi pergerakan Pak Angga setelah sebelumnya Bang Jali yang memastikan langsung di lapangan bahwa Pak Angga sudah kembali meninggalkan kantor.     

-----     

Damar mengaduh sambil memegangi pinggangnya begitu ia keluar dari dalam kolong meja Pak Angga. "Pinggangku." Ia memegangi pinggangnya yang terasa sakit karena lama menekuk di bawah kolong meja.     

"Lu ngga apa-apa?" tanya Bara sambil membantu Damar untuk berdiri tegak.     

Damar mengangguk. "Pinggang aja jadi encok."     

Bara tertawa pelan mendengar ucapan Damar. "Tandanya lu udah tua."     

Ben yang sudah tidak sabar, segera menarik lukisan yang ada di belakang meja kerja Pak Angga. Matanya membulat begitu melihat sebuah brankas yang ada di balik lukisan tersebut. Ia lun segera membongkar perlengkapan yang ia bawa.     

"Tunggu, Ben," seru Damar sebelum Ben sempat memasang alatnya di brankas milik Pak Angga. "Kalian harus dengar ini sebelum buka itu."     

Damar kemudian memutar rekaman percakapan Pak Angga yang sempat ia rekam ketika ia sedang bersembunyi. Bara dan Ben mendengarkan rekaman itu dengan seksama.     

Ben nampak terkejut begitu rekaman itu memutar suara Pak Angga yang mengatakan bahwa ia akan menerima pesan jika ada orang yang berusaha membuka paksa brankas miliknya. Bara menatap khawatir pada Ben dan Damar. "Terus, gimana supaya kita bisa buka brankas ini tanpa ketahuan sama Eyang Angga?"     

"Jujur aja, gue ngga nyangka kalau brankas ini bisa dibuat seperti itu," ucap Ben jujur. Sedetik kemudian matanya kembalk berkilat penuh gairah. "Tapi, gue selalu punya rencana cadangan. Untungnya temen gue sempat ngasih tahu soal itu dan dia juga ngasih tahu gimana caranya supaya si pemilik brankas ngga dapat pesan peringatan."     

"Gimana caranya?" tanya Damar. "Setelah denger itu, gue khawatir kita ngga akan bisa buka brankas itu."     

"Caranya simple. Cara kerja sistem peringatan itu, begitu ada yang mencoba membuka paksa brankas, sistem brankas yang tersambung ke internet bakal langsung memberikan peringatan kepemilik brankas berupa pesan pop up di handphonenya. Tapi, kalo internetnya mati atau server yang menangani pesan tersebut diserang, si pemilik ngga akan dapat pesan peringatan."     

"So?" ujar Bara.     

"So, gue akan melakukan cara kedua itu untuk mencegah Pak Angga mendapat pesan peringatan bahwa brankasnya sedang dibuka paksa oleh cucu-cucunya." Ben tersenyum bergantian pada Bara dan Damar.     

Ben segera mengambil posisi duduk di lantai dan memangku laptopnya. "Duduk aja dulu, daripada pegel nungguin gue masuk ke server yang menangani pesan otomatis dari brankas ini."     

Bara dan Damar saling tatap, lalu menurut dengan ikut duduk dilantai dan mengapit Ben yang sedang sibuk mengetikkan sesuatu di laptopnya. Keduanya bertopang dagu sambil memperhatikan yang sedang dilakukan oleh Ben.     

Tidak berapa lama kemudian, Ben meletakkan laptopnya di lantai lalu mengambil perlengkapan lain dari tasnya dan bangkit berdiri. Ia mengambil benda serupa kalkulator dari dalam tasnya, kemudian menempelkan benda tersebut di brankas milik Pak Angga.     

Ben lalu meraih kembali laptopnya. Bara dan Damar akhirnya ikut bangkit berdiri. Mereka tidak banyak berkomentar melihat apa yang sedang dilakukan Ben. Sampai ketika mereka mendengar bunyi 'klik' pada brankas milik Pak Angga.     

Ben meletakkan laptopnya di meja kerja Pak Angga, lalu perlahan menarik pegangan tangan yang ada di depan brankas. Ia tersenyum lebar karena sudah berhasil membuka brankas tersebut. Bara dan Damar juga ikut tersenyum lebar melihat isi dalam brankas milik Pak Angga.     

"Saran gue, daripada kalian kelamaan terpaku, mending kalian cepat ambil yang penting, terus di-copy atau apa. Karena gue bisa ngakalin servernya selama setengah jam. Setelah itu servernya akan reset sendiri dan bisa aja ngirim pesan peringatan buat Pak Angga kalau kondisi brankas dalam keadaan terbuka," terang Ben pada Bara dan Damar.     

Tanpa buang waktu, Bara dan Damar segera mencari berkas yang mereka anggap berkaitan dengan perushaan cangkang milik Pak Angga dan Hanggono. Mereka kemudian segera membawa berkas-berkas itu ke ruang fotokopi dan membuat kopiannya. Sementara Ben terus memantau keadaan server yang sedang ia serang melalui layar laptopnya.     

----     

"Udah semua, kan?" tanya Ben, sebelum ia mengakhiri serangannya.     

Bara dan Damar mengangguk bersamaan.     

"Kita udah copy semua file yang berkaitan sama perusahaan cangkang milik mereka berdua," ujar Bara.     

"Yakin, ya?" Ben kembali berusaha untuk memastikannya.     

"Yes," sahut Bara dan Damsr bersamaan.     

"Oke kalo begitu." Ben perlahan menutup kembali pintu brankas milik Pak Angga. Setelah itu, ita kembali menyalakan sistem keamanan brankas tersebut.     

Ben menghela napas lega. "Aman."     

Bara dan Damar turut menghela napas lega.     

Tiba-tiba Reno menghubungi Ben. "Hati-hati, ada yang lagi jalan ke sana."     

"Siapa?" sahut Ben.     

"Gue ngga tahu, tapi keliatannya kaya preman."     

"Bukan Bang Ojal?"     

"Bukan," sahut Reno."Kalian cepat keluar dari situ."     

Ketiganya saling tatap lalu membantu Ben memasukkan peralatannya juga memasukkan berkas yang sudah mereka salin ke dalam tas milik Ben.     

Setelah itu, mereka bergegas keluar dari ruang kerja Pak Angga.     

----     

"Telat," gumam Reno ketika melihat ketiga orang rekannya yang baru saja keluar dari ruang kerja Pak Angga dan berhadapan dengan seorang pria.     

Bara nampak berdiri di paling depan dan berusaha menghalau pria tersebut agar pergi meninggalkan mereka.     

"Ah, gue tahu gimana caranya biar orang tua itu pergi." Reno kemudian menelpon kantor keamanan gedung MG Group dan mengatakan ada orang tidak dikenal di kantor pusat MG Group di lantai tiga puluh. Reno menambahkan bahwa orang tersebut bersenjata dan mengancam tiga orang karyawan MG Group yang sedang lembur.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.