Bara

Intrigant 7



Intrigant 7

0Arga dan yang lainnya hanya bisa terdiam melihat Bara yang sedang menodongkan senjata api ke kepala Ale. Arga tidak menyangka bahwa Bara juga membawa senjata api untuk dirinya sendiri.     
0

Adrian yang berdiri di kejauhan tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Bara menatap Ale dengan tatapan yang sangat dingin. Ia bahkan melihat Bara tidak berkedip sama sekali ketika melepaskan tembakannya.     

"Kayanya kita harus keluar sekarang," ujar Abang pada yang lainnya. Abang kemudian memberi isyarat pada anak buahnya yang sedang menjaga anak buah Ale untuk segera membawa mereka keluar dari persembunyian.     

Dirga, Arga dan Reno mengangguk. Perlahan mereka keluar dari persembunyiannya dan menghampiri Bara. Anak buah Abang ikut keluar dari persembunyiannya sambil membawa anak buah Ale dengan tangan yang sudah terikat. Tali yang mengikat tangan anak buah Ale terhubung satu sama lain, mereka hanya bisa tertunduk pasrah ketika dibawa oleh anak buah Abang.     

Melihat orang-orang yang tiba-tiba muncul dan berdiri di belakang Bara, membuat Ale berdecak pelan. Ia juga tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya ketika melihat semua anak buahnya sudah dalam keadaan terikat.     

"Setelah di todong senjata, sekarang gue mau di keroyok? Oke, fine." Perlahan-lahan Ale membuka tangannya dan mengangkatnya ke udara. Pisau yang tadi ia genggam jatuh ke tanah.     

Arga dan Reno segera menghampiri Ale dan mengikat kedua tangannya ke belakang. Sementara Dirga segera melangkah untuk mengambil pisau milik Ale. Bara menurunkan senjata apinya setelah kedua tangan Ale terikat.     

----     

Ale dan anak buahnya duduk bersimpuh di pinggir ladang yang harusnya sudah mereka panen sekarang. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Mereka kini menyaksikan tanaman yang sudah mereka tanam beberapa bulan lalu itu di potong satu per satu dan disirami bensin agar tanaman tersebut tidak kembali tumbuh.     

Ale menyaksikan itu semua dengan penuh amarah. "You'll pay for this. Bapak ngga akan diam saja dengan semua ini."     

"Gimana kalau gue yang memaksa dia untuk diam?" ujar Bara.     

"You can't shut him down."     

"Who says?"     

Ale terdiam dan terus menatap Bara dengan penuh amarah.     

"Mungkin kalau sekarang gue telpon dia, dia bakal menyangkal keterlibatannya sama lu. Seperti kegiatannya yang lain, dia ngga pernah mengotori tangannya secara langsung. Dengan begitu dia ngga perlu repot untuk cuci tangan, dia tinggal memutus kontaknya dengan kalian. Kalian yang akan masuk penjara, bukan dia," terang Bara pada Ale.     

"Gue ngga percaya Bapak bakal ngelakuin itu sama gue. Selama ini, cuma gue yang dipercaya dia buat mengurus ladang-ladang miliknya," bantah Ale.     

Bara berjongkok di sebelah Ale dan menatapnya. "Mau coba?"     

"Coba aja. Gue yakin Bapak ngga akan begitu."     

"Gimana kalau ternyata dia seperti apa yang gue bilang barusan? Kita harus buat taruhan di sini. Biar semakin seru." Bara menyeringai pada Ale.     

"Okey, siapa takut. Kalau gue menang, lu harus lepasin gue dan anak-anak buah gue," sahut Ale.     

"Kalau gue yang menang?" timpal Bara.     

Ale menghela napasnya. "Gue bakal lakuin apa aja yang lu mau."     

"Okay, deal." Bara menjabat tangan Ale yang sedang terikat ke belakang. "Dimana handphone lu?" Bara meminta ponsel milik Ale.     

"Ada telpon satelit di kantong gue." Ale melirik ke arah saku celananya.     

Bara segera mengambil telpon satelit yang ada di dalam saku celana Ale.     

"Langsung aja tekan satu. Pasti langsung tersambung ke Bapak," ujar Ale.     

Bara langsung menekan angka satu di depan Ale. Ia juga menyalakan pengeras suara agar Ale bisa mendengar pembicaraan antara dia dan Hanggono.     

Nada panggil pertama, Hanggono tidak langsung menjawab telpon Ale. Hingga nada panggil keempat, Hanggono masih belum menjawab telponnya. Ale mulai terlihat cemas. Ia khawatir apa yang diucapkan Bara akan terjadi. Ale baru bisa bernapas napas lega ketika pada nada panggil berikutnya Hanggono menjawab telponnya.     

"Siapa ini?" ujar Hanggono ketika menjawab telponnya.     

"Ini Ale, Pak," sahut Ale.     

"Ale siapa? Jangan main-main kamu. Saya sedang rapat." Seketika Hanggono mematikan telponnya.     

Ale menatap telpon satelit miliknya yang sedang dipegang Bara dengan tatapan tidak percaya. Ia menggelengkan kepala. "Ngga mungkin itu Bapak."     

Bara tertawa pelan. "Lihat sendiri, kan?"     

Ale menatap Bara. "Ngga mungkin. Lu pasti salah nomor tadi."     

"Lu, kan, tadi liat sendiri. Gue langsung dial nomor satu. Lu sendiri yang bilang kalau nomor satu itu buat langsung nelpon Hanggono," sahut Bara.     

Ale terduduk lesu sambil menatap menatap hamparan ladang di hadapannya. Ladang yang sudah bertahun-tahun ia urus karena Hanggono sudah mempercayakannya untuk mengurus ladang tersebut. Kini, Hanggono dengan mudahnya menyangkal dirinya.     

"Lu mau tahu kenapa Hanggono menyangkal elu?" tanya Bara pada Ale. Bara menunjukkan sebuah pesan yang memberitahukan bahwa ada seorang pejabat yang ditangkap terkait suap. "Mau tahu siapa yang ditangkap?" Bara menatap Ale.     

"Oh, ya, gue juga harus ngasih tahu, kalau sekarang lu lagi dicari sama Polisi karena mereka punya foto lu lagi ngasih bingkisan untuk Pejabat itu. Bingkisan dari lu itu yang jadi bukti penyuapan itu. Udah bisa nebak siapa yang ditangkap?" lanjut Bara.     

"Damn it," rutuk Ale. "Pantes anak buahnya ngga ada yang muncul."     

Bara kembali tertawa. "Lihat sendiri, kan. Hanggono udah memutus salah satu ekornya." Bara kemudian menepuk bahu Ale sebelum ia pergi meninggalkannya.     

----     

Bara menghampiri Dirga yang sedang berbicara dengan seseorang di telpon. Ia mengangguk pelan ketika Bara berjalan menatapnya. Tidak lama kemudian ia menutup telponnya. "Sebentar lagi BNN datang untuk menggrebek ladang ini."     

"Bagus kalau begitu," ujar Bara pelan. Bara kemudian duduk bersandar pada sebuah pohon. Ia menengadahkan kepalanya sembari menghela napas panjang.     

"Ale sudah membuat kesepakatan dengan kamu, selanjutnya bagaimana?" tanya Dirga pada Bara.     

"Kita serahkan dia. Harus ada yang jadi tersangka untuk bisa menarik Hanggono," jawab Bara.     

Dirga menepuk-nepuk bahu Bara. "Saya pikir kamu akan menyelesaikannya sendiri."     

"Meskipun tidak ada hukum yang adil, tapi menyerahkan semuanya untuk di proses hukum menurut saya itu lebih baik. Kita tinggal pastikan semua yang mengurusnya bukan orang yang punya ikatan dengan Hanggono."     

Dirga menganggukkan kepalanya. "Ya, setidaknya kita bisa menjadikan musuh Hanggono sebagai sekutu. Mereka pasti dengan senang hati mengurusnya. Apalagi kalau itu bisa menjatuhkan Hanggono."     

Bara ikut menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. "Kita minta Ale buat menunjukkan ladang lain milik Hanggono sebelum orang-orang BNN datang."     

Bara kembali berdiri dengan dibantu oleh Dirga. Ia sedikit meringis menahan sakit ketika bangkit berdiri.     

"Kamu ngga apa-apa?" tanya Dirga.     

Bara kembali tersenyum sembari meringis menahan sakit. "Ngga apa-apa, Pak."     

Bara kembali menghampiri Ale. "Lu tadi bilang bakal ngelakuin apa yang gue mau, kan?"     

Ale mendongak menatap Bara. "Lu mau apa?"     

"Sebentar lagi orang-orang BNN bakal datang ke tempat ini, sebelum itu, gue mau minta lu buat nunjukkin ladang milik Hanggono yang lain," jawab Bara.     

Ale menghela napasnya. Ia harus menepati perkataannya pada Bara ketika mereka bertaruh. Ia mengacungkan kedua tangannya yang terikat pada Bara.     

Bara memanggil Arga dan Reno untuk membantu Ale berdiri.     

"Masih ada dua ladang lagi. Gue bakal antar kalian kesana," ujar Ale.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.