Bara

Morning Sun 2



Morning Sun 2

0Bara mengelus-ngelus kepala Maya yang sedang memiringkan tubuhnya dan menghadap ke arahnya.     
0

"Don't look at me like that," ujar Maya. "Gue ngga suka tatapan kaya gitu."     

"Emang tatapan gue kenapa?"     

"Tatapan lu itu seolah-olah lu kasihan sama gue. Padahal gue ngga perlu dikasihanin."     

"Hubungan lu sama Bokap lu gimana?" Bara bertanya penasaran.     

"Ya, meskipun Nyokap gue selalu bilang Bokap gue brengsek, bajingan atau apapun itu, tapi anehnya gue cukup dekat sama dia," jawab Maya.     

"Loh, tadi katanya Bokap lu balik ke negaranya?"     

"Plis, deh. Sekarang kan, ada yang namanya What's App, Skype, atau lu mau video call sama Bokap gue sekarang?"     

Bara terperanjat mendengar tawaran Maya. "Lu mau gue mati apa gimana? Video call Bokap lu pas kita berduaan di kasur begini."     

Maya tertawa mendengar ucapan Bara. "Dia pasti ngga heran, lah, kalo liat kita berduaan di kasur."     

"Mana ada Bapak yang diem aja liat anak perempuannya tidur sama cowok?"     

"Mau dicoba?" Tantang Maya.     

Bara menggeleng. "Nanti aja, deh. Gue belum siap mental kenalan sama Bokap lu. Tapi, ngomong-ngomong Bokap lu emang orang mana, May?"     

"Hmmm--" Maya berpikir sejenak. "Kakek gue dari Bokap orang Inggris, Nenek gue orang Sukabumi. Tapi, Bokap gue lahir di Jerman dan dia sekarang tinggal disana," jawab Maya.     

"Lu bisa bahasa Jerman?"     

"Ngga terlalu. Lebih jago bahasa Jerman Damar sama Kimmy daripada gue," ujar Maya sembari tertawa. "Kalo dia tau gue nanti bakal tampil di Milan, pasti dia dateng buat liat gue."     

"Lu udah kasih tau dia?"     

Maya menggeleng. "Gue mau kasih surprise buat dia. Dari semua orang di keluarga gue, dia yang paling ngerti gue meskipun kita kepisah jarak jauh banget."     

"Kenapa lu ngga tinggal aja sama Bokap lu?" Bara kembali bertanya.     

"Sempet. Waktu gue lagi berontak-berontaknya sama Nyokap, gue pergi nyusul Bokap. Akhirnya Eyang dateng buat jemput gue pulang. Bokap gue ngerasa ngga enak karena Eyang sampe nyusul gue ke tempatnya, terus gue dibujuk buat ikut Eyang pulang."     

Bara mengangguk-angguk mendengarkan cerita Maya. Baru kali ini ia mendengar cerita tentang Maya yang jarang diketahui orang-orang.     

"Tapi, sekarang masa-masa itu udah lewat. Lu tahu, kenapa gue sama Kimmy bisa klop banget?"     

"Kenapa?" tanya Bara penasaran.     

"Orang-orang pikir kita berdua deket karena profesi kita sama. Padahal lebih dari itu. Kita berdua ketemu pas sama-sama kacau. Kita berdua sama-sama merasa kecewa dengan keluarga kita. Mungkin karena merasa senasib, gue sama Kimmy jadi saling curhat. Lama-lama kita deket dan sampai sekarang. Gue juga ikut seneng pas Kimmy bilang, hubungan dia sama bokapnya udah membaik."     

"Thanks," ujar Bara.     

Maya menatap Bara penasaran. "Thanks for what?"     

Bara tersenyum pada Maya. "Thanks, lu udah mau cerita panjang lebar sama gue. Kalau lu ngga cerita, selamanya gue cuma tahu Maya yang seperti kebanyakan orang lihat."     

Maya tertawa pelan seraya menatap Bara. "Sini, deh, sebentar." Maya meminta Bara untuk lebih mendekat padanya.     

"Kenapa?"     

"Udah, sini, sebentar."     

Bara menuruti kemauan Maya dan mendekat ke arahnya. Maya lalu mengambil ponselnya.     

"Kita belum pernah selfie berdua," ujar Maya seraya menyalakan kamera pada ponselnya dan mengarahkannya pada dirinya dan Bara. "Senyum yang bener. Tunjukkin lesung pipinya." Maya mengarahkan gaya untuk Bara yang terlihat sangat kaku saat melakukan foto selfie bersamanya.     

Bara mau tidak mau mengikuti arahan yang diberikan Maya dan tersenyum dengan menunjukkan lesung pipinya. Mereka akhirnya melakukan foto selfie dengan berbagai gaya. Bara bergaya sesuai arahan Maya.     

Selesai mengambil foto selfie-nya bersama Bara, Maya segera melihat-lihat hasilnya dan mengirimkan satu foto yang paling bagus pada seseorang yang ada di kontak dalam ponselnya.     

Bara yang penasaran kemana Maya mengirimkan foto tersebut, melirik pada ponsel Maya. Ia hampir merebut ponsel Maya begitu melihat Maya mengirimkan foto tersebut kepada papanya. Tetapi, belum sempat merebutnya, foto tersebut sudah terkirim.     

Tidak lama setelah Maya mengirimkan foto tersebut, ponsel Maya bergetar. Sebuah panggilan video masuk ke ponselnya.     

Bara menggeleng pelan ketika Maya akan menerima panggilan tersebut. "Gue belum siap, May. Gue mau ngomong apa sama Bokap lu, kalo dia tau anak perempuannya tidur sama gue."     

"Ngga perlu bilang apa-apa. Just say hi," timpal Maya yang kemudian menjawab panggilan tersebut.     

Maya segera menyapa papanya yang terlihat mengantuk. "Hi, Dad."     

"Where is he?"     

Bara membeku begitu suara di video itu langsung menanyakan keberadaan seorang lelaki. Bara menggelengkan kepalanya, tetapi Maya justru tetap memaksanya untuk bergabung dalam panggilan videonya bersama ayahnya.     

"He's scared about you, Dad," ujar Maya jujur pada ayahnya.     

"Scared for what? I won't bite him."     

"He's scared you will be mad. If, you know he's slept with me," sahut Maya tenang.     

Berbeda dengan Bara yang justru semakin gugup.     

"Hey, If you are brave enough to sleep with my daughter, then you have to be brave enough to talk to me."     

Bara menelan ludahnya dan perlahan mendekat kembali pada Maya. Maya mengarahkan kemera depan ponselnya pada Bara. Dengan takut-takut Bara menyapa Ayah Maya. "Hi, Mister."     

Ayah Maya yang ada di video itu sedikit tertawa melihat Bara yang terlihat sangat gugup berhadapan dengannya.     

"Don't laugh, Dad. He's very nervous. Don't you see he's sweating?" Maya menggoda Bara.     

Bara sedikit berbisik pada Maya. "Bokap lu bisa bahasa Indonesia?"     

Ternyata Ayah Maya mendengarnya. "Jangankan bahasa Indonesia, mau ngomong pake bahasa Sunda juga hayu," ujarnya dengan logat Sunda yang sedikit aneh karena bercampur dengan logat inggrisnya.     

Maya melirik Bara dan ayahnya bergantian. "Udah dijawab sama yang bersangkutan."     

Bara kembali mengalihkan perhatiannya pada Ayah Maya. "Hai, Om. Saya Bara." Bara memperkenalkan dirinya pada Ayah Maya.     

Tanpa diduga Ayah Maya tersenyum padanya. "Hi Bara. Saya Hubert, Daddy-nya Maya."     

"Salam kenal Pak Hubert," ujar Bara.     

"Jangan panggil saya Pak. Kesannya jadi terlalu formal. Panggil Om saja seperti tadi."     

Bara tersenyum sembari menganggukkan kepalanya.     

"Kamu sudah kenal Maya berapa lama?" Hubert kembali bertanya pada Bara.     

"Baru beberapa bulan," jawab Bara.     

"Eyang yang ngenalin aku sama Bara," sela Maya.     

Hubert nampak terkejut ketika Maya mengatakan bahwa eyangnya yang mengenalkannya pada Bara.     

"Wah, biasanya kamu menolak pilihan eyangmu," sindir Hubert.     

"Dia masih sepupu sama Kimmy," aku Maya.     

"Oh," gumam Hubert. Seketika Hubert mengerti alasan kenapa Maya mau menerima pria pilihan eyangnya. Hubert kemudian kembali beralih pada Bara. "Asal kamu tahu, meskipun saya tahu mantan pacarnya Maya itu banyak, tapi baru kali ini Maya mengenalkannya pada saya. So, I think you're special."     

Mata Bara membulat tidak percaya. Ia melirik pada Maya. Maya berpura-pura mengalihkan perhatiannya pada langit-langit kamar Bara. Ia menanggapi ucapan Hubert dengan senyum yang sedikit canggung.     

Hubert geleng-geleng kepala yang melihat Bara masih canggung berbicara padanya. "Saya rasa sebaiknya kita berbicara lagi lain kali. Tapi, sampai saat itu datang lagi, saya titip anak perempuan kesayangan saya sama kamu. Don't break her heart, or I will find you and smack you in your face."     

Bara lekas menggeleng.     

"Nah, good. Maya, I'll call you later. Kasih tahu Daddy kalau dia macam-macam," ucap Hubert sambil menunjuk ke arah Bara.     

Maya tersenyum gembira sembari mengacungkan kedua jempolnya.     

"Love you," ujar Hubert.     

"Love you too, Dad," sahut Maya.     

Sambungan video dengan Hubert pun terputus. Bara menghela napas lega. Sambungan video dengan Hubert meskipun sebentar terasa sangat lama baginya karena ia merasa gugup dan belum siap untuk berbicara dengan Hubert yang notabene adalah Ayah Maya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.