Bara

Midnight 1



Midnight 1

0"Bara, kita udah sampai." Maya menggoyang-goyangkan tubuh Bara untuk membangunkannya.     
0

Bara menjawabnya hanya dengan sebuah erangan halus. Matanya masih tetap terpejam.     

Maya kembali menggoyang-goyangkan tubuh Bara. Kali ini Bara sedikit bereaksi dan membuka sedikit matanya. Ia lalu menatap Maya dengan matanya yang masih setengah terbuka. Bara kemudian melemparkan senyumnya pada Maya.     

"Lihat siapa yang ada di depan gue," gumam Bara.     

"Hei, bangun. Kita udah sampai di apartemen lu." Maya menepuk pipi Bara pelan.     

Bara menggamit tangan Maya yang menepuk pipinya lalu kembali menempelkan pipinya di telapak tangan Maya. Bara memejamkan matanya seraya menggesek-gesekkan wajahnya di telapak tangan Maya.     

"Udah, Bara. Ayo, kita masuk," ajak Maya.     

Bara tidak memperdulikan ajakan Maya dan terus bermain-main dengan lengan Maya.     

Maya menghela napasnya, baru kali ini dia melihat tingkah Bara saat sedang mabuk. Maya berdecak pelan dan menarik tangannya.     

Bara mengernyitkan dahinya. "Why?"     

"Lu udah mabuk, Bara." Maya melepaskan sabuk pengamannya. Lalu beralih melepaskan sabuk pengaman Bara.     

Bara diam tidak bergerak ketika Maya melepaskan sabuk pengamannya. Hidungnya justru menghirup dalam-dalam aroma yang menguar dari tubuh Maya. Ketika Maya kembali beralih ke kursinya, Bara tiba-tiba membelai pipi Maya. "Sejak kapan lu jadi semakin cantik begini." Ia kemudian mendekatkan wajahnya dan hendak mencium Maya.     

Namun Maya dengan cepat mendorong wajah Bara untuk menjauh. "Stop it, Bara. Lu lagi mabuk."     

Bara terkekeh pada Maya. "Iya, gue mabuk gara-gara lu."     

Maya memutar bola matanya. "Oh, come on."     

Maya yang sudah mulai kesal dengan tingkah Bara yang sedang mabuk segera melangkah keluar dari dalam mobil. Setelah itu, ia kemudian mengeluarkan Bara dari dalam mobil dan memapahnya untuk menuju apartemennya. Sepanjang jalan menuju unit apartemennya, Bara tidak henti-hentinya mengoceh yang membuat Maya sedikit tidak nyaman ketika ada orang yang kebetulan berpapasan dengan mereka. Namun, di sisi lain, Maya tersipu karena Bara terus memuji dirinya.     

----     

Kimmy tiba di apartemen Damar dan segera membawanya masuk ke dalam apartemen. Begitu masuk, Kimmy segera membawa Damar ke dalam kamarnya dan merebahkannya. Setelah itu ia berdiri dan hendak pergi meninggalkan Damar.     

Pada saat itu, tangan Damar menangkap lengan Kimmy. Seketika Kimmy menghentikan langkahnya. Damar tiba-tiba bangun dari tidurnya dan langsung memeluk erat Kimmy dari belakang. Ia membenamkan wajahnya pada tengkuk leher Kimmy. "Don't go."     

Kimmy terdiam mendengar bisikan Damar.     

Damar semakin membenamkan wajahnya pada bahu Kimmy dan mulai menciuminya.     

Kimmy yang merasa sedikit tidak nyaman dengan sikap Damar yang tiba-tiba dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Damar. "Jangan begini, Damar."     

Damar tidak mengindahkan permintaan Kimmy dan terus menciuminya. "Cuma ada kita berdua di sini," bisik Damar.     

"Bukannya kita udah sepakat?" Kimmy berusaha mengingatkan Damar tentang kesepakatan di antara mereka berdua setelah malam mereka menyatakan perasaan masing-masing.     

"Kesepakatan bisa berubah. Tapi, perasaan ngga mudah untuk dirubah," sahut Damar.     

"You're drunk. Jangan berbuat sesuatu yang mungkin akan lu sesali ketika lu sadar nanti."     

"Gue ngga pernah menyesali apa pun dalam hidup gue. Cuma satu penyesalan gue. Hubungan yang terlanjur mengikat kita selama bertahun-tahun." Damar berhenti menciumi Kimmy dan kini menatap kosong kamarnya meski ia masih memeluk Kimmy.     

Kimmy ikut terdiam setelah mendengar ucapan Damar. Sebuah keheningan hadir di antara mereka. Hanya terdengar deru halus suara mesin pendingin ruangan yang meniupkan udara sejuk di sekitar mereka.     

Damar tiba-tiba semakin memeluk erat Kimmy. Ia kembali menciumi lekuk leher Kimmy. Di setiap ciumannya ia menghirup dalam-dalam aroma tubuh Kimmy yang bercampur dengan parfum yang ia gunakan. "Gue benar-benar mabuk sekarang."     

Kimmy memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Damar. "Please, Damar. Lu lagi mabuk, kalau lu udah sadar, kita bicarain soal kesepakatan kita lagi."     

Damar menggeleng pelan. "Gue cukup sadar untuk minta lu buat di sini malam ini sama gue."     

Kimmy menatap dalam-dalam mata Damar yang sedang menatapnya. Tatapan itu bukan milik Damar yang menatapnya sebagai Kakak laki-lakinya, melainkan Damar yang lain, yang mencintainya dengan segenap hatinya.     

Damar meraih wajah Kimmy. "I miss you."     

"Kita, kan, ketemu hampir tiap hari," timpal Kimmy.     

Damar tertawa pelan. "Gue kangen Kimmy yang saat ini ada di depan gue, bukan Kimmy yang setiap hari ketemu sama gue."     

Damar lalu mengecup bibir Kimmy.     

"I love you," ucap Damar di sela-sela ciumannya.     

"I love you too," balas Kimmy.     

Damar dan Kimmy kembali melanjutkan ciuman mereka. Damar semakin mendekap erat tubuh Kimmy. Begitu pula dengan Kimmy yang mengalungkan lengannya di leher Damar yang membuat tubuh mereka berdua semakin menempel erat.     

----     

Dengan susah payah, Maya membawa Bara ke depan unit apartemennya. Begitu tiba di depannya, Maya segera menekan bel apartemen Bara. Tidak ada seorang pun yang keluar membukakan pintu. Padahal seingat Maya, Pak Agus tinggal bersama Bara.     

Maya kembali menekan bel. Berharap kali ini, Pak Agus akan keluar untuk membukakan pintu.     

"Hih, kemana, sih. Kok ngga ada yang bukain," rutuk Maya.     

Maya lalu mendudukkan Bara di dekat pintu apartemennya. Ia lantas mengeluarkan ponselnya dan mencoba untuk menelpon Pak Agus. Tidak ada jawaban. Dengan gemas Maya mematikan sambungan telponnya dan mencoba untuk menghubungi Kimmy.     

"Orang-orang pada kemana, sih. Di telpon pada ngga ada yang angkat." Maya mulai kesal karena tidak ada yang menjawab telponnya. Ia kemudian menatap Bara yang sedang bersandar di dinding.     

"Ini lagi, tumben-tumbenan minum sampai mabuk begini." Maya berjongkok dan memandangi wajah Bara yang masih sedikit membuka matanya.     

Maya memegang wajah Bara dengan kedua tangannya. "Look at me."     

Bara berusaha membuka matanya dan memperhatikan wajah Maya.     

"Kombinasi kunci apartemen lu berapa?"     

"Hah?"     

"Kunci apartemen lu."     

"Oh." Bara kemudian memberi isyarat pada Maya untuk mendekatkan telinganya pada Bara.     

Maya menurut dan mendekatkan telinganya. Bara lalu membisikkan kombinasi kunci apartemennya. Setelah mengetahui kombinasi angka untuk membuka pintu apartemen Bara, Maya kembali berdiri dan segera menekan angka tersebut pada papan tombol yang ada di pintu apartemen Bara.     

Maya menghela napas lega, begitu pintu apartemen Bara membuka. Maya kembali membantu Bara untuk berdiri dan masuk ke dalam apartemennya.     

"May," gumam Bara pelan begitu mereka masuk ke dalam apartemen Bara.     

Maya menoleh pada Bara. Ia terkejut melihat Bara seperti orang yang ingin muntah. "Jangan disini, ayo cepat ke kamar mandi," teriak Maya.     

Belum sempat Maya membawa Bara ke kamar mandi, Bara sudah terlebih dahulu mengeluarkan isi perutnya.     

"Ewww, Bara," teriak Maya kesal.     

Bara mengelap mulutnya. "Ngga kuat, May."     

Maya menatap Bara kesal. Namun, ia tidak bisa berbuat banyak karena Bara terduduk lemas di lantai. Maya pun kembali memapah Bara dan membawanya ke dalam kamarnya.     

Maya mendudukkan Bara di tepi ranjangnya. Ia melepaskan jaket dan kaus yang Bara kenakan akibat terkena muntahan Bara.     

Bara duduk diam di tepi ranjang dengan mata terpejam. Sementara Maya berlari ke kamar mandi dan membasahi handuk untuk mengelap tubuh Bara. Setelah selesai mengelap tubuh Bara, Maya merebahkan Bara dikasur. Maya juga melepaskan sepatu yang Bara kenakan, sebelum menaikkan kaki Bara ke atas kasur dan menyelimutinya.     

"Kenapa gue ngelakuin ini semua," gumam Maya yang keheranan dengan apa yang sudah ia lakukan.     

Maya berjongkok di samping tempat tidur Bara dan memandangi wajah Bara yang sudah tertidur pulas. Maya tertawa pelan. "Dasar bayi besar, tunggu pembalasan gue besok pagi."     

Maya kembali berdiri. Tugasnya masih belum usai. Ia masih harus membersihkan sisa muntahan di ruang depan. Ia tidak ingin bau muntahan itu menyebar ke seluruh ruangan. Lebih baik dia meembersihkannya daripada harus mencium aroma tidak sedap sepanjang malam.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.