Bara

Polaris 2



Polaris 2

0Bara kembali ke apartemennya. Maya masih belum terlihat. Ia menduga Maya masih tertidur di kamarnya. Bara lantas meletakkan makanan yang ia bawa dan masuk ke kamarnya dengan membawa kantung belanja berisi pakaian untuk Maya.     
0

Dugaan Bara tepat, Maya masih tertidur di kamarnya. Ia berjalan mendekat dan duduk di tepi tempat tidurnya. Sesaat ia memandangi wajah Maya sebelum ia membelainya lembut untuk membangunkan Maya.     

Merasakan belaian lembut di wajahnya, Maya membuka sedikit matanya. "Udah beli semuanya?"     

"Udah, nih," Bara menunjukkan kantung belanja yang sedang ia bawa.     

Maya menatap lembut Bara yang duduk di sebelahnya. "Kalau di film-film, tuan putri bangun setelah dicium pangeran."     

Bara tersenyum mendengar ucapan Maya dan segera mendaratkan sebuah ciuman di bibir Maya. "Nah, sekarang waktunya bangun. Habis ini lu harus kerja."     

"Kayanya gue ngga perlu kerja lagi kalau udah punya lu," goda Maya.     

"No, lu harus tetap kerja dan cari uang yang banyak," timpal Bara sambil tertawa.     

"Dasar." Maya kemudian bangkit dari tempat tidur dan mengecek isi tas belanja yang dibawa Bara. "Not Bad, selera lu bagus juga," ujar Maya sambil menunjukkan kotak berisi satu set pakaian dalam wanita.     

Bara kembalk tertawa. "Itu, mbak-mbak penjaga toko yang milihin."     

"Tapi, lu yang setuju buat beli ini."     

"Ya, biar gue cepat keluar dari toko itu. Lu ngga tahu gue setengah mati nahan malu buat beli itu."     

Maya tertawa terbahak membayangkan Bara seorang diri masuk ke dalam toko yang khusus menjual pakaian dalam wanita. "Gue bakal pakai ini. Gue mandi dulu."     

Maya segera keluar dari balik selimut dan melangkah menuju kamar mandi sambil membawa tas belanja yang dibawa Bara. Sedangkan Bara memilih untuk keluar dari kamarnya dan menyiapkan makanan untuk mereka berdua.     

----     

Maya keluar dari kamar Bara dengan rambut yang masih dibungkus handuk. Ia menghampiri Bara yang sudah duduk di meja makan.     

"Gue pikir lu ngga terlalu suka makanan jepang," seru Maya.     

"Kalau yang mateng, gue masih suka, kok."     

Maya segera duduk di meja makan. Ia sudah lapar melihat sushi lengkap yang ada di atas meja makan. Ia meraih sumpitnya lalu menyuapkan sebuah sushi dengan topping ikan salmon mentah ke dalam mulutnya.     

Maya menggumam pelan sambil mengunyah sushi di dalam mulutnya. "Ini enak banget."     

"Udah makan dulu. Ngomongnya nanti aja," sahut Bara.     

Maya menganggukkan kepalanya dan kembali melahap sushi yang ada di depannya. Bara memandangi Maya yang sedang makan dengan lahap sambil tersenyum.     

"Ah, kenyang. Sekarang waktunya kita cari uang," ujar Maya setelah menyelesaikan makannya.     

Bara memperhatikan penampilan Maya. "Kayanya ada yang kurang."     

"Apa yang kurang?"     

"Wait." Bara kemudian mengeluarkan tas belanja dengan logo toko perhiasan berlambang angsa.     

Maya membelalakkan matanya begitu Bara mengeluarkan isi tas belanja itu dan membuka sebuah kotak kecil hitam di hadapannya.     

"Biar gue yang pakein." Bara berdiri dan memakaikan kalung yang tadi ia beli pada Maya.     

Maya menyentuh bandul kalung yang terbuat dari emas putih dan berbentuk bintang utara. Sebuah kilau berlian berbentuk oval yang ada di tengah bandul itu menyempurnakan bintang utara yang kini bertengger manis di lehernya.     

"Gimana? Suka?" tanya Bara ketika ia selesai memakaikan kalungnya.     

"I love it." Mata Maya berbinar terang, seterang kilau berlian pada kalungnya. Ia kemudian berdiri dari kursinya dan duduk di pangkuan Bara. "Thank you."     

Bara menatap mata Maya dalam-dalam. "You're my star who never let me lose, right?"     

"I'll shine brighter then before. So, you'll never get lost and you will always find your way home."     

Maya dan Bara saling tatap lalu keduanya kembali berciuman hangat.     

Maya tiba-tiba menghentikan ciumannya. "Kita harus pergi sekarang. Kalau ngga gue bakal telat." Maya segera bangkit dari pangkuan Bara dan mencari tasnya yang semalam ia letakkan di ruang keluarga.     

Bara tertawa melihat Maya yang tiba-tiba terburu-buru. "Oh, yes. Gue hampir lupa kalau lu harus cari uang."     

Bara meraih ponsel dan kunci mobilnya lalu menghampiri Maya yang sudah berdiri di depan pintu apartemennya.     

"Kalau gue telat, ini gara-gara lu," ucap Maya seraya keluar dari apartemen Bara.     

Bara tidak menanggapi ucapan Maya dan menggandeng Maya untuk berjalan lebih cepat.     

----     

Orang-orang yang ada di lokasi syuting berbisik-bisik begitu melihat kedatangan Maya bersama dengan pria yang selama ini digosipkan sebagai pacar baru Maya.     

Manager Maya segera menghampiri Maya begitu mereka tiba di lokasi syuting.     

"Gue belum telat, kan?" tanya Maya pada managernya.     

"Belum, kok," jawab managernya.     

Manager Maya kemudian melirik pada pria yang berdiri di sebelah Maya. "Kalian ini sebenarnya pacaran atau ngga, sih?" Managernya penasaran melihat Maya yang diantar Bara.     

"Menurut lu, gimana?" Maya mengalungkan lengannya pada lengan Bara.     

"Oh, I get it." Manager Maya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ya udah, lepas dulu pegangannya. Lu harus di make up dulu."     

Maya segera melepaskan tangannya pada Bara. "Gue make up dulu, ya."     

Bara menganggukkan kepalanya.     

"Lu bisa duduk di ruang tunggu. Ruang tunggunya ada di situ," seru Manager Maya sembari menunjuk ke sebuah ruangan yang ada di sebelah studio yang akan digunakan untuk syuting.     

"Oke," sahut Bara.     

Maya segera berjalan bersama managernya ke ruang make up, sementara Bara melangkah ke ruang tunggu.     

----     

"Lu beneran pacaran sama dia?" bisik Manager Maya ketika mereka melangkah menuju ruang make up.     

"Bisa dibilang begitu," jawab Maya.     

Managernya kemudian menepuk keras lengan Maya. "Gitu, dong, kalo nyari cowok. Jangan kaya yang kemarin-kemarin."     

"Aw." Maya mengelus-ngelus lengannya. "Sakit, tau. Emangnya kenapa sama cowok-cowok gue yang kemaren?"     

"Kalau yang sekarang kelihatan lebih berkualitas."     

"Jelas, lah. Dari latar belakang aja dia beda sama yang lain. Kali ini gue bakal serius sama dia. Eyang gue juga mendukung banget gue sama dia."     

"Really?" seru Manager Maya tidak percaya.     

Maya menganggukkan kepalanya. "Dia benar-benar bikin gue ngga bisa lepasin dia."     

"Heem, ada yang lagi jadi budak cinta," goda Manager Maya.     

"Lu liat, nih." Maya menunjukkan kalung berbentuk bintang utara yang ia gunakan.     

"Itu dari dia?" bisik Manager Maya.     

Maya menganggukkan kepalanya. Ia lalu berbisik pelan pada managernya. "Outfit gue hari ini, semua dia yang beliin. Termasuk bra yang lagi gue pakai sekarang."     

"Waduh," seru Manager Maya terkejut. "Emang baju-baju lu yang selemari itu pada kemana?"     

Maya tersenyum mendengar pertanyaan managernya. "Gue abis nginep di tempat dia dan ngga persiapan bawa baju ganti."     

Manager Maya mengerling jahil. "Kalian abis ngapain?"     

Maya terkekeh pelan. "Ada, deh."     

Manager Maya menatapnya penuh selidik sembari memberikan senyuman penuh arti. "Gue paham, kok, maksud dari 'ada, deh' lu."     

"Udah ah, jangan dilanjutin lagi. Gue jadi pengen buru-buru balik ke apartemen dia kalau bahas itu," ujar Maya malu-malu.     

Maya kemudian teringat sesuatu dan mulai berbicara serius dengan managernya. "Oh, ya. Lu udah hubungin agen gue di Milan? Beberapa bulan lagi Milan Fashion Week, loh."     

"Udah, lu tenang aja," jawab managernya.     

"Sipp, kalau begitu."     

"Kita tinggal tunggu kabar selanjutnya aja."     

"Oke. Lu emang selalu bisa diandalkan, es."     

"Siapa dulu, danesa."     

----     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.