Bara

The Ball 12



The Ball 12

0Pak Angga menemui Hanggono di ruang tertutup yang ada di dalam galeri seni tersebut.     
0

"Apa-apaan itu?" Tanya Hanggono pada Pak Angga. "Awalnya Bara, sekarang mamanya yang tiba-tiba muncul. Jangan sampai setelah ini, Mahesa ikut muncul dan hidup kembali," sindir Hanggono.     

Pak Angga juga tidak bisa berkata apa-apa. Ia merasa apa yang sudah direncanakan secara matang pada sepuluh tahun silam kini tak ubahnya seperti bumerang yang siap berbalik ke arahnya. Kemunculan Bara saja sudah merusak apa yang ia bangun selama ini. Ditambah sekarang dengan munculnya Rania. Entah apa lagi yang akan terjadi. Padahal momen yang ia tunggu sebentar lagi tiba.     

Tanpa sadar Pak Angga mengepalkan tangannya dan meninju meja yang ada di dekatnya. Hanggono terkejut dan menoleh ke arahnya.     

"Mulai sekarang, setiap kamu mau bergerak, kamu harus menunggu instruksi dari saya. Jangan sampai kamu bergerak mendahului saya," ujar Hanggono tegas.     

Pak Angga melirik Hanggono dengan tatapan setengah sebal. Apa hak Hanggono berkata demikian padanya, pikir Pak Angga. "Iya. Saya akan menuruti kemauan kamu."     

"Semua ini tidak akan terjadi kalau kamu menuruti kata-kata saya sepuluh tahun lalu untuk membuang orang-orang kamu yang tidak kompeten itu."     

"Orang-orang saya selalu kompeten, mereka menjalankan semua tugas yang diberikan dengan sangat baik."     

"Kalau mereka bekerja dengan sangat baik, tidak mungkin Bara dan Rania bisa hidup lagi. Itu, yang kamu bilang bekerja dengan baik?"     

Pak Angga tidak bisa melawan balik kata-kata yang diucapkan Hanggono.     

"Mulai sekarang, orang-orang saya yang akan mengerjakan semuanya."     

Pak Angga kembali menatap Hanggono dengan tatapan tidak suka.     

"Sebaiknya kamu jangan terlalu percaya dengan orang yang selalu ada di sekitar kamu," Hanggono berusaha untuk memperingatkan Pak Angga.     

Tanpa menunggu Pak Angga berkata-kata lebih lanjut, Hanggono segera keluar dari ruangan terseut.     

Pak Angga menatap kepergian Hanggono sambil mengepalkan kedua tangannya.     

----     

Rania menyelesaikan konferensi pers yang ia adakan. Seluruh Wartawan yang hadir terkejut dengan pernyataan yang dikeluarkan Rania, bahwa kecelakaan yang menimpa dirinya bukan murni kecelakaan lalu lintas biasa. Ada orang yang memang sengaja ingin menyingkirkan keluarganya.     

Namun, ketika Rania ditanya siapa orang yang kemungkinan bertanggung jawab dengan peristiwa, Rania belum berani berkomentar. Pernyataan tentang siapa dalang dibalik kecelakaan tersebut akan sangat menggemparkan jika ia katakan sekarang.     

Selama konferensi pers berlangsung, pikiran Rania tidak lepas dari Bara. Ia ingin segera mengakhiri konferensi pers ini dan menyusul Bara. Begitu ia mendapat tanda dari Kimmy bahwa Bara sudah keluar dari galeri, Rania buru-buru menyelesaikan konferensi persnya meski banyak Wartawan yang masih ingin bertanya.     

"Bara sudah dibawa? Bagaimana kondisinya?" Rania segera bertanya pada Kimmy begitu ia kembali ke ruang kontrol panitia.     

Kimmy mengangguk. "Bara sudah dibawa, Pak Agus yang menemani dia ke rumah sakit."     

"Kalauu begitu, kita susul sekarang," seru Rania tidak sabar.     

"Ray." Kimmy kemudian memanggil Raya.     

Raya segera berjalan menghampiri Kimmy.     

"Tugas lu belum selesai, tolong temenin Tante Rania ke rumah sakit," pinta Kimmy pada Raya.     

Kimmy kemudian menelpon supirnya dan memintanya untuk bersiap di depan galeri. Setelah itu Kimmy kembali beralih pada Rania. "Tante duluan sama Raya. Nanti aku nyusul sama Mas Damar, setelah acara di sini selesai."     

Rania segera mengangguk. Ia kemudian meraih tangan Raya dan segera berjalan keluar dari ruang kontrol.     

"Tolong jaga Tante, ya, Ray." Kimmy berseru pada Raya yang sudah ditarik keluar oleh Rania.     

Raya menjawabnya dengan mengacungkan satu jempolnya dari jauh.     

Tidak lama setelah Rania dan Raya keluar dari ruang kontrol, Damar menyusul masuk ke dalam ruang kontrol.     

"Gimana?" tanyanya pada Kimmy.     

"Lancar, Tante Rania baru aja pergi nyusul Bara ke rumah sakit."     

Damar dan Kimmy sama-sama menghela napasnya. Damar kemudian melirik Kimmy.     

"Sejak kapan lu tahu Tante Rania masih hidup? Ini semua pasti lu yang rencanain, kan?" tanya Damar tanpa berbasa-basi.     

Kimmy segera menoleh pada Damar. "Well, gue udah tahu sejak beberapa bulan yang lalu."     

"Kapan tepatnya?"     

"Ngga lama setelah kejadian yang menimpa Eyang Haryo di Solo. Gue tahu setelah gue pemotretan di galeri milik Pak Ketut."     

"Berarti pas lu jenguk Eyang Haryo, lu udah tahu kalau mamanya Bara masih hidup?"     

Kimmy menganggukkan kepalanya.     

"Astaga, Kim. Paling ngga, kan, lu bisa ngasih tahu gue," ujar Damar.     

"Ngga bisa," sahut Kimmy. "Tante Rania yang minta sendiri buat merahasiakan hal ini sampai saatnya dia memutuskan untuk kembali."     

"Gara-gara itu, rencana yang udah gue susun sama Bara hampir berantakan," rutuk Damar.     

Kimmy mengernyitkan dahinya. "Lu punya rencana apa sama Bara?"     

Damar menoleh ke kanan kirinya, masih banyak orang di sekitar mereka. "Gue ngga bisa ceritain itu sekarang."     

"Nah, anggap aja kita impas."     

"Harusnya dari awal kita harus saling terbuka, supaya hal seperti ini ngga terjadi," ujar Damar.     

"Belum terlambat untuk saling terbuka. Lagipula gue udah tahu kalau lu sama Bara cuma pura-pura musuhan. Ke depannya jangan ada yang disembunyiin lagi."     

Damar mengangguk. " Lu udah selesai?"     

"Belum, acara, kan belum selesai. Tamu-tamu aja belum mengambil souvenirnya. Ngomong-ngomong, ide wine buat jadi souvenir, apa ada kaitannya sama rencana kalian berdua?"     

Damar diam tidak menjawab.     

"Kalau lu diam berarti iya," lanjut Kimmy.     

"Kan, gue tadi bilang jangan dibahas di sini. Nanti aja kita bahas ini di tempat lu atau di tempat gue."     

"Di tempat lu aja," sahut Kimmy cepat. "Tapi, sebelum itu, kita harus lihat kondisi Bara dulu."     

"Oke. Kalau gitu gue tunggu di luar." Damar kemudian pergi dari ruang kontrol.     

----     

Ambulance yang membawa Bara akhirnya tiba di rumah sakit. Dokter yang biasa menangani Bara sudah bersiap. Begitu ranjang yang membawa Bara diturunkan dari mobil ambulance, Dokter dan suster yang mengikutinya segera membawa Bara ke ruang UGD.     

Begitu Bara dipindahkan ke ranjang yang ada di ruang UGD, tiba-tiba tanda vital menunjukkan kondisinya kembali memburuk.     

"Kode blue, siapkan defibrillator," seru Dokter tersebut.     

Pak Agus hanya bisa memperhatikan dari jauh. Dugaannya tepat, kondisi Bara lebih parah jika dibandingkan sebelumnya. Bagaimana bisa dalam semalam kondisi Bara menurun sedrastis ini. Pak Agus sudah memberitahu tentang kondisi Bara pada Pak Haryo. Namun, Pak Agus berhasil meyakinkan Pak Haryo untuk tidak perlu khawatir. Para Dokter pasti akan melakukan yang terbaik untuk Bara.     

Mata Pak Agus membulat begitu melihat garis lurus pada layar monitor yang memonitor tanda kehidupan Bara. Melihat garis tersebut, Dokter segera memberikan perintah cepat pada suster yang membantunya untuk mengambil obat-obatan yang diperlukan. Dokter pun segera memulai untuk memberi kejutan listrik pada Bara.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.