Bara

Kiss The Dream 3



Kiss The Dream 3

0Rania menjadi lemas sesaat setelah mendengar penjelasan yang diberikan Dokter yang menangani Bara. Berulang kali ia mengutuk dirinya sendiri yang sudah membuat Bara harus mengalami kondisi seperti ini. Rania terus tertunduk selama berada di dalam ruangan Direktur rumah sakit.     
0

Maya yang duduk tidak jauh dari Rania, memutuskan untuk mendekati Rania. Bagaimanapun juga yang sangat terpukul tentang keadaan Bara bukanlah dirinya, Pak Agus maupun Arga, melainkan Rania. Maya mendekat dan menggenggam tangan Rania.     

"Bara, will be okay," ujar Maya meski dengan sedikit bergetar. Ia sangat ketakutan tadi begitu tiba di rumah sakit dan melihat monitor yang memonitor detak jantung Bara menampilkan garis lurus. Dokter dan Perawat pun nampak sibuk untuk membuat jantung Bara kembali berdetak.     

Rania balas menggenggam tangan Maya. Ia lalu menoleh pada Maya. "Thank you."     

Maya mencoba untuk tersenyum. "Saya tahu ini bukan waktu yang pas untuk berkenalan, tapi sepertinya saya harus memperkenalkan diri sama Tante, saya Maya." Maya mengubah genggaman tangannya pada Rania menjadi sebuah jabat tangan.     

Melihat Maya yang tersenyum padanya, mau tidak mau Rania mencoba untuk tersenyum. "Senang berkenalan dengan kamu Maya, maaf perkenalan pertama kita harus terjadi seperti ini."     

"No, no." Maya menggeleng. "Tante ngga perlu minta maaf. Tante juga pasti sangat terpukul sekarang, jangan menyalahkan diri Tante."     

Melihat Maya yang sudah memulai obrolan dengan Rania, Raya yang tadinya juga berada di dalam ruang Direktur rumah sakit, memilih untuk keluar dari ruangan tersebut karena merasa kehadirannya tidak terlalu diperlukan. Ia memutuskan akan berada di rumah sakit hanya sampai Kimmy datang, setelah itu dirinya akan kembali pulang ke rumah kostnya.     

Dokter memberitahu bahwa kini mereka bisa melihat keadaan Bara dari luar ruang ICU. Pak Agus dan lainnya segera bergegas keluar dari ruang Direktur rumah sakit untuk menengok keadaan Bara.     

Hati Rania mencelos begitu melihat keadaan Bara dari balik kaca ruangan ICU. Maya dan Raya yang berdiri mengapit Rania segera memegangi lengan Rania agar ia tidak terjatuh karena Rania tiba-tiba goyah. Mereka kemudian membawanya ke kursi yang berada tidak jauh dari ruangan tersebut.     

Rania kembali menangis. Kali ini ia memeluk Maya. Maya tidak bisa berbuat banyak selain balas memeluk Rania, meski matanya juga kembali berkaca-kaca setelah melihat keadaan Bara. Raya melakukan apa yang ia bisa ketika melihat dua wanita di hadapannya berpelukan. Ia menepuk-nepuk lengan Maya yang sedang memeluk Rania. Berharap itu bisa sedikit mengurangi kesedihan yang dirasakan keduanya.     

Tidak lama kemudian Kimmy dan Damar datang bersama ke rumah sakit. Keduanya segera menuju ruang ICU setelah Arga memberitahu Damar bahwa Bara kini dirawat di ruang ICU.     

Melihat Kimmy sudah datang ke rumah sakit, Raya menggeser duduknya agar Kimmy bisa duduk di sebelah Rania. Kimmy segera duduk di sebelah Rania dan memeluknya sedangkan Damar pergi menemui Pak Agus dan Arga.     

"Gimana, Pak?" tanya Damar pada Pak Agus.     

"Sekarang kita tinggal tunggu dia sadar," jawab Pak Agus.     

Damar memperhatikan Bara yang kini sedang berbaring dengan berbagai selang dan kabel yang terhubung ke tubuhnya. Ia menghela napasnya lalu beralih pada Kimmy yang kini sedang bersama Rania dan Maya.     

"Kim, lebih baik sekarang kita antar Tante Rania pulang dulu ke hotel. Maya juga sebaiknya pulang dulu," ujar Damar.     

Rania menoleh pada Damar dan menggeleng. "Tante mau di sini menemani Bara."     

"Tante, lebih baik Tante pulang dulu, ngga mungkin Tante semalaman di sini dengan pakaian seperti itu. Jadi, lebih baik Tante pulang dan kembali lagi besok pagi." Kimmy mencoba membujuk Rania.     

Maya ikut mengiyakan ucapan Kimmy. "Kita bisa kesini lagi besok pagi, Tante. Sekarang pun kita ngga bisa berbuat apa-apa. Lagipula disini ada Pak Agus dan Arga."     

Rania terdiam sejenak sebelum menyetujui saran yang diberikan Maya dan Kimmy yang membujuknya untuk kembali ke hotel.     

Kimmy dan Damar akhirnya kembali meninggalkan rumah sakit untuk mengantar Rania dan Raya. Sementara Maya, ia menelpon Supir pribadinya untuk menjemputnya di rumah sakit. Rania dan Raya pergi terlebih dahulu meninggalkan rumah sakit, sedangkan Maya masih menunggu Supir menjemputnya.     

Selagi menunggu, Maya terus memperhatikan Bara dari balik kaca ruang ICU. Ia sudah bisa mengendalikan dirinya meski matanya masih sedikit berkaca-kaca melihat Bara terbaring tidak berdaya.     

Tidak beberapa lama kemudian, Supir pribadinya menelpon dan mengatakan bahwa ia sudah ada di lobi di rumah sakit. Maya segera berpamitan pada Pak Agus.     

Pak Agus meminta Arga untuk menemani Maya sampai ke lobi rumah sakit. Arga menuruti perintah Pak Agus dan menemani Maya untuk turun ke lobi.     

"Kalau ada apa-apa, telpon gue, ya," ujar Maya sebelum ia masuk ke dalam mobilnya.     

Arga menganggukkan kepalanya. "Iya, gue pasti ngabarin kalau ada apa-apa."     

"Thank, Ga." Maya kemudian masuk ke dalam mobilnya.     

Arga menutup pintu mobil Maya. Begitu pintu menutup, Maya menurunkan jendelanya. "Gue balik."     

"Hati-hati, May."     

Maya mengangguk dan segera menaikkan kembali jendelanya. Arga memundurkan langkahnya dan mobil yang ditumpangi Maya pun pergi meninggalkan lobi rumah sakit.     

----     

Keesokan paginya, begitu Maya kembali tiba di rumah sakit, ia sudah mendapati Rania sudah duduk di luar ICU. Maya segera duduk menghampiri Rania. Maya lalu menyodorkan kopi yang ia bawa. Tadinya ia bermaksud memberikan kopi itu untuk Pak Agus dan Arga, namun ketika tiba disana, Maya tidak menemukan jejak mereka berdua.     

"Kopi, Tan. Pasti Tante ngga bisa tidur semalam," ujar Maya.     

Rania menoleh pada Maya dan tersenyum simpul dan menerima kopi yang diberikan Maya "Darimana kamu tahu kalau saya ngga bisa tidur?"     

"Karena saya juga ngga bisa tidur semalaman, badan saya di rumah, tapi pikiran saya terus ke sini," sahut Maya.     

Rania tersenyum sembari menyesap kopi pemberian Maya. "Bagaimana saya bisa tidur kalau anak saya masih terbaring di sini. Syukurlah saya tidak sendiri."     

"Ya, Bara sama-sama penting buat kita berdua. Ya, kan?"     

Rania mengangguk kepalanya. "Kalian berdua sepertinya sangat dekat, ya? Saya sering lihat wajah kalian berdua muncul di akun gosip."     

Maya tertawa pelan menanggapi ucapan Rania. "Haduh, ketauannya malah dari akun gosip."     

"Tante ngga masalah, kok, Bara mau dekat sama siapa aja. Selama dia merasa nyaman dan bahagia itu sudah cukup," sahut Rania.     

Maya sedikit merona setelah mendengar ucapan Rania. "Thanks, Tan."     

"Lagipula kamu kelihatannya sangat perhatian sama Bara, Tante jadi ngga merasa khawatir."     

"Justru sebaliknya, Bara yang selalu perhatian sama saya. Dia perhatian sampai ke detail-detail kecil."     

"Wah, dia memang benar-benar seperti duplikat papanya. Jangan bilang dia juga suka tiba-tiba mijat kamu."     

Maya terperangah mendengar perkataan Rania. "Kok, Tante tahu. Kalau saya kelihatan capek, Bara pasti langsung mijitin saya. Saya sampe mikir udah ngga perlu ke spa lagi kalau mau dipijit."     

Rania tertawa menanggapi Maya. "Itu yang juga dilakukan papanya kalau melihat saya lagi capek. Bara pun waktu kecil suka seperti itu sama saya. Kadang saya sampai heran, mereka berdua terlalu mirip."     

"Bara waktu kecil seperti apa, Tante?" tanya Maya penasaran.     

"Kamu harus janji satu hal, sebelum saya ceritakan," timpal Rania.     

"Janji apa?"     

"Jangan beritahu Bara kalau kamu mengetahuinya dari saya."     

"Beres kalau itu, sih."     

Rania tersenyum melihat Maya yang tampak antusias mendengar ceritanya tentang masa kecil Bara. Ia bersyukur Maya juga datang dan menemaninya. Kehadiran Maya sedikit menghiburnya di tengah kekhawatiran yang terus ia rasakan.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.