Bara

Take a Chance 3



Take a Chance 3

0Rania terdiam di balik pintu ruang kerja Pak Haryo. Ia kemudian memutuskan untuk menyeruak masuk.     
0

"Apa maksud kamu kalau Damar bukan anak kandung Bima?"     

Bara dan Pak Haryo sama-sama menoleh. Keduanya terkejut dengan kemunculan Rania yang tiba-tiba.     

Rania menatap Bara. "Coba kamu jelaskan. Apa maksud ucapan kamu barusan?"     

"Ehmm." Bara sedikit tergugup. Ia berulangkali melirik pada Pak Haryo yang sepertinya juga meminta jawaban yang sama padanya.     

"Damar sendiri yang mengatakannya kalau dia sebenarnya bukan anak Om Bima," aku Bara.     

Rania menggeleng tidak percaya.     

"Damar akan mengancam Hanggono menggunakan statusnya?" tanya Pak Haryo.     

Bara mengangguk pelan.     

"Bukannya itu akan membahayakan statusnya juga di perusahaan? Bisa saja mereka akan langsung mencopot Damar."     

"Damar bilang, ini untuk kepentingan perusahaan."     

"Lantas Damar mau bersembunyi di mana? Hanggono pasti akan dengan mudah menemukannya."     

Bara mengangkat bahunya. Ia kemudian berpikir sejenak. Mata Bara tiba-tiba berkilat cerah. "Saya tahu di mana Damar akan bersembunyi." Bara tertawa sendiri, tidak percaya dengan apa yang sudah Damar pikirkan.     

Pak Haryo dan Rania saling menatap. Keduanya sama-sama keheranan dengan sikap Bara.     

"Kemana Damar akan bersembunyi?" tanya Pak Haryo penasaran.     

"Damar tidak akan kemana-mana. Dia akan tetap ada di Jakarta. Lebih baik saya tidak beritahu. Apa menurut Eyang cara Damar akan berhasil?"     

"Kalau Damar sampai melakukan itu, bukannya nanti para Investor akan ikut tidak tenang," ujar Rania.     

"Investor tidak tenang, harga saham menurun, kalau tidak mau rugi, harus melakukan aksi jual," gumam Bara. "Mungkin juga Damar sengaja melakukan itu agar Hanggono memintanya untuk segera menjual sahamnya yang mengatasnamakan Damar."     

"Sepertinya Damar tidak bisa sembarangan menjual saham-saham tersebut. Hanggono pasti sudah membuat perjanjian dengan Damar atau Angga."     

"Tapi bagaimana dengan nasib Damar kedepannya?" tanya Rania.     

"Aku juga lagi mikirin itu, aku ngga mau Damar melakukan itu. Ada satu cara lagi yang aku pikirin supaya kita bisa menekan Hanggono," terang Bara.     

Pak Haryo menatap Bara dengan penasaran. "Apa yang kamu pikirkan?"     

"Saya mendapat laporan kalau anak buah Hanggono akan pergi ke Hongkong. Sepertinya mereka mau bermain di kasino."     

"Ah, ya. Bima juga sempat menyinggung tentang kasino. Kamu harus bisa mendapatkan bukti bahwa anak buah Hanggono kesana bukan hanya untuk berjudi."     

"Hongkong?" gumam Rania.     

"Ya," timpal Bara. "Saya juga sudah minta orang untuk mengikuti anak buah Hanggono."     

"Bagus kalau begitu. Pastikan anak buah kamu mendapatkan foto ketika orang-orang Hanggono melakukan penukaran," sahut Pak Haryo.     

"Lalu bagaimana dengan Damar?" Bara kembali bertanya.     

"Katakan pada Damar, jangan lakukan hal apapun. Bilang padanya untuk bertindak seolah ia tidak mengetahui rahasia dibalik saham pemberian Hanggono," jawab Pak Haryo.     

----     

Damar kembali mengangkat telpon dari Bara. "Udah lu pikirin soal rencana gue?"     

"Yep."     

"So?"     

"You don't have to do that. I have another option."     

"What's your option?"     

"Chip judi. Apa Om Bima juga ngasih tahu lu tentang chip judi?"     

Damar sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan Bara. "Maksudnya?"     

"Selain dengan saham yang ada di perusahaan kita, Hanggono juga menyimpan uangnya dalam bentuk chip judi."     

"Terus, apa yang mau lu lakuin dengan chip-chip itu?"     

"Kita harus dapat bukti anak buah Hanggono menukarkan chip itu tanpa berjudi," ujar Bara yakin. "Gue mau ngirim Reno ke Hongkong."     

"Lu udah tahu kasino tempat anak buah Hanggono nukerin chipnya?" tanya Damar.     

Bara tertawa pelan. "Lu pikir, mereka yang di Millenium sekarang lagi ngapain?"     

Damar menggumam heran.     

"Ben udah dapet informasi tempat anak buah Hanggono menginap. Dia juga tahu berapa orang yang akan pergi ke sana."     

Damar tampak bernapas lega. Ia kemudian tertawa pelan. "Thanks, Bar. Gue ngga perlu buka identitas gue terlalu dini."     

"Ngga usah khawatir. Kita bakal jaga identitas lu sampai kita berhasil menyentuh Hanggono."     

"Kapan Reno berangkat?" Damar kembali bertanya pada Bara.     

"Lusa dia berangkat. Gue bakal siapin semua kebutuhan dia selama di sana."     

"Oke, nanti gue coba hubungin teman gue yang ada di sana. Siapa tahu dia bisa bantu," ujar Damar.     

"Oke. Besok kita ketemu di Millenium sebelum Reno berangkat."     

"Sipp." Damar kemudian mematikan sambungan telponnya.     

Bara kini bisa sedikit bernapas lega karena berhasil mencegah Damar melakukan rencananya. Kini ia tinggal menyiapkan kepergian Reno ke Hongkong. Bara kembali berbaring di ranjangnya. Permainannya dengan Hanggono memasuki babak baru.     

----     

Setelah mematikan sambungan telponnya dengan Bara, Damar merebahkan kepalanya pada sandaran kursi kerjanya. Ia mengalihkan perhatian pada jendela besar yang ada di belakang meja kerjanya. Ia pun bisa sedikit bernapas lega karena Bara memiliki cara lain untuk menekan Hanggono dan anak buahnya.     

Ponsel Damar kembali berdering. Ia melihat nama di penelpon. Sebuah telpon dari nomor tidak dikenal. Damar mengernyitkan dahinya.     

"Ya, halo," sapa Damar.     

"Damar, ini saya Hanggono."     

Damar terduduk tegak di kursinya begitu mendengar nama Hanggono. "Oh, Bapak. Saya pikir siapa. Ada apa Bapak tiba-tiba menelpon saya?"     

"Kamu bisa datang ke kediaman saya malam ini. Ada yang mau saya bicarakan dengan kamu," terang Hanggono.     

Damar berpikir sejenak. "Oke, nanti pulang kerja saya mampir ke tempat Bapak."     

"Bagus kalau begitu. Saya tunggu kehadiran kamu."     

"Baik, Pak."     

Terdengar tawa pelan Hanggono sebelum ia mematikan telponnya. Damar segera mengambil jasnya. Ia akan segera pergi ke Millenium sebelum ia menemui Hanggono. Ini kesempatan yang bagus untuk memasang beberapa penyadap di kediaman Hanggono.     

----     

Sambil berjalan menuju tempat parkir, Damar kembali menghubungi Bara.     

"Sore ini gue ke tempat Hanggono. Gue mau ambil beberapa alat dari Millenium," terang Damar begitu Bara mengangkat telponnya.     

Bara penasaran dengan Damar yang tiba-tiba akan pergi ke kediaman Hanggono. "Ada apa lu tiba-tiba ke rumah Hanggono?"     

"Gue juga ngga tahu. Dia tiba-tiba minta gue datang ke tempatnya."     

"Hati-hati, Dam. Kita sama-sama tahu Hanggono itu orang yang seperti apa."     

"Ya, I know. Nanti gue kasih tahu hasil pertemuan gue sama Hanggono." Damar segera menutup telponnya dan melajukan kendaraannya meninggalkan halaman parkir dan menuju Millenium.     

----     

"Ga, gue mau ngomong sama Ben," seru Bara ketika Arga mengangkat telponnya. Arga segera memberikan ponselnya pada Ben.     

"Ben, tolong aktifin penyadap yang udah lu pasang di handphone Damar," perintah Bara pada Ben.     

Sambil menjepit ponsel Arga dengan bahunya, tangan Ben bergerak cepat pada papan tombol komputernya.     

"Done," ujar Ben setelah dia menekan tombol enter. Dan penyadap yang ada di ponsel Damar mulai aktif.     

Arga keheranan begitu melihat satu buat list baru yang muncul di komputernya. "Siapa ini, Ben?" bisik Arga pada Ben.     

"Damar," ujar Ben tanpa bersuara.     

Arga nampak terkejut begitu mengetahui bahwa sekarang mereka juga harus mengawasi ponsel Damar.     

"Oke, thank you, Ben."     

Bara menghela napas panjang setelah selesai menelpon Ben. Ia lanjut menghubungi Bang Ojal dan meminta Bang Ojal untuk memerintahkan anak buahnya untuk berjaga di sekitar kediaman Hanggono untuk mengawasi Damar yang akan datang ke kediaman Hanggono.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.