Bara

Overhear 2



Overhear 2

0Damar terus berpura-pura melihat koleksi pajangan milik Hanggono yang ada di sekitar ruang tamunya. Sementara Hanggono terus mengikuti di sebelahnya seraya menjelaskan koleksinya yang kebetulan sedang di pegang Damar. Hal ini sedikit menyulitkan Damar untuk kembali memasang penyadapnya.     
0

Damar kemudian berhenti di depan sebuah lemari kaca berisi foto dan penghargaan yang dimiliki Hanggono.     

"Penghargaan Bapak banyak sekali," puji Damar.     

"Ah, itu bukan apa-apa. Kalau kita menikmati pekerjaan kita, kita pasti akan melakukan yang terbaik. Sesuatu yang dilakukan dengan sepenuh hati akan mendatangkan sesuatu yang tidak pernah kita duga, contohnya ya penghargaan itu. Saya ngga pernah berharap dapat medali atau apa, tetapi karena saya selalu melakukan tugas saya sepenuh hati, medali-medali itu yang akhirnya datang kepada saya," terang Hanggono.     

Damar kemudian terpaku pada sebuah foto yang ada di dalam lemari kaca Hanggono. Ia mendekatkan wajahnya untuk melihat foto tersebut dari dekat.     

Hanggono yang memperhatikan Damar sedang tampak serius memperhatikan sebuah foto yang ada di dalam lemari kacanya berinisiatif untuk membuka lemari kaca tersebut. Damar sedikit memundurkan langkahnya begitu Hanggono maju untuk membuka lemari kacanya dan mengambil foto yang sedari tadi sedang diperhatikan Damar.     

"Ini foto anak-anak yang menjadi cikal bakal yayasan pendidikan milik saya," ujar Hanggono sembari memberikan foto tersebut pada Damar.     

Damar menerima foto tersebut dan memperhatikannya dengan lebih jelas. Di foto itu terdapat sekitar sepuluh anak berusia sekitar enam sampai sepuluh tahun sedang tersenyum lebar menatap kamera.     

"Mereka semua anak-anak yang kehilangan orang tua mereka ketika saya sedang bertugas di perbatasan. Saya bawa mereka ke sini, saya didik dan akhirnya kini mereka sudah menjadi orang-orang sukses," terang Hanggono.     

"Mereka sangat beruntung," komentar Damar.     

Damar kemudian mengembalikan foto tersebut pada Hanggono. Hanggono menerimanya kembali lalu ia memperhatikan foto itu sejenak.     

"Sayangnya salah satu diantara mereka tiba-tiba menghilang tidak lama setelah mereka sampai di pulau jawa," ujar Hanggono. Matanya terpaku pada satu wajah yang ada di foto tersebut. "Semoga nasibnya juga seberuntung kawan-kawannya yang lain." Hanggono mengalihkan perhatiannya pada Damar dan meletakkan kembali foto yang sedang dipegangnya ke dalam lemari kaca.     

Damar tersenyum kikuk menangggapi cara Hanggono yang menatapnya dengan sedikit aneh.     

"Ngomong-ngomong, kamu sudah makan malam?" Hanggono kembali bertanya pada Damar.     

"Saya langsung ke sini setelah pulang kerja," jawab Damar.     

"Kalau begitu, mumpung kamu di sini, gimana kalau kamu temani saya makan malam?"     

"Ngga perlu repot-repot, Pak. Saya bisa makan setelah selesai dari sini." Damar mencoba mengindari ajakan Hanggono.     

Hanggono beralih merangkul Damar. "Tidak baik menolak ajakan makan dari orang yang lebih tua dari kamu. Makan sedikit juga tidak apa-apa."     

Sebelum Damar kembali menolak ajakannya, Hanggono segera memberondong Damar menuju ruang makannya. Tidak ada yang bisa Damar lakukan selain mengikuti Hanggono, karena Hanggono merangkulnya cukup erat.     

----     

Hanggono dan Damar melanjutkan pembicaraan mereka di ruang makan.     

"Bagaimana perkerjaan kamu di kantor?" Hanggono memulai pembicaraan mereka.     

"Lancar," jawab Damar singkat. Damar kemudian menatap Hanggono sekilas. "Saham pemberian Bapak benar-benar membantu saya."     

"Syukurlah kalau apa yang saya berikan bisa sangat membantu kamu. Saya jadi tidak khawatir mempercayakan milik saya sama kamu."     

"Bapak tidak takut, kalau suatu saat saya melakukan sesuatu dengan saham-saham itu?"     

Hanggono menatap Damar penasaran. "Memang apa yang mau kamu lakukan?"     

Damar mengangkat bahunya. "Saya juga belum tahu apa yang akan saya lakukan." Ia kemudian meletakkan sendok yang sedang ia gunakan. Damar lantas mengelap mulutnya menggunakan serbet yang ada di pangkuannya.     

"Kalau kamu mau melakukan sesuatu silahkan saja. Yang penting kamu ingat satu hal." Hanggono menghentikan ucapannya. Ia kemudian menatap Damar tajam. " kamu tidak akan bisa bersembunyi dari saya."     

Damar tersenyum pelan menanggapi ucapan Hanggono. "Sepertinya akan sangat sulit bagi saya untuk bersembunyi dari Bapak."     

"Kamu harus menggali lubang tikus untuk bersembunyi dari saya," sahut Hanggono. Keduanya kemudian tertawa.     

----     

Arga dan Ben sedari tadi serius memperhatikan percakapan yang terjadi di antara Hanggono dan Damar.     

"Omongannya Hanggono agak nyeremin," ujar Arga tiba-tiba.     

"Apanya yang nyeremin?" tanya Ben.     

"Dari nada bicaranya, jelas-jelas Hanggono udah memperingatkan Damar. Lubang tikus mana yang Damar gali buat bersembunyi dari Hanggono."     

"Bukannya kita sekarang ada di lubang tikus," sahut Ben.     

Arga terdiam sejenak. Ia memperhatikan dinding beton yang mengelilinginya. Dirinya hampir lupa bahwa ia kini ada beberapa meter di bawah tanah. Fasilitas lengkap yang ada di dalam bunker sedikit membuatnya lupa bahwa tempatnya berada tidak berbeda jauh dengan lubang tikus yang dikatakan Hanggono.     

"Udah sadar?" sela Ben.     

Arga mengangguk. "Berarti Damar harus sembunyi di sini kalau dia mau main-main sama Hanggono."     

"Kalau Damar sampai main-main sama Hanggono, itu bakal bahaya buat kita juga. Hanggono bakal tahu tentang tempat ini," sahut Ben.     

"Apa kita perlu cari persembunyian lain?" tanya Arga.     

Ben mengangguk pelan. "Coba aja lu bicarain sama Bara. Dia, kan, yang biayain semua ini."     

"Wah, panjang umur," seru Arga seraya menunjukkan nama Bara yang muncul pada ponselnya. Arga segera menjawab panggilan Bara. "Iya, Bar?"     

Ben kembali memperhatikan percakapan yang terjadi antara Damar dan Hanggono, sementara Arga berbicara dengan Bara di telpon.     

"Gimana pembicaraan Damar sama Hanggono? Ada yang mencurigakan?" tanya Bara.     

"Sejauh ini belum ada yang mencurigakan. Mereka cuma ngobrol-ngobrol biasa, barusan mereka sempat membicarakan soal saham," terang Arga.     

"Saham?"     

"Iya, mereka bahas saham. Damar duluan yang menyinggung soal saham."     

"Damar bilang apa soal saham?     

"Ngga bilang apa-apa. Damar cuma nanya gimana kalo dia tiba-tiba macam-macam sama saham itu. Dan sepertinya Hanggono secara ngga langsung memperingatkan Damar supaya dia ngga macem-macemin saham yang mereka bicarakan."     

"Oh," sahut Bara singkat. Meski di dalam hatinya ia kesal setengah mati kenapa Damar berani menyinggung hal tersebut di hadapan Hanggono. "Ya udah, kalo gitu. Nanti gue hubungin lagi. Terus awasin mereka berdua."     

"Oke." Arga kemudian mematikan sambungan telponnya.     

"Kenapa lu ngga bahas sekalian soal lubang tikus?" tanya Ben begitu Arga kembali meletakkan ponselnya di atas meja.     

"Ngomongin itu nanti aja. Pas dia datang langsung ke sini. Lagian pembicaraan Damar sama Hanggono masih belum selesai, kan?" jawab Arga.     

"Kapan dia dateng kesini?"     

"Gue juga belum tahu," jawab Arga sembari nyengir kuda.     

Ben melenguh kesal mendengar jawaban Arga. "Katanya orang kepercayaan Bara, tapi ngga tahu kapan dia bakal mampir ke sini."     

"Ya, soalnya, kan, dia baru aja keluar dari rumah sakit. Mungkin dia masih perlu istirahat beberapa hari dulu," sahut Arga.     

"Ngeles aja, lu. Tapi, feeling gue bilang, besok dia bakalan ke sini. Lu mau taruhan sama gue, ngga?"     

"Taruhan berapa?" tantang Arga.     

"cepek doang."     

"Oke, kita lihat besok. Bara kesini apa ngga."     

Ben tersenyum riang karena Arga menyambut tawaran taruhannya. Ben sangat percaya diri ia akan memenangkan taruhan karena besok adalah hari sebelum Reno berangkat ke HongKong. Bara tidak mungkin tidak datang.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.