Bara

The Ball 3



The Ball 3

0Pak Agus membantu Bara menyiapkan penampilan perdananya dalam acara tahunan MG Group. Pada awalnya Bara pikir, memakai tuxedo tidak ubahnya seperti ketika ia mengenakan jas pada umumnya. Akan tetapi ternyata memakai setelan tuxedo jauh lebih rumit daripada yang ia bayangkan. Seperti ada aturan tidak tertulis yang menjadi standar dalam mengenakan setelan tuxedo.     
0

Seperti warna tuxedo dan celana yang harus senada. Posisi celana juga harus berada di pinggul dan bukan di pinggang. Untuk aksesoris, tuxedo selalu dipadankan dengan dasi kupu-kupu. Sedangkan aksesoris tambahan seperti cumberbatch atau vest digunakan untuk menunjang penampilan agar terlihat lebih maskulin. Kancing yang digunakan pada tuxedo pun dilapisi dengan kain yang sama dengan bahan tuxedo yang digunakan sehingga menciptakan kesan yang lebih mewah.     

"Saya baru tahu, Pak, kalau tuxedo itu beda sama jas yang biasa saya gunakan," ujar Bara ketika Pak Agus membantunya untuk mengenakan setelan tuxedonya.     

Pak Agus tersenyum. "Ya, jelas berbeda. Dari material sampai harga pun, tuxedo jauh lebih mahal daripada jas yang sehari-hari Mas Bara gunakan. Penjahitnya pun bisa dibilang lebih expert daripada yang biasa menjahit jas atau blazer. Tahan napas sebentar."     

Bara menahan napasnya seperti yang diminta Pak Agus. Sementara Pak Agus mengencangkan tali yang ada di belakang vest yang Bara kenakan agar tubuh Bara terlihat semakin tegap.     

"Sudah," ujar Pak Agus.     

Bara kembali bernapas seperti semula.     

"Kamu harus sering-sering minta saran penampilan sama Maya. Dia pasti lebih mengerti bagaimana caranya membuat kamu terlihat lebih gagah."     

Selesai memasangkan vest, Pak Agus kemudian memasangkan dasi kupu-kupu di leher Bara. Bara sedikit mendongakkan kepalanya agar Pak Agus lebih mudah memasangkan dasinya.     

Tiba-tiba pintu kamar Bara diketuk. Pak Agus berjalan ke arah pintu dan membukanya. Make Up Artist yang menangani Maya sudah berdiri di depan pintu.     

"Ada apa?" tanya Pak Agus.     

"Saya disuruh Mbak Maya buat touch up sedikit mukanya Mas Bara supaya kelihatan lebih segar," jawab Make Up Artist tersebut.     

"Oh, gitu." Pak Agus menganggukkan kepalanya dan membiarkan Make Up Artist itu untuk masuk ke kamar Bara.     

"Misi, Mas Bara, bisa duduk sebentar," pinta Make Up Artist tersebut.     

Pak Agus menyadari Bara yang tidak menyukai ide Maya untuk sedikit merias wajahnya. "Sudah, ngga apa-apa. Ini demi penampilan kamu."     

Bara akhirnya menurut dan duduk di kursi yang ada di dekat rak bukunya.     

"Tolong merem, Mas."     

Bara kembali menurut dan memejamkan matanya.     

Tangan Make Up Artist itu dengan cekatan membalurkan pelembab pada wajah Bara. Setelah membubuhkan pelembab, ia menyapukan sedikit concealer pada bagian bawah mata Bara. Setelahnya, ia memberi sedikit lipgloss agar bibir Bara tidak terlihat kering. Terakhir ia menyemprotkan cairan untuk membuat wajah Bara semakin segar.     

"Nah, sudah selesai. Silahkan buka matanya lagi, Mas."     

Bara kembali membuka matanya.     

"Tenang aja, Mas. Saya cuma bikin Mas Bara kelihatan lebih segar aja. Wajah Mas Bara ngga perlu banyak di make up juga sudah ganteng," terang Make Up Artist tersebut sambil tersenyum dan menyodorkan sebuah cermin di depan wajah Bara.     

Bara sedikit keheranan karena wajahnya tidak tampak jauh berbeda antara sebelum dan sesudah dirias. Ia hanya merasa wajahnya kini terlihat lebih segar daripada sebelumnya. Bara pun tersenyum pada Make Up Artist tersebut "Terima kasih, Mbak."     

Make Up Artist itu mengangguk seraya tersenyum pada Bara lalu kembali pamit meninggalkan kamar Bara.     

Pak Agus berjalan mendekati Bara dan memperhatikan wajahnya. "Kamu terlihat lebih segar sekarang."     

Bara bangkit berdiri. Pak Agus kembali merapikan vest yang Bara kenakan sebelum ia memakaikan tuxedonya.     

Pintu kamar Bara kembali di ketuk. Kali ini yang masuk ke kamarnya seorang penata rambut. Sekali lagi Bara menurut dan membiarkan penata rambut itu menata rambutnya. Ia menata rambut Bara dengan sedikit menyisirnya ke arah samping. Dan voila, gaya rambut klasik pria ini tidak pernah gagal untuk membuat tampilan seorang pria menjadi lebih berkelas. Setelah selesai, ia memberikan semprotan untuk mempertahankan tatanan rambut Bara agar tetap rapi. Setelah penata rambut itu keluar, Pak Agus merapikan sedikit kemeja dan vest yang Bara kenakan. Dan, akhirnya ia memakaikan tuxedo pada Bara.     

"Wah." Pak Agus berdecak kagum melihat Bara dalam balutan tuxedo.     

Bara mematut dirinya di depan cermin. Ia sendiri takjub dengan penampilannya. Ia seperti melihat orang lain di cermin tersebut.     

Seteleh melihat sendiri penampilannya dalam balutan tuxedo, Bara baru menyadari perbedaan tuxedo dengan jas yang biasa ia gunakan. Bara mengenakan setelan tuxedo berwarna hitam dengan kerah membulat berbahan satin. Vest warna senada yang ia kenakan di balik tuxedonya membuat siluet tubuhnya tampak lebih tegap. Dasi kupu-kupu yang berbahan silk berwarna hitam dan pocket square berbahan linen berwarna putih semakin menyempurnakan penampilannya. Belum lagi wajah dan rambutnya yang juga mendapat sentuhan dari penata rias profesional.     

"Wah, gue hampir ngga ngenalin lu," seru Arga yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Bara.     

Bara menoleh dan tersenyum pada Arga yang juga sudah hampir mengenakan setelan tuxedonya. "Lu belum selesai?"     

"Belum, gue ngga ngerti cara make dasi kupu-kupu." Arga berjalan menghampiri Pak Agus. "Ini gimana pakainya, Pak?"     

Pak Agus meraih dasi kupu-kupu yang dibawa Arga dan segera memakaikannya pada Arga.     

"Aw, pelan-pelan, Pak," protes Arga ketika Pak Agus dengan sengaja mengencangkan dasi kupu-kupu yang dikenakan Arga.     

"Sudah," seru Pak Agus. "Cepat pakai tuxedo kamu."     

"Iya," sahut Arga sambil berlalu.     

Pak Agus kembali beralih pada Bara. "Arga akan ikut di mobil kamu. Saya akan mengikuti di belakang."     

Bara mengangguk.     

"Ya sudah. Kamu sudah siap. Sekarang saya yang siap-siap. Sebentar lagi saya menyusul," ujar Pak Agus.     

"Saya tunggu di luar, Pak."     

Pak Agus mengangguk, lalu Bara berjalan keluar dari kamarnya.     

----     

Begitu Bara keluar dari kamarnya, ia bermaksud mengintip sedikit ke kamar Pak Agus untuk melihat persiapan Maya. Namun, sayang, pintu kamar Pak Agus terkunci sehingga ia tidak bisa melihat bagaimana penampilan Maya.     

Bara akhirnya menunggu sambil berdiri di dekat jendela apartemennya. Ia bisa merasakan dirinya yang gugup dalam penampilan perdananya pada acara tahunan MG Group. Mendadak Arga muncul di sebelahnya.     

"Tunjukkan sama mereka, siapa Bara Aditya Pradana sebenarnya," ujar Arga.     

Bara melirik pada Arga. "Malam ini cuma permulaan. Setelah ini, gue ngga akan kasih ampun sama mereka yang udah ngancurin hidup gue."     

Bara dan Arga tersenyum memandangi deretan gedung-gedung bertingkat yang mulai menyalakan lampunya. Hari sudah semakin sore, lampu-lampu gedung bertingkat di hadapan mereka mulai menyala. Pertanda mereka sebentar lagi akan meninggalkan apartemen Bara dan berangkat menuju acara tahunan MG Group.     

"Let's go gentleman."     

Suara yang sedari tadi ditunggu Bara akhirnya hadir. Bara segera menoleh. Maya sudah berdiri di belakangnya dengan mengenakan gaun malam berwarna hitam. Bara tidak bisa melepaskan pandangannya dari Maya.     

Arga menyenggol lengan Bara. "Cepet samperin."     

Arga kemudian pergi meninggalkan Bara dan Maya untuk segera menghubungi supir untuk bersiap di lobi apartemen Bara.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.