Bara

Fade Away 1



Fade Away 1

0Bara mengerjap-ngerjapkan matanya ketika ia terbangun di tempat tidurnya. Cahaya matahari mulai masuk ke dalam kamarnya. Ia meraih ponselnya dan melihat jam. Sudah pukul sepuluh pagi. Beruntung hari ini adalah akhir pekan, ia bisa bangun sesiang yang ia inginkan. Bara kemudian meregangkan tubuhnya sebelum bangkit dari kasurnya. Tanpa membasuh wajahnya terlebih dahulu, Bara kemudian berjalan keluar dari kamarnya dengan masih mengenakan celana pendek dan kaus tanpa lengan.     
0

Bara menutup pintu kamarnya sambil menguap lebar. Ia sudah berencana akan kembali tidur setelah ia memakan sarapannya karena yang membuatnya terbangun adalah rasa lapar. Ia kemudian melangkah ke meja makan dengan mata yang masih sedikit terpejam. Ketika sedang menuju meja makan, sayup-sayup Bara mendengar suara orang yang sedang bercakap-cakap.     

"Nah, itu dia baru bangun," seru Pak Agus ketika Bara melintas di depannya.     

Seketika Bara menoleh. Matanya langsung membuka begitu melihat seseorang yang sedang duduk bersama Pak Agus. "Maya? Ngapain pagi-pagi udah di sini?"     

"Ini udah mau siang kali," sahut Maya. Maya tidak bisa melepaskan matanya dari Bara yang masih mengenakan celana pendek dan kaus tanpa lengan. "Dia tiap weekend begitu, Pak?" Maya bertanya pada Pak Agus.     

"Ya, begitulah. Dia bangun untuk sarapan, terus tidur lagi," jawab Pak Agus sambil melirik ke arah Bara.     

"Ya udah, kalian lanjutin aja ngobrolnya. Gue mau makan." Bara melanjutkan langkahnya menuju meja makan.     

Maya dan Pak Agus hanya bisa terkekeh melihat tingkah Bara. Pak Agus kembali mengalihkan perhatiannya pada Maya. "Maklum, lah. Dari senin sampai jumat dia kurang istirahat. Jadi, kalau weekend saya biarkan dia istirahat. Oh, ya, nanti siang kami berdua mau menengok Pak Haryo, kamu mau ikut?"     

Maya segera menyanggupi. "Kalau ngga ngerepotin, saya ikut."     

"Ya, ngga ngerepotin," sahut Pak Agus seraya tersenyum pada Maya.     

"Saya susul Bara dulu, ya, Pak."     

"Oh, ya. Silahkan. Kamu ke sini mau ketemu Bara, toh."     

Maya tersipu dan segera beranjak dari kursinya untuk menyusul Bara di meja makan.     

----     

Bara menyantap nasi uduk yang sudah disediakan Mbok Inah dengan lahap. Ia makan tanpa menyadari Maya yang sudah berdiri di belakangnya. Maya memperhatikan Bara yang sedang makan dengan lahapnya sambil mengulum senyumnya. Ia kemudian mendekatinya.     

"Give me a bite," ujar Maya. Ia kemudian membuka mulutnya dan menunggu Bara menyuapkan sesendok nasi uduk ke dalam mulutnya.     

Bara menghela napasnya melihat kelakuan Maya yang sudah tidak aneh lagi baginya. Ia kemudian menyuapkan nasi uduk ke dalam mulut Maya.     

Maya tersenyum sambil mengunyah nasi uduk yang baru disuapkan Bara. Ia kemudian mengecup pipi Bara. "Thank you," ujarnya dengan mulut penuh nasi uduk. Ia lalu mengambil posisi duduk di sebelah Bara.     

Bara kembali melanjutkan makannya, sementara Maya terus memperhatikannya sambil sesekali tersenyum seperti seorang Ibu yang senang melihat anaknya makan dengan lahap.     

Sadar Maya terus mengamatinya, Bara mengangkat sendoknya dan mengarahkannya pada Maya. "Mau lagi?"     

Maya menggeleng. "Lihat lu makan aja udah kenyang," ujarnya sambil tersenyum nakal pada Bara. "Tapi, kalo lu maksa, boleh, deh." Maya segera menyambar sendok yang diarahkan Bara padanya.     

Bara berdecak melihat kelakuan Maya. "Pantes, ya, kalian berdua bisa sahabatan."     

"Gue sama Kimmy maksudnya?"     

"Iya lah, siapa lagi. Kelakuan kalian mirip."     

"Mirip apanya?"     

"Sama-sama suka gangguin orang makan," ujar Bara sambil kembali menyuapkan nasi uduk ke dalam mulutnya.     

"Habisnya enak, sih, gangguin orang makan. Apalagi kalau yang digangguin itu lu," timpal Maya.     

Bara hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum menanggapi ucapan Maya.     

"Lagi dong," pinta Maya.     

Bara menatap Maya yang sedang menatapnya seperti anak kecil yang minta dibelikan mainan. Ia lantas mengambilkan sendok untuk Maya. "Nih, makan berdua aja sekalian."     

Maya menolak sendok yang diberikan Bara. "Maunya disuapin." Ia mengerjap-ngerjapkan matanya pada Bara.     

Sekali lagi, Bara hanya bisa menghela napas pasrah menghadapi tingkah laku Maya. Ia pun melanjutkan makannya sambil sesekali menyuapkan nasi uduk ke dalam mulut Maya. Maya tampak senang dengan apa yang Bara lakukan. Ia tidak henti-hentinya tersenyum ketika Bara menyuapinya.     

----     

Seusai sarapan, Bara kembali ke kamarnya untuk mengambil surat tilang yang ia dapat tadi malam. Ia kemudian memberikannya pada Pak Agus.     

"Apa ini?" Tanya Pak Agus.     

"Surat cinta dari Polantas," jawab Bara.     

Pak Agus tertawa. "Kamu kena tilang?"     

Bara mengangguk.     

"Kena di mana?"     

"Di tol, waktu abis nganterin Maya pulang."     

Maya melirik ketika Bara menyebut namanya.     

"Kenapa kamu ngga damai di tempat aja?" Pak Agus kembali bertanya.     

Bara buru-buru menggeleng. "Saya ngga mau perut polisinya makin buncit. Soalnya saya lihat kancing bajunya udah kaya mau lepas."     

Maya menahan tawanya ketika mendengar jawaban yang diberikan Bara.     

"Lalu, kapan sidangnya?"     

"Lusa."     

"Nanti saya berikan ke Rudolf, Biar anak buahnya aja yang ngurus sidang tilangnya."     

"Ya udah kalau begitu. Tadinya saya mau datang sendiri ke sidangnya," sahut Bara.     

"Ngga perlu, biar diurus sama anak buahnya Rudolf aja," timpal Pak Agus.     

"Oke, kalau gitu saya mau mandi dulu." Bara segera meninggalkan Pak Agus dan Maya di ruang keluarga. Rencananya untuk kembali tidur seusai sarapan berubah karena kehadiran Maya yang tiba-tiba.     

----     

Maya berjalan-jalan di dalam kamar tidur Bara selagi Bara membersihkan dirinya di kamar mandi. Ia kemudian berdiam diri di depan jendela besar kamar Bara yang menghadap ke gedung-gedung yang ada di kawasan tersebut.     

"Ngapain lu di kamar gue?" seru Bara ketika melihat Maya yang sedang berada di dalam kamarnya.     

Maya menoleh dan mendapati Bara masih bertelanjang dada. Masih ada titik-titik air di rambutnya. "Pemandangannya bagus." Ia kemudian berjalan mendekati Bara. Maya mendekatkan hidungnya ke bahu Bara. "Wanginya juga enak." Maya seakan sedang membaui tubuh Bara. Maya tersenyum menggoda Bara dan kemudian berjalan pergi meninggalkannya.     

Bara yang merasa sedikit kesal karena Maya masuk ke dalam kamarnya tanpa izin, segera menangkap lengan Maya. Ia kemudian menatap Maya. "Sebenernya lu mau apa?"     

"Gue cuma mau lihat-lihat aja," jawab Maya.     

Bara terus menatap Maya, ia kemudian meraih wajah Maya dan mencium bibirnya. Mata Maya membelalak terkejut dengan apa yang sedang Bara lakukan. Belum selesai Maya terkejut, Bara kemudian melepaskan ciumannya.     

"Is this what you want?" ujar Bara sambil menatap Maya tajam.     

Maya terdiam. Ia sedikit terluka dengan tatapan yang diberikan Bara. Ia kemudian mendorong tubuh Bara menjauh. "Gue pikir otak lu jauh lebih cerdas dari ini."     

"Terus mau lu apa? Sampai kapan lu mau bersikap begitu sama gue? Sikap lu itu bikin orang-orang salah paham sama kita berdua."     

Mendengar ucapan Bara, kini tatapan Maya pada Bara berubah tajam. "You know, sejauh ini, lu satu-satunya cowok yang bisa nahan diri ketika gue berusaha mati-matian buat deketin lu. Tapi, dari tatapan lu barusan, gue jadi ngerasa gue ini hooker murahan."     

Kali ini Bara yang terdiam setelah mendengar perkataan Maya. Ia tidak bermaksud untuk menyakiti Maya dengan apa yang dia lakukan. "Sorry, May. Gue ngga bermaksud begitu."     

Maya menghela napasnya. "Nevermind, kalau lu ngga suka sama sikap gue, mulai sekarang gue bakal jaga sikap gue. Tadinya gue mau ikut jenguk Pak Haryo, tapi kayanya lu ngga bakal suka kalau gue ikut karena sikap gue bikin lu ngga nyaman. So, I gotta go now." Maya segera berpaling meninggalkan Bara.     

Maya melangkah cepat meninggalkan kamar Bara sementara Bara masih berdiri terpaku di tempatnya memandangi Maya yang keluar dari kamarnya.     

----     

"Saya pulang dulu, Pak," ujar Maya ketika ia bertemu Pak Agus di ruang keluarga.     

"Loh, katanya kamu mau ikut jenguk Pak Haryo?"     

Maya mencoba tersenyum ceria pada Pak Agus. "Tiba-tiba ada urusan, Pak. Lain kali aja saya ikutnya. Saya pamit ya, Pak." Maya lantas berjalan cepat menuju pintu apartemen Bara. Ia ingin secepatnya pergi dari situ.     

"Hati-hati," seru Pak Agus.     

Pak Agus merasa heran dengan kepergian Maya yang tiba-tiba. Padahal tadi Maya terlihat sangat ceria. Namun, ketika pergi barusan, Maya terlihat sangat kesal.     

"Ada apa, ya?" gumam Pak Agus.     

Tidak lama setelah Maya keluar, Bara keluar tergesa-gesa dari kamarnya. "Maya mana, Pak?"     

"Maya? Barusan dia pamit pulang."     

Bara kemudian bergegas pergi keluar. Pak Agus kembali dibuat keheranan melihat Bara yang keluar sambil tergesa-gesa.     

----     

"May!" Bara berteriak seraya berjalan menghampiri Maya yang sedang berdiri menunggu lift.     

Maya menoleh sekilas lalu kembali berpaling. Pintu lift di hadapan Maya terbuka dan ia segera masuk ke dalamnya. Bara berlari mengejar Maya yang hendak masuk ke dalam lift. Namun terlambat. Bara hanya bisa sekilas melihat Maya tertunduk dengan wajah yang memerah dari sela-sela pintu lift yang menutup di depannya.     

"Ah, sial." Bara segera menekan tombol lift. Berharap pintu lift yang satunya bisa segera membuka. Begitu pintu lift satunya membuka, Bara segera masuk dan menekan tombol untuk ke lantai bawah.     

"Ayo, cepet, cepet," gumam Bara tidak sabar.     

Orang-orang yang ada di dalam lift melirik pada Bara yang tampak sedang terburu-buru. Bahkan Bara terlihat sedikit kesal ketika lift beberapa kali berhenti sebelum mencapai lantai bawah.     

Begitu lift yang Bara naiki sampai di lantai bawah, ia segera berlari keluar dan mencari Maya di sekitar lobi. Tetapi sepertinya Maya sudah pergi meninggalkan gedung apartemennya. Bara kemudian berusaha menghubungi Maya. Tidak ada jawaban. Maya langsung mematikan sambungannya pada nada panggil pertama.     

Bara kembali berlari ke luar lobi. Dari lobi, ia melihat mobil Maya yang sudah keluar melewati gerbang parkir. Bara tidak kehabisan akal dan kembali berusaha menyusul Maya. Ia benar-benar merasa bersalah atas sikapnya pada Maya. Namun, apa yang ia lakukan sia-sia. Maya sudah memacu kendaraanya dengan cepat begitu mobilnya keluar dari komplek apartemen Bara.     

"Fuck!" Umpat Bara kesal. Bara meremas rambut. Menyesali kebodohan yang sudah ia lakukan.     

----     

Melalui kaca spion mobilnya, Maya memandangi Bara yang tengah berdiri di trotoar yang berada di depan gedung apartemennya. Tatapan Bara sedang menatap lurus ke arah mobil yang sedang Maya naiki. Bara juga terlihat sangat kesal. Maya menghapus air mata yang membumbung di ujung matanya. Sikap Bara tadi sangat melukai perasaannya. Belum pernah ia merasa serendah ini.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.