Bara

Fishing 2



Fishing 2

0Dengan memasang wajah datar, Arga menunggu Bara di pelataran rumah Pak Haryo. Seluruh keperluan pancing sudah ia siapkan. Tidak lama kemudian, Bara keluar dari dalam rumah. Ia sudah berganti pakaian menggunakan celana pendek dan kaus oblong.     
0

"Muka lu kenapa begitu?" Tanya Bara.     

Pak Agus yang berjalan di belakang Bara hanya bisa menahan tawanya melihat wajah Arga yang tertekuk. Sementara Arga melirik kesal ke arah Pak Agus.     

"Kenapa emangnya muka gue?" Arga balik bertanya pada Bara.     

Bara mengamati wajah Arga. "Muka lu kaya Donald Duck. Monyong-monyong begitu."     

Arga lantas segera menirukan suara Donald Duck yang sedang kesal. Pak Agus sampai terkikik melihat tingkah laku Arga. Bara berusaha untuk menutup rapat mulutnya untuk tidak tertawa.     

"Ya udah, yuk. Kita berangkat." Bara segera merangkul pundak Arga. "Kita naik apa?"     

"Tuh." Arga menunjuk sebuah motor matik yang terparkir di dekat pos satpam dengan menggunakan dagunya.     

"Kuncinya mana?" Bara menjulurkan tangannya pada Arga.     

"Lu mau ngapain?"     

"Biar gue yang bawa."     

"Tapi, lu, kan, ngga tahu jalannya."     

"Kan, lu bisa ngasih tau."     

Arga terlebih dahulu melirik pada Pak Agus untuk meminta persetujuannya. Pak Agus menganggukkan kepalanya. Dengan sedikit ragu Arga memberikan kunci motor tersebut pada Bara.     

"Kita berangkat, ya, Pak." Pamit Bara pada Pak Agus.     

"Iya, kalian berdua hati-hati, tangkap ikan yang banyak," ujar Pak Agus.     

Arga segera menyampirkan tas berisi alat pancing di pundaknya. "Pergi, dulu, Pak."     

Bara dan Arga berjalan meninggalkan pelataran rumah Pak Haryo.     

Pak Agus tiba-tiba berteriak. "Mas Bara, jangan sampai kena tilang." Ia kemudian terkekeh.     

Arga menoleh pada Bara yang berjalan di sebelahnya. "Lu kena tilang?"     

Wajahnya merah padam dan ia mengangguk.     

"Malu-maluin lu, bisa kena tilang segala," sindir Arga.     

"Resek banget si Pak Agus."     

Bara menoleh pada Pak Agus yang masih berdiri di pelataran rumah. Pak Agus tersenyum lebar pada Bara.     

Arga terkekeh melihat Bara yang melirik kesal pada Pak Agus.     

----     

"Hoi, Mang!" Sapa seorang remaja laki-laki begitu melihat Arga turun dari motor.     

Arga balas melambaikan tangan padanya sambil berjalan menghampirinya. "Ngga sekolah lagi, lu?"     

"Libur atuh, Mang. Kan, hari sabtu."     

"Oh."     

Remaja itu tampak celingukan mencari seseorang. "Si Aki kemana, Mang?"     

Arga segera meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya. "Sssst."     

"Naon, Mang?" Remaja itu bertanya keheranan pada Arga.     

"Hai." Bara menyapa remaja yang tampak sudah akrab dengan Arga.     

"Hai, A'." Remaja itu balas menyapa Bara. "Temennya si Mamang?"     

Bara menahan tawanya mendengar bagaimana remaja itu menyebut Arga. Ia segera mengangguk sambil tersenyum pada remaja tersebut.     

Remaja itu kemudian mendekatkan tubuhnya pada Bara. Ia meminta Bara untuk segera merunduk. Bara menurutinya dan sedikit merundukkan tubuhnya. "Kemajuan si Mamang kemari sama yang seumuran, biasanya sama Ak--"     

Arga langsung membungkam mulut remaja tersebut.     

"Ak siapa?" tanya Bara penasaran.     

Remaja itu melepaskan tangan Arga yang membungkam mulutnya. "Sakit, atuh, Mang."     

"Diem, ntar gue kasih uang jajan," bisik Arga.     

Remaja itu melirik Arga. "Serius?"     

Arga mengangguk cepat.     

"Jadi biasanya Arga ke sini sama siapa?" Bara kembali bertanya.     

"Sama Akyu," jawab remaja tersebut sambil nyengir kuda hingga menunjukkan deretan giginya yang kekuningan.     

Bara menatapnya keheranan.     

"Ya udah, atuh, A'. Saya anterin ke dalam. Saya pilihin tempat yang paling mantap." Remaja itu mencoba mengalihkan perhatian Bara dan segera menariknya masuk menuju area pemancingan.     

Arga mengusap dadanya. "Selamet, selamet." Jika saja remaja itu mengatakan Arga sering datang ke tempat itu bersama seorang aki-aki, pasti Bara akan bertanya-tanya siapa aki-aki tersebut.     

----     

Remaja tersebut mengantarkan Bara ke sebuah tempat duduk yang berada di dekat sudut. "Kalo duduk di sini, pasti dapat banyak ikan, A'," bisiknya pada Bara.     

"Yang bener?" tanya Bara tidak percaya.     

Remaja itu segera mengangguk yakin.     

"Ya udah, selamat mancing, A'. Saya balik ke pos dulu. Kalo bahasa inggrisnya, tuh, 'good luck'." Remaja itu tersenyum lebar pada Bara.     

Bara hanya manggut-manggut sambil tersenyum.     

Remaja itu akhirnya meninggalkan Bara sendiri. Ketika sedang berjalan kembali ke pos pintu masuk pemancingan, ia bertemu dengan Arga. Ia berdiri menghalangi Arga.     

Arga menyerendengkan kepalanya dan menyuruh remaja itu untuk menyingkir dari hadapannya. Sementara remaja tersebut menengadahkan tangannya pada Arga.     

"Apaan?" Tanya Arga berpura-pura tidak tahu.     

Remaja itu terus menengadahkan tangannya pada Arga sambil sesekali memandang ke arah Bara.     

Arga mendengus seraya mengeluarkan dompet dari saku celananya. Ia kemudian mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan. "Nih." Arga meletakkan uang tersebut di tangan remaja yang sedang berdiri di hadapannya.     

Remaja itu segera tersenyum lebar pada Arga. "Tararengkyu." Remaja itu segera menyingkir dari hadapan Arga dan berdiri di sebelahnya. "Ngomong-ngomong, dia teh, saha, Mang?" tanyanya sambil menoleh ke arah Bara yang sedang duduk di sudut.     

"Cucunya si Aki," bisik Arga.     

"Oh, pantes."     

"Pantes kenapa?"     

"Pantes ganteng, ngga kaya Mamang." Remaja itu tertawa sambil melirik Arga yang menatap kesal ke arahnya.     

"Balikin sini, duitnya."     

"Ngga." Remaja itu menjulurkan lidahnya pada Arga dan segera berlari cepat meninggalkan Arga.     

"Si anying, awas aja kalo besok ketemu lagi," Arga mengumpat sambil melepaskan sandalnya dan hendak melemparkannya ke arah remaja tersebut.     

-----     

Bara tertawa-tawa melihat Arga yang menghampirinya dengan wajah kesal. Sedari tadi, ia menyaksikan tingkah laku Arga dan remaja Penjaga pemancingan.     

"Kalo diliat-liat, kayanya lu emang sering ke sini, ya," ujar Bara.     

"Iya, nemenin Kakek lu," sahut Arga di dalam hati. "Ya, kalo lagi bosen di rumah, kadang main ke sini."     

"Tapi, enak juga, sih, suasananya. Adem, ngga berisik."     

"Ya kalo berisik, ikannya pada kabur semua," timpal Arga.     

"Kata anak tadi, kalo duduk di sini biasanya dapet banyak ikan. Bener, Ga?"     

"Lu jangan percaya kata-katanya si tuyul itu. Dia, mah, ujung-ujungnya minta uang jajan."     

Mereka mengobrol sambil menyiapkan umpan pancing. Arga sudah sangat lihai dalam menyiapkan umpan pancing. Ia pamer keahliannya pada Bara yang terlihat sedikit kerepotan memasang umpan pancingnya. Setelah umpan miliknya terpasang, Arga segera melemparkan pancingnya.     

Arga kemudian duduk santai di sebelah Bara sambil menunggu ikan untuk memakan umpannya. Bara melemparkan umpannya. Ia lalu kembali duduk di kursinya dan menunggu umpannya bergerak.     

"Katanya Pak Agus, lu lagi berantem ya sama pacar lu." Arga membuka pembicaraan. Meski Pak Agus sudah melarangnya untuk membahas tentang Maya, tetapi rasa penasaran Arga lebih besar dari rasa takutnya pada Pak Agus.     

"Ngga, gosip aja Pak Agus."     

"Dia bilang tadinya pacar lu mau ikut, tapi mendadak ngga jadi."     

Bara tertawa pelan mendengar apa yang dikatakan Arga. "Pak Agus kayanya cocok buat jadi admin akun gosip."     

"Bener, ngga, omongannya Pak Agus?"     

"Ya, ngga. Orang gue sama Maya ngga ada hubungan apa-apa."     

"Lah, kalo ngga ada hubungan apa-apa ngapain dia masuk ke kamar lu."     

Kali ini tatapan Bara sedikit berubah. "Pasti, kata Pak Agus lagi."     

Arga mengangguk pelan. Ia menyadari tatapan Bara yang sedikit berubah.     

Bara menghela napasnya. "Iya, dia ke kamar gue."     

Arga tanpa sadar membuka mulutnya begitu Bara mengakui kebenaran ucapan Pak Agus. "Terus?"     

"Ngga tau kenapa, gue paling ngga suka ada orang yang sembarangan masuk ke kamar gue. Jadi, pas gue lihat dia ada di kamar gue, mendadak gue jadi agak kesal. Ditambah sikapnya yang--"     

"Sikapnya yang gimana?"     

"Sikapnya yang selalu mancing-mancing gue."     

"Ikan kali dipancing," goda Arga.     

Sekali lagi Bara melirik kesal pada Arga. Sementara Arga terus terkekeh.     

Arga yang menyadarinya segera mengatupkan mulutnya. "Ngga nyangka, ya. Ternyata Maya Andini ternyata tipe-tipe agresif gitu," seru Arga untuk mengalihkan perhatian Bara.     

Bara segera melanjutkan pernjelasannya. "Singkat kata, gue sekalian aja cium dia. Biar dia puas. Ngga taunya dia malah marah."     

Sekali lagi Arga dibuat melongo dengan perkataan Bara. "Lu langsung maen nyosor dia gitu aja?"     

Bara menggigit bibirnya dan mengangguk. Arga serta merta menggaplok bagian belakang kepala Bara.     

"Aw," Bara mengusap-usap bagian belakang kepalanya yang baru saja di gaplok Arga.     

"Ya, pantes aja dia marah. Lu pasti nyium dia asal-asalan dan ngga pake perasaan. Makanya dia marah sama lu."     

"Ya, tapi, emang gue ngga ada perasaan apa-apa sama dia. Gue cuma nganggep dia sebagai teman aja. Makanya gue pikir, kalau gue nyium dia, dia bakalan berhenti godain gue terus."     

"Tapi pas dia marah, lu langsung ngejar dia, kan?"     

"Iya."     

"Itu namanya bukan ngga ada perasaan. Itu namanya lu punya perasaan ke dia, meskipun cuma sedikit."     

"Masa?"     

Arga kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah Bara. "Jadi gini, prinsip utama dalam proses pendekatan itu ibarat tetesan air yang membasahi batuan. Sedikit-sedikit tapi meninggalkan bekas. Sikap Maya dari awal ketemu lu gimana?"     

Bara kembali mengingat tentang pertemuan pertamanya dengan Maya. Sejak pertama bertemu, Maya sudah tidak merasa jaim berinteraksi dengan Bara. Maya kerap kali memberikan sentuhan kecil pada Bara ketika mereka sedang berinteraksi. Bahkan menggodanya dengan kata-kata yang mampu membuat Bara tersipu. Maya suka memberi perhatian kecil pada Bara, seperti merapikan dasinya, rambutnya, memberi saran penampilan yang cocok untuknya. Maya juga selalu menanyakan apa yang Bara mau terlebih dahulu sebelum mereka memutuskan sesuatu. Mengingat itu semua, membuat Bara terdiam.     

"Nah, kan, airnya udah mulai membekas," celetuk Arga yang melihat Bara tiba-tiba terdiam.     

Bara menoleh pada Arga. "Tapi, gue udah ada cewek yang gue suka."     

"Udah lu tembak?"     

"Belum."     

"Ya ngga masalah. Lu ngga punya beban moral apa-apa ke cewek itu. Selama kedua pihak belum ada yang menyatakan perasaan."     

"Tapi, kalo kaya gitu, kesannya gue brengsek banget jadi cowok."     

"Tenang aja. Di mata cewek, semua cowok memang brengsek. Jadi, terima aja." Arga menepuk-nepuk bahu Bara.     

"Jadi, gue harus gimana?" tanya Bara.     

"Ya ngga gimana-gimana. Orang pilihan lu udah jelas."     

"Maksudnya?"     

"Sana, minta maaf sama Maya. Daripada hidup lu ngga tenang."     

"Tapi, telpon gue ditolak terus."     

"Ya, jangan cuma telpon. Samperin kalo perlu."     

Bara mengangguk-anggukkan kepalanya. "Thanks, Ga. Ngomong-ngomong lu punya pacar Ga? Lu paham banget masalah beginian."     

Arga meratap pada Bara. "Ngga."     

Bara tersedak tawanya sendiri mendengar pengakuan Arga. "Sabar, Bro."     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.