Bara

Reminisce 1



Reminisce 1

0Rania termenung seorang diri di dalam studio lukisnya sambil memandangi foto wajah suaminya yang sudah tiada. Di sebelah foto suaminya terdapat foto putra semata wayangnya yang ia dapatkan dari Pak Ketut. Rania kembali teringat dengan keluarga kecilnya yang bahagia. Kehadiran Mahesa dan Bara dalam hidupnya begitu menggenapkan hidupnya yang semula sepi. Rania yang sudah lama hidup sebagai yatim piatu, begitu bahagia ketika dipersunting oleh Mahesa. Tidak pernah melintas dalam benak Rania bahwa Mahesa yang lahir dari keluarga kalangan atas memintanya untuk menjadi pendamping hidupnya. Selama ini Rania hanya menganggap kedekatan mereka hanya karena Mahesa menyukai karya seni yang dibuat oleh Pak Ketut. Mahesa yang sering datang berkunjung ke galeri milik Pak Ketut sering menghabiskan waktu bersama Rania untuk membicarakan berbagai hal. Sampai suatu ketika, pada saat pembukaan pameran seni lukis Pak Ketut, Mahesa melamar Rania di hadapan banyak orang. Masih teringat jelas dalam ingatan Rania tema lukisan yang dipamerkan Pak Ketut malam itu. Asmaraloka. Dunia yang penuh dengan cinta kasih. Di depan sebuah lukisan abstrak karya Pak Ketut yang menggambarkan warna-warni perasaan cinta manusia, Mahesa melamarnya. Tidak ada kata yang terucap dari bibir Rania. Hanya sebuah anggukan pelan dan Mahesa kemudian menyelipkan sebuah cincin berlian indah di jari manisnya. Setelah itu, Mahesa mengecup lembut kening Rania.     
0

Seusai melamar Rania di hadapan banyak orang, Mahesa mengajak Rania untuk menyepi sejenak ke halaman belakang galeri Pak Ketut. Di luar dugaan, Rania melepaskan kembali cincin berlian yang sudah melingkar di jari manisnya dan memberikannya kembali pada Mahesa.     

"Saya ngga bisa terima ini," ujar Rania.     

Mahesa terkejut dengan apa yang dilakukan Rania. "Kenapa? Tadi kamu menerimanya," tanyanya.     

"Saya cuma ngga mau kamu malu di hadapan banyak orang," aku Rania.     

Rania tertunduk. Di dalam hatinya dia sangat senang dengan lamaran yang diajukan Mahesa, namun dia merasa dirinya tidak pantas untuk menjadi pendamping Mahesa.     

Mahesa menatap Rania yang tertunduk di sebelahnya.     

"Apa kamu merasa tidak pantas untuk menjadi pendamping saya?" tanya Mahesa.     

"Kita ini bagaikan langit dan bumi," jawab Rania.     

"Langit dan bumi adalah satu kesatuan di alam semesta ini. Bagi saya, kamulah semesta saya," ujar Mahesa bersungguh-sungguh sambil menggenggam erat tangan Rania.     

Rania masih bergeming. Mahesa menyentuh dagu Rania dan mengangkat wajah Rania yang sedari tadi tertunduk. Kini mereka saling bertatapan. Mahesa perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Rania. Seiring dengan itu, jantung Rania berdegup tidak karuan. Kini jarak wajah mereka semakin dekat, sampai-sampai Rania dapat merasakan hembusan lembut napas Mahesa. Rania memejamkan matanya. Mahesa mendaratkan bibirnya di bibir Rania dan mengecupnya lembut. Bibir mereka saling berpagutan selama beberapa detik.     

Mahesa kemudian melepaskan kecupannya. "Aku mencintaimu, saya tidak akan banyak berjanji, tapi saya bisa pastikan kamu akan mendapat kebahagiaan yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya." Mahesa kembali memasangkan cincin berlian yang tadi dilepaskan Rania ke jari manisnya. "Jangan pernah lepaskan ini lagi. Dan jangan pernah sekali pun kamu berpikir bahwa kamu tidak pantas mendampingi saya. Karena bagi saya, tidak ada wanita yang lebih pantas mendampingi saya selain kamu."     

Sekali lagi Rania terdiam dan tidak bisa menjawab. Kata-kata yang diucapkan Mahesa membuat keraguan yang Rania rasakan sedikit memudar. Melihat Rania yang kembali terdiam, Mahesa segera memeluknya erat. Pelukan yang diberikan Mahesa menjalarkan rasa hangat di sekujur tubuh dan hati Rania. Sudah lama sekali ia tidak merasakan pelukan sehangat ini. Pelukan yang diberikan Mahesa seketika menghapus semua keraguan Rania. Rania pun memberanikan diri untuk membalas pelukan Mahesa. Mahesa tersenyum mendapati Rania yang balas memeluknya.     

"Aku mencintaimu," bisik Mahesa pelan sambil mencium kepala Rania.     

Rania membalasnya dengan mempererat pelukannya pada Mahesa.     

-----     

Tidak lama setelah malam lamaran itu, Mahesa dan Rania melangsungkan pernikahan di Bali. Pernikahan mereka dilaksanakan di tepi pantai menjelang matahari terbenam. Sebuah pesta pernikahan sederhana yang hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat. Dengan mengenakan gaun pernikahan berbahan chiffon dan menggunakan mahkota bunga yang menghiasi kepalanya, Rania melangkah menuju altar tempat Mahesa menunggunya dengan di dampingi oleh Pak Ketut. Seluruh mata terpukau melihat kecantikan Rania. Mahesa bahkan tidak berkedip melihat betapa cantik dan mempesonanya wanita yang sebentar lagi akan dinikahinya itu.     

Begitu tiba di altar, Pak Ketut memberikan tangan Rania pada Mahesa.     

"Cintai dia sepenuh hati," ujar Pak Ketut pada Mahesa.     

Mahesa mengangguk mantap pada Pak Ketut dan menerima tangan Rania dengan senyum terkembang.     

Pak Ketut merasa terharu bisa mengantarkan Rania ke altar. Gadis yang selama ini ia rawat dan bimbing layaknya anak perempuannya sendiri akan memulai kehidupan yang baru. Tidak ada kata yang dapat menggambarkan kebahagaian Pak Ketut ketika melihat Rania berdiri di altar dan mengucapkan janji suci pernikahan bersama Mahesa. Dirinya percaya Mahesa akan sanggup membahagiakan Rania. Terlebih Pak Ketut sudah mengenal keluarga Mahesa dan berteman baik dengan ayah Mahesa.     

"Akhirnya kita jadi besan," ujar Pak Haryo yang duduk di sebelah Pak Ketut.     

Pak Ketut menunduk dan menghapus air mata yang hampir jatuh di ujung matanya.     

"Loh, kamu kok malah nangis, ini kan hari bahagia," Pak Haryo terheran-heran dengan Pak Ketut yang hampir menitikkan air mata.     

"Aku nangis karena sekarang besanan sama kamu," canda Pak Ketut.     

"Asem sampeyan," ujar Pak Haryo sambil tertawa pelan.     

Pak Ketut kembali mengalihkan perhatiannya pada Rania yang saat ini sedang berciuman dengan Mahesa. "Rania itu wanita muda paling tangguh yang saya kenal, dia sudah banyak mengalami masa sulit, saya bersyukur akhirnya dia bisa menemukan kebahagiaan." Pak Ketut berhenti sejenak dan menoleh pada Pak Haryo. "Kalau sampai Mahesa menyakiti dia," Pak Ketut memberikan isyarat akan menghabisi Mahesa jika Mahesa berani menyakiti Rania.     

"Tenang saja, sebelum kamu menghabisi Mahesa, saya yang akan lebih dulu menggantung dia."     

Keduanya kemudian tersenyum. Tidak salah keputusan Rania yang menerima pinangan dari Mahesa.     

------     

Setelah pernikahan yang berlangsung romantis itu, Rania merasa kehadiran Mahesa di hidupnya membawa semua apa yang selama ini Rania idamkan. Sebuah keluarga lengkap yang lama dirindukan Rania. Kedua orang tua Mahesa begitu menyayangi Rania meskipun Rania bukan berasal dari keluarga terpandang. Mahesa bahkan cemburu karena kini Ibunya lebih menyanyangi Rania daripada dirinya.     

"Sudah lama Ibu kepingin anak perempuan, baru sekarang kesampaian, Ibu dah bosan punya anak laki-laki nakal kaya kamu," ujar Ibunya ketika Mahesa protes karena Ibunya sekarang terlihat lebih sayang pada Rania daripada dirinya. Mahesa hanya bisa cemberut mendengar ucapan Ibunya. Sementara Rania hanya bisa tersenyum mendengarnya.     

"Ayo, Rania. Kita pergi ke salon. Akhirnya sekarang Ibu punya teman ke salon," ajak Ibu Mahesa pada Rania.     

"Terus aku gimana, Bu?" protes Mahesa.     

"Kamu pergi mancing saja sama Bapakmu. Ayo, Rania. Kita berangkat."     

"Aku temenin Ibu dulu ya," pamit Rania pada Mahesa.     

"Jangan lama-lama," bisik Mahesa.     

Rania mengangguk sambil tersenyum manis. Kemudian pergi menyusul langkah Ibu Mahesa yang sudah berjalan terlebih dahulu.     

Mahesa memandangi kepergian keduanya sambil tersenyum.     

Kebahagiaan Rania semakin lengkap ketika dia melahirkan putra pertamanya. Rania memberinya nama Bara dengan harapan anak lelakinya kelak menjadi sosok yang tidak mudah menyerah dan selalu menyala bagaikan bara api. Kehadiran Bara di tengah keluarga mereka semakin melengkapi kebahagiaan mereka.     

"Aku yang mengandung sembilan bulan, tapi miripnya sama kamu aja, Mas." Rania bergurau ketika sedang memandangi Bara yang sedang bermain puzzle dengan Mahesa.     

Mahesa tertawa mendengar ucapan Rania. "Anak Papa," ujar Mahesa sambil memeluk erat anak lelakinya itu.     

Kemiripan keduanya memang tidak dapat dibantah. Tidak jarang orang-orang yang melihatnya mengatakan bahwa Bara adalah duplikat Mahesa. Yang membedakan Keduanya hanyalah bentuk alis. Alis Bara lebih tebal jika dibandingkan dengan alis milik Mahesa dan bentuknya yang sedikit melengkung pada bagian ujungnya mirip seperti alis Rania. Hal itulah yang semakin menyempurnakan ketampanan Bara.     

"Kamu bahagia?" tanya Mahesa.     

Rania memandang lelaki di hadapannya dengan tatapan penuh cinta. "Tidak pernah saya merasa sebahagia ini," jawab Rania.     

Rania kemudian mengecup lembut bibir Mahesa.     

"I love you," bisik Rania.     

"I love you more," balas Mahesa.     

"Kamu memang ngga pernah mau ngalah," Rania menepuk pipi Mahesa.     

"Apa perlu kita titipkan Bara di rumah Ibu?" tanya Mahesa sambil mengerling jahil.     

"Ngga, ini waktunya kamu main sama Bara," jawab Rania.     

Mahesa merengut mendengar jawaban yang diberikan Rania. Tapi sedetik kemudian Mahesa kembali tersenyum. "Setelah Bara tidur kalau begitu," goda Mahesa.     

"Sudah, main dulu sama anaknya," ujar Rania sambil tersipu.     

Sambil tersenyum senang, Mahesa kembali melanjutkan main bersama Bara.     

-----     

Kehidupan Rania dan Mahesa tampak sangat sempurna. Mereka memiliki apa yang diidamkan semua orang. Wajah rupawan, materi yang bisa dikatakan lebih dari cukup, kehidupan rumah tangga harmonis yang bahkan dikarunia seorang putra yang sangat cerdas dan tampan. Namun tidak ada yang namanya kesempurnaan di dunia ini. Kesempurnaan hanyalah ilusi, sama halnya seperti bentuk bumi yang terlihat bulat sempurna namun pada kenyataannya bentuk bumi tidaklah bulat sempurna. Ketidaksempurnaan itu mulai mencuat tatkala muncul rumor yang mengatakan bahwa Mahesa memiliki wanita idaman lain yang tidak lain adalah istri dari sepupunya sendiri. Kehidupan sempurna milik mereka berdua pun perlahan mulai goyah.     

"Belakangan ini, saya dengar banyak rumor tentang kamu di galeri." Rania memulai pembicaraan tentang rumor yang menerpa pernikahan mereka. Rania merangsek dan bersandar pada Mahesa yang masih bertelanjang dada.     

"Rumor tentang saya dan istrinya Bima?"     

Rania mengangguk.     

Mahesa mengelus lembut kepala Rania yang sedang bersandar di dadanya dan mengecupnya lembut.     

"Hanya ada dua wanita yang saya cintai di dunia ini. Kamu dan Ibu. Tidak ada lagi wanita yang saya cintai selain kalian berdua," ujar Mahesa.     

"Lantas kenapa banyak rumor yang mengatakan kalau kamu sedang dekat istrinya Bima? rumor seperti itu tidak akan muncul kalau tidak ada yang memicunya, kan?"     

"Saya dan istrinya Bima itu dulu satu fakultas, belakangan ini saya sering menemui dia karena ada sesuatu yang sedang saya selidiki."     

"Apa yang sedang kamu selidiki?"     

"Saya sedang mencurigai Om Angga dan Bima yang sedang melakukan sesuatu pada keuangan perusahaan."     

Rania mengangkat wajahnya dari dada Mahesa dan menatap Mahesa yang seperti sedang berpikir keras. Rania menatapnya dengan penuh rasa penasaran.     

"Kalau penyelidikan saya sudah selesai, saya akan ceritakan semuanya ke kamu," ujar Mahesa lembut sambil membelai wajah Rania.     

"Jangan bekerja terlalu keras."     

Mahesa menatap Rania dengan tatapan kebingungan setelah mendengar apa yang barus saja Rania katakan. "Saya kan bekerja keras juga demi kalian berdua," ujarnya.     

"Iya, saya tahu. Tapi sesekali kamu boleh beristirahat, saya mulai lihat uban di kepala kamu." Rania menyentuh kepala Mahesa seolah sedang mencari uban. Tapi sesungguhnya dia hanya ingin menggoda suaminya.     

Melihat Rania yang bersikap usil padanya, Mahesa dengan sigap memeluk Rania dengan kuat. Rania berusaha melepaskan diri dari pelukan Mahesa, dengan kuat Mahesa mengangkat tubuh Rania dan merebahkannya kembali di kasur. Mereka saling bertatapan. Mahesa kemudian kembali menghujani Rania dengan kecupan-kecupan lembut yang membuat tubuh Rania bagai disengat aliran listrik. Rania merengkuh tubuh Mahesa agar semakin mendekat padanya. Tubuh mereka kembali bersatu dan perlahan mereka kembali menarikan tarian cinta mereka dengan penuh gairah.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.