Bara

Tea Time



Tea Time

Dirga membawa motornya masuk ke dalam pelataran rumah Hanggono. Hari ini ia akan menyerahkan laporan yang Hanggono minta padanya. Begitu memasuki area rumah Hanggono, sembari membawa motornya melewati jalan melingkar sebelum tiba di depan pelataran rumah Hanggono, Dirga memperhatikan Hanggono yang sudah berdiri menantinya di depan rumah.     

Dirga menghentikan motor yang ia kendarai tepat di depan Hanggono yang sudah menunggunya. Ia segera turun dari motornya dan menyalami Hanggono. "Bagaimana kabar Bapak?"     

Hanggono tersenyum riang menyambut jabat tangan Dirga. "Kabar saya baik. Kamu masih sama seperti dahulu. Kamu sendiri apa kabar?"     

"Seperti yang Bapak lihat sekarang. Saya jauh lebih baik sekarang."     

"Bagus, kalau sekarang kamu lebih baik. Sepertinya Haryo membayar kamu dengan pantas."     

Dirga hanya menyunggingkan senyumnya mendengar pernyataan Hanggono.     

"Apa kamu sudah bawa yang saya minta?" Tanya Hanggono.     

"Tentu saja," jawab Dirga. Ia lalu menyerahkan laporan yang Hanggono minta.     

"Apa semuanya sudah ada di sini?" Hanggono kembali bertanya ketika menerima laporan yang diberikan Dirga.     

"Semua yang Bapak minta ada di situ."     

Hanggono menganggukkan kepalanya. "Bagus." Hanggono lantas menepuk-nepuk bahu Dirga. "Mari, sudah lama kita ngga ngobrol berdua." Ia merangkul Dirga dan membawanya masuk ke dalam kediamannya.     

Dirga mengikuti Hanggono masuk ke dalam kediamannya. Sepanjang mengikuti Hanggono masuk ke dalam kediamannya, Dirga melemparkan pandangannya pada setiap sudut kediaman Hanggono. Diam-diam Dirga memperhatikan kamera pengawas yang tersebar di kediaman Hanggono mulai dari pintu masuk sampai mereka melangkah ke teras yang berada di tengah kediaman tersebut. Dirga menghitung dan mengingat posisi kamera-kamera pengawas tersebut.     

Hanggono duduk di salah satu kursi santai yang ada di teras rumahnya. Ia lalu mempersilahkan Dirga untuk duduk. "Silahkan."     

Dirga segera duduk di kursi santai yang ada di sebelah Hanggono. Ia kembali melemparkan pandangannya pada halaman tengah kediaman Hanggono. "Sepertinya, penjaga di sini semakin banyak daripada yang terakhir kali saya ingat."     

Hanggono terkekeh pelan mendengar pernyataan Dirga. "Kamu masih cukup teliti ternyata. Penjaga ini hanya untuk berjaga-jaga. Kita tidak tahu kapan serangan akan datang."     

"Bapak masih selalu waspada seperti dahulu."     

"Saya selalu waspada. Sudah jadi kebiasaan."     

Seorang Pegawai rumah tangga muncul dan membawakan baki berisi dua cangkir teh manis hangat dan setoples kue kering.     

"Silahkan diminum," ujar Hanggono. Hanggono mengambil cangkirnya dan menyesap teh miliknya.     

Dirga mengikuti Hanggono dan ikut menyesap teh miliknya. "Seperti biasa, Bapak selalu punya teh dengan kualitas bagus."     

"Itu juga karena faktor kebiasaan. Bagaimana kabar Alexey dan anak-anak kamu?"     

"Kabar mereka baik. Mereka sekarang tinggal di Belanda, sesekali saya datang ke sana. Belanda lebih ramah pada orang-orang seperti saya dan Alexey. Bapak sendiri bagaimana? Saya sempat heran karena Bapak tiba-tiba menghubungi saya."     

Hanggono terkekeh pelan. "Ya, seperti yang kamu tahu. Hanya untuk berjaga-jaga," ujar Hanggono seraya menunjukkan diska lepas yang baru saja diberikan Dirga. "Saya harus tahu kekuatan mereka sesungguhnya. Selama ini saya hanya mengenal Angga, saya tidak terlalu mengenal Haryo dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Meskipun sudah lama mengenal Angga, saya juga masih belum bisa percaya padanya seratus persen."     

"Karena itu Bapak tiba-tiba menghubungi saya? Apa Bapak masih mempercayai saya?"     

Hanggono menggeleng pelan. "Tidak juga. Saya menghubungi kamu karena saya tahu kamu bekerja pada Haryo. Saya pikir kamu tidak akan memberikan informasi ini. Tapi, ternyata kamu tetap memberikannya. Apa Haryo tahu kamu menemui saya?"     

Dirga menggeleng. "Bapak juga tahu, kondisi Pak Haryo sekarang sedang tidak terlalu baik. Sekarang semuanya dipegang oleh cucunya."     

"Ya saya tahu. Apa kamu pernah bertemu dengan cucunya?"     

"Ya, beberapa kali saya bertemu dengannya. Tapi baru satu kali saya bisa berbicara panjang lebar dengannya."     

"Menurut kamu, dia bagaimana?"     

Dirga berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Hanggono. "Dia tampak masih menyembunyikan semua kemampuannya. Saya rasa dia bisa melakukan lebih dari apa yang kita lihat saat ini."     

"Begitu?"     

Dirga mengangakat bahunya. "Siapa yang tahu, apa yang bisa dia lakukan ke depannya? Saat ini saja dia berani melakukan audit besar-besaran terhadap MG Group."     

"Anak muda memang susah ditebak. Dia menghilang, lalu kembali dan sekarang kehadirannya mulai mengusik orang-orang saya di MG Group." Hanggono menyeringai sembari menganggukkan kepalanya. "Sungguh, anak muda yang harus diwaspadai."     

Dirga tertawa pelan. "Tapi, dengan semua pengalaman yang Bapak miliki, dia tentu bukan tandingan untuk Bapak."     

"Seperti yang kamu bilang tadi, siapa yang tahu ke depannya dia sanggup berbuat apa. Dan, saya sangat menantikan apa yang sanggup ia lakukan ke depannya," sahut Hanggono.     

Dirga sedikit menelan ludahnya setelah mendengar pernyataan Hanggono. Sepertinya Hanggono mulai mewaspadai Bara. Dirga sendiri belum bisa mengukur sejauh mana kekuatan yang Bara miliki. Apakah Bara bisa menyamai kekuatan yang dimilik Pak Haryo atau ia bisa melebihi Pak Haryo. Jika, Bara mampu melebihi Pak Haryo, bukan tidak mungkin Bara akan menjadi lawan yang tangguh bagi Hanggono.     

"Apa Bapak berencana untuk menemuinya?" tanya Dirga tiba-tiba.     

Hanggono menoleh padanya. "Kalau ada kesempatan, tentu saja saya akan menemuinya. Oh, mungkin saya bisa menyapanya pada saat acara tahunan MG Group nanti." Hanggono menutup ucapannya sebuah senyum yang tampak mencurigakan.     

Dirga balas tersenyum pada Hanggono. "Tentu saja, Bapak dan dia akan bertemu pada acara itu."     

"Saya penasaran sekali dengan dia. Apalagi setelah saya lihat video tentangnya pagi ini," ujar Hanggono.     

Dirga tampak keheranan. "Video?"     

"Kamu belum liat video tentangnya pagi ini? Padahal beritanya sudah banyak di online."     

Dirga menggeleng.     

"Ya sudah, tidak perlu juga kamu lihat. Yang pasti setelah saya melihat dia bisa mengintimidasi orang lain secara langsung, saya jadi sangat penasaran dengannya. Tatapan matanya sanggup membuat orang menunduk padanya. Orang biasa tidak akan bisa berbuat demikian," terang Hanggono.     

Dari nada bicara Hanggono, Dirga bisa menebak bahwa Hanggono memang menyimpan ketertarikan pada Bara. Seolah ia baru saja menemukan lawan yang akan mampu membuatnya bersenang-senang. Bukan sekedar lawan yang mampu ia kalahkan dalam satu kali serangan, melainkan lawan yang mampu membuatnya menikmati permainan.     

"Coba kamu lihat ini." Hanggono menunjukkan hasil tangkapan layar ponselnya pada Dirga.     

Dirga melongokkan kepalanya pada ponsel Hanggono. Gambar yang ditunjukkan Hanggono adalah gambar ketika Bara sedang memandang ke arah orang yang bersimpuh di depannya. Bara hanya memandangnya, namun orang yang ada di depannya terlihat merunduk takut.     

"Saya sangat suka tatapan mata yang seperti itu," gumam Hanggono. "Saya seperti melihat tatapan hewan pemangsa yang buas. Perburuan akan semakin menyenangkan jika kita sanggup menaklukan hewan buas." Hanggono menyeringai.     

Sedangkan Dirga merasa ia harus memperingati Bara tentang Hanggono. Ucapan Hanggono adalah tanda bahwa dia tidak akan membiarkan Bara mengalahkannya dengan mudah.     

----     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.