Bara

Getting Close 6



Getting Close 6

0"Terima kasih, ya, Pak," ujar Raya ketika keluar dari mobil Bara.     
0

"Sama-sama, Mbak Raya," sahut Pak Pam.     

"Hati-hati, Pak."     

"Mari, Mbak." Pak Pam tersenyum pada Raya lalu kembali menutup jendela mobilnya.     

Raya mengangguk dan mobil yang dikendarai Pak Pam perlahan pergi menjauh. Ia memandangi mobil tersebut dari kejauhan lalu berjalan memasuki gang menuju rumah kostnya.     

Sembari berjalan menuju rumah kostnya, Raya sesekali mendongakkan kepalanya melihat beberapa titik kecil bintang yang tersebar berjauhan. Tanpa sadar Raya menyenandungkan lagu twinkle twinkle little star di dalam hatinya.     

"Hai Ray!"     

Raya menoleh untuk mencari sumber suara yang memanggilnya. "Loh? Axel? Kok, lu bisa ada di sini?"     

Axel berjalan cepat menghampiri Raya. "Gue ngekost di sekitar sini. Kebetulan ada kostan yang lumayan murah."     

"Oh," gumam Raya. Raya kemudian teringat ucapan Bara yang memintanya untuk berhati-hati dengan Axel. "Lu ngekos di mana?"     

"Itu, di kost-kostan itu." Axel menunjuk pada salah satu rumah yang cukup besar tidak jauh dari rumah kostan Raya.     

"Lu bisa tidur di kost-kostan kapsul kaya begitu?"     

"Selama gue bisa tidur dengan nyaman, kenapa ngga? Lagian juga, kita seharian kerja. Pulang cuma buat tidur."     

"Iya juga, sih."     

"Lu juga ngekost di sekitar sini?" tanya Axel.     

"Iya," jawab Raya singkat.     

"Gue anterin sekalian kalau gitu. Ini udah malem."     

"Ngga usah. Kostan gue udah deket, kok. Pasti lu udah mau istirahat."     

"Ngga apa-apa. Bahaya, cewek jalan malam-malam sendirian."     

Raya tersenyum pasrah dan membiarkan Axel berjalan di sebelahnya sampai mereka tiba di depan kostan Raya.     

"Nah, udah sampai," seru Raya.     

Axel memperhatikan rumah kostan Raya. "Kayanya enak kostan lu?"     

"Enak banget. Ibu kostnya juga baik."     

"Ada kamar kosong ngga?"     

"Ada, tapi lu harus jadi cewek dulu. Ini kostan khusus perempuan soalnya," jawab Raya sambil terkekeh.     

"Yaaah, sayang banget."     

"Ya udah, ya. Gue masuk dulu. Ngga enak udah malam. Biasanya Ibu kost suka nungguin sampe anak-anak kostnya pada pulang."     

"Oh, ya udah, masuk sana."     

Raya menganggukkan kepalanya. Ia membuka pagar rumah kostnya dan berjalan masuk sambil sesekali memperhatikan Axel yang masih berdiri di luar pagar rumah kostnya. Begitu Raya sampai di pintu rumah kostnya, ia melambaikan tangan pada Axel dan segera masuk ke dalam.     

"Wah, pas banget." Raya mengangkat panggilan yang masuk ke ponselnya seraya membuka sedikit jendela rumah kostnya dan mengintip keluar. "Ada apa, Bar?"     

"Lu udah sampai?" tanya Bara.     

"Udah, gue baru sampai. Lu tahu ngga, barusan gue ketemu siapa?"     

"Lu ketemu siapa?"     

"Axel. Dia tau-tau ada di sekitar sini. Katanya, sih, dia ngekost di sekitar sini. Padahal kemarin-kemarin gue ngga pernah ketemu dia."     

Bara terdiam sejenak. Semuanya terlihat bukan seperti sebuah kebetulan bagi Bara. "Lu harus lebih hati-hati sama dia, Ray. Di kostan lu ada CCTV?"     

Raya kembali mengintip keluar. "Ada, tapi--"     

"Tapi kenapa?" sahut Bara.     

"Tapi mati."     

"Kalau gitu, malam ini gue kirim orang buat ngawasin kostan lu. Besok, lu bilang sama Ibu kost lu kalo lu mau benerin kamera CCTV dia. Nanti gue kirim orang lagi."     

"Kayanya ngga usah sampai segitunya, Bar. Lagipula di sini ada keamanan yang keliling tiap malam."     

"Lu harus waspada, Ray."     

"Di sini aman, kok. Lu tenang aja."     

"Lu yakin Axel ngga punya niat apa-apa?" tanya Bara.     

Raya menelan ludahnya mendengar pertanyaan Bara. Ia juga tidak yakin apakah kemunculan Axel yang tiba-tiba karena dia memiliki niat tersembunyi atau murni karena ia pindah mencari kost yang lebih murah. "Gue rasa untuk sekarang lu ngga perlu khawatir, gue bakal ngawasin Axel juga. Kalau dia mencurigakan, gue bakal langsung kasih tahu lu."     

"Lu yakin?"     

"Iya."     

Bara menghela napasnya. "Ya udah kalau lu yakin. Tapi, kalau ada apa-apa lu langsung hubungin gue."     

"Siap bosku," sahut Raya sembari tertawa pelan.     

"Don't call me like that. It's embarrassed me."     

"But, you're my Boss, right?"     

"In Office, yes. But now, I'm talking to you as a friend not my employee. So, stop call me Boss."     

"Oke, oke. I'm just kidding."     

Bara terkekeh. "Gue tau, kok, lu cuma bercanda."     

Raya melongo. "Anjir, gue pikir lu barusan serius. Nada bicara lu serius banget."     

Bara kemudian melepaskan tawanya. Tetapi kemudian Bara berhenti tertawa. "But I'm serious, don't call me Boss, okay?"     

"Okay, Boss."     

Bara mengerang pelan.     

"Okay, Bara."     

"Ya udah kalo gitu. Gue cuma mau mastiin lu udah sampe. Don't forget to call me if something happen to you."     

"Copy that," sahut Raya.     

"See you on friday."     

"Yep. Good night, Bara."     

"Good night to you, Ray." Bara kemudian mematikan sambungan telponnya.     

Raya mendekatkan ponselnya di depan dadanya. Ia menghela napas panjang. "Just friend, Raya."     

----     

Selesai menutup sambungan telpon dengan Raya, Bara segera menghubungi Bang Ojal.     

"Halo, Bang," seru Bara begitu Bang Ojal menjawab panggilannya.     

"Ada apa, Bar?"     

"Maaf, Bang, gue nelpon malam-malam. Abang punya kenalan di sekitar Rawamangun?"     

Bang Ojal terdiam sejenak. "Ada. Kenapa?"     

"Gue minta tolong buat ngawasin satu rumah kost. Disitu ada temen gue, kayanya ada yang sengaja ngirim orang buat ngawasin dia," terang Bara.     

"Oh begitu. Lu kirim aja alamatnya, nanti gue kirim orang ke sana."     

"Oke, gue kirim alamatnya ke Abang. Makasih sebelumnya Bang."     

"Iya. Itu, sih, urusan kecil."     

"Gue kirim alamatnya sekarang." Bara segera mematikan sambungan telponnya dengan Bang Ojal dan mengetikkan alamat rumah kost Raya lalu mengirimkannya pada Bang Ojal.     

Bang Ojal membalas pesan yang dikirimkan Bara dengan sebuah dua buah jempol.     

Selanjutnya Bara mengirim pesan pada Arga untuk menghubungi Reno. Bara meminta Reno untuk memasang kamera pengawas di sekitar rumah kost Raya.     

Selesai mengirim pesan pada Arga, Bara merebahkan tubuhnya di sofa empuk yang ada di ruang keluarganya. Ia memandangi langit-langit apartemennya. Tiba-tiba terdengar suara pintu di buka dan Bara segera menoleh.     

"Saya pikir Bapak udah tidur," ujar Bara ketika melihat Pak Agus yang baru masuk ke apartemennya.     

Pak Agus tersenyum simpul pada Bara dan duduk di sebelahnya. "Apa orang-orang yang kamu hubungi sudah bersedia untuk membantu kamu?"     

"Yang satu tidak masalah selama saya membayarnya, yang satu lagi sudah bertekuk lutut sama Bang Ojal," jawab Bara. "Jadi, saya rasa mereka akan membantu saya."     

Pak Agus manggut-manggut mendengarkan. "Pastikan kamu tidak kehilangan mata dari mereka. Orang-orang seperti itu bisa dengan mudah mengkhianati kamu."     

"Semua sudah saya urus. Jika mereka mengkhianati saya, itu artinya mereka harus merelakan kebebasan yang sudah saya berikan untuk mereka." Bara menjentikkan jarinya. "Mereka punya terlalu banyak bukti kejahatan yang akan sangat sulit untuk mereka sangkal."     

Pak Agus menyeringai pada Bara. "Kamu benar-benar sudah menikmati permainan ini."     

"Sort of," sahut Bara.     

Pak Agus menepuk-nepuk bahu Bara. "Pertahankan semangat kamu, sebentar lagi kita akan memancing ikan besar."     

Bara mengangguk yakin pada Pak Agus. Akhirnya tiba waktunya ia membalas orang-orang yang pernah membuat hidupnya dan keluarganya berantakan.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.