Bara

The Ball 7



The Ball 7

0Seorang master of ceremony naik ke atas panggung dan meminta perhatian kepada para undangan untuk segera menempati tempat duduk yang sudah disediakan karena acara akan dimulai sebentar lagi. Semua tamu undangan yang menghadiri acara tahunan MG Group segera mengakhiri sesi ramah tamah mereka dengan sesama undangan dan kembali ke tempat duduk yang sudah disediakan.     
0

Damar dan Kimmy kembali bergabung bersama anggota keluarga Pradana yang lain. Meja keluarga Pradana sudah lengkap dengan tambahan Pak Agus dan Maya. Damar dan Bara sama-sama saling lirik dari seberang meja. Keduanya kemudian kembali mengalihkan pada MC yang sedang membawakan acara.     

Sebelum acara lelang diselenggarakan, para tamu undangan dihibur oleh penampilan artis-artis terkemuka. Semua tamu undangan tampak antusias menyaksikan penampilan tersebut. Terutama ketika seorang penyanyi wanita menyanyikan lagu klasik yang diiringi oleh permainan orkestra yang dipimpin oleh salah satu konduktor kenamaan tanah air.     

Setelah penampilan penyanyi wanita tersebut, tibalah saatnya acara lelang yang sudah ditunggu oleh para tamu undangan. Sang Pembawa Acara mempersilahkan seorang Juru Lelang untuk naik ke atas panggung. Para tamu undangan sudah memegang buku yang berisi informasi tentang barang-barang yang akan dilelang pada malam ini. Beberapa tampak sudah membolak-balik buku tersebut dan mungkin sudah menentukan benda mana yang akan ia beli.     

Di antara barang-barang yang akan dilelang ada satu yang merupakan karya Rania. Kali ini ia membubuhkan identitasnya pada lukisan karyanya. Ia membubuhkan identitas yang merupakan penggabungan antara inisial namanya dan nama Mahesa.     

Juru lelang membuka lelang untuk benda pertama yang dipamerkan. Benda tersebut adalah sebuah tas wanita yang dibuat menggunakan kulit aligator langka berwarna putih. Tali pada tas tersebut yang menyerupai rantai terbuat dari emas putih dan tidak ketinggalan berlian seberat tiga koma enam puluh empat karat pada bagian yang melambangkan merek tas tersebut. Juru lelang menjelaskan bahwa tas tersebut adalah milik salah satu pengusaha wanita yang cukup berpengaruh di tanah air.     

Pembukaan awal untuk lelang tas tersebut adalah seratus lima puluh ribu USD. Bara sempat terkejut begitu mengetahui harga pembukaan untuk tas tersebut. Lebih terkejut lagi karena banyak yang menawar untuk tas tersebut.     

"Gila," batin Bara. Pantas saja Pak Haryo sampai memiliki sebuah pulpen seharga pabrik pulpen. Ternyata hal seperti ini memang ada. Kalangan atas yang membeli sebuah benda untuk kepentingan prestige mereka. Dan kini, Bara dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan hal tersebut dan menjadi bagian di dalamnya.     

Maya menyenggol Bara.     

Bara segera menoleh pada Maya.     

Maya berbisik. "Tadinya tas itu koleksinya Eyang."     

Bara terperangah mendengar ucapan Maya. "Really?"     

Maya mengangguk. "Gue juga punya satu."     

"I'm gonna rob it tonight," goda Bara.     

Maya tertawa mendengar candaan Bara dan kembali memperhatikan lelang yang sedang berlangsung.     

Akhirnya tas wanita tersebut terjual dengan harga dua ratus enam puluh satu ribu USD. Lelang berlanjut ke benda berikutnya, yaitu sebuah jam tangan mewah. Bara nampak tertarik dengan jam tanga pria yang sedang dilelang saat ini. Maya memperhatikan mata Bara yang nampak berbinar ketika melihat foto jam tangan tersebut.     

"Kayanya ada yang semangat ikutan," ujar Maya sembari melirik ke arah Bara.     

Bara hanya tersenyum seperti seorang anak kecil yang sedang melihat mainan incarannya ada di depan mata.     

Jam tangan pria yang dilelang adalah jam tangan keluaran salah satu produsen jam tangan tertua di dunia yang kualitasnya sudah tidak diragukan lagi. Tali jam tangan itu terbuat dari kulit. Konon komponen jam tangan tersebut mencapai seribu seratus dua puluh komponen yang dikerjakan secara manual dan memakan waktu hampir satu tahun untuk merakitnya. Karena komponen yang banyak itu, bahkan sistem mekanik pada jam tersebut mampu menampilkan penanggalan zodiak.     

"Emang apa pentingnya penanggalan zodiak?" celetuk Maya yang melihat Bara sangat serius.     

"Penanggalan zodiak cuma poin plus aja. Gue tertarik sama komponen dalam jam ini. Cara kerjanya. Cara gue ngeliat jam tangan ini, mungkin sama kaya cara lu ngeliat tas tadi. Dua-duanya bernilai tinggi dan dikerjakan dengan penuh dedikasi."     

"Wow, gue ngga nyangka, lu segitu tertariknya sama jam tangan," ujar Maya tidak percaya.     

"Masa lu ngga ngeh? Padahal lu udah berkali-kali masuk ke kamar ganti gue."     

Maya kemudian mengingat kembali setiap bagian yang ada di kamar ganti Bara. "Oh," gumam Maya.     

"Udah ngeh sekarang?" tanya Bara.     

Maya mengangguk. Maya teringat pada lemari buffet yang ada di tengah ruang ganti yang ada di kamar Bara. Tapi sedetik kemudian Maya malah mengingat momen pertama dirinya dan Bara berada di ruang ganti tersebut.     

"Lu inget yang lain, ya?" bisik Bara pelan.     

Maya segera menepuk paha Bara. "Apa, sih."     

Bara tertawa pelan dan kembali fokus mengikuti lelang. Sementara pipi Maya yang sudah merona karena perona pipi semakin merona karena gurauan Bara.     

----     

Sudah beberapa barang yang dilelang. Saat ini, barang yang sedang dilelang adalah lukisan lama milik Pak Ketut. Rania mulai bersiap-siap. Setelah lelang lukisan milik Pak Ketut, giliran lukisan miliknya yang akan dilelang. Dan lukisannya akan menjadi penutup acara lelang yang diselenggarakan oleh MG Group.     

Para pemenang lelang akan naik ke atas dan bertemu dengan orang-orang yang sudah memberikan barang berharganya untuk di lelang pada malam ini. Selanjutnya secara seremonial mereka akan menyerahkan barang-barang tersebut pada pemilik barunya.     

Lukisan milik Pak Ketut selesai di lelang. Rania semakin merasa gugup. Untuk menghilangkan gugupnya, Rania kembali membaca keterangan pada lukisannya yang ada di buku petunjuk lelang.     

Rania memberi judul lukisannya The Rising Deaths. Secara sekilas Rania menggambarkan peristiwa yang sudah dialaminya sepuluh tahun silam. Kanvas besar yang digunakan Rania, dibagi menjadi empat bagian yang saling berhubungan melalui sebuah gambar jembatan. Bagian paling kiri kanvas ia beri warna menyerupai warna api, ada sosok terbakar pada bagian jembatan.     

Bergerak ke bagian berwarna biru tua, dimana ia menggambarkan dua orang sedang berada di jembatan dan tangan mereka terlepas. Orang satunya melayang ke bawah jembatan. Bergerak lagi ke menuju warna abu-abu kelabu. Terdapat gambar dua orang yang saling membelakangi dengan jarak yang cukup jauh.     

Dan bagian terakhir yang berwarna coklat. Tidak ada gambar orang disana, hanya sebuah gundukan dengan tangan yang menyeruak keluar. Pada langitnya ia menggambarkan seekor burung dengan ekor dan sayap yang besar sedang terbang bebas.     

Pada keterangan lukisan itu, tertulis bahwa lukisan itu merupakan karya seorang seniman yang selama ini sudah dianggap meninggal. Padahal diam-diam, dia tetap berkarya namun menggunakan alias yang lain. Dan kini, ia ingin kembali berhadapan dengan dunia yang sudah menganggapnya tiada.     

"Lukisan milik Ibu, sudah terjual," seru Raya yang baru saja masuk ke dalam ruangan tempat Rania menunggu.     

Rania menatap Raya tidak percaya. "Berarti waktu saya semakin dekat."     

"Ibu gugup?" tanya Raya.     

"Jelas saya gugup." Rania berjalan mondar-mandir di dalam ruangan yang dulu digunakan sebagai ruang kerjanya itu.     

Raya kemudian menangkap kedua lengan Rania. "Ibu tidak boleh gugup. Seperti keterangan pada lukisan milik Ibu, Ibu akan kembali berhadapan dengan dunia yang sudah menganggap Ibu tiada. Ibu harus tampil dengan penuh percaya diri. Momen ini sepenuhnya milik Ibu."     

Rania sedikit terdiam mendengar apa yang diucapkan Raya. Ia lalu menggamit tangan Raya. "Terima kasih, Raya."     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.