Hembusan Hasrat

The Devil’s Invitation



The Devil’s Invitation

0  "Jadi bagaimana, kalian jadi ke rumahku?"     
0

  Esok harinya, Arisa menanyakan hal yang sama kepada kami berdua saat bel pulang sekolah sudah berbunyi. Kemarin kami langsung pulang ke rumah sehabis "main" di toilet sekolah. Pada Arisa kukatakan kalau Nia pasti sudah capek karena sudah muncrat berkali - kali, lagipula tawaran Arisa pun juga terasa terlalu mendadak jadi aku dan Nia ingin memikirkan hal ini terlebih dahulu.    

  Kali ini Nia hanya terdiam mendengar ajakan Arisa. Dia hanya terpaku memandangi aku dan Arisa silih berganti. Saar ini lah aku sadar bahwa sebagai laki – laki aku lah yang harus membuat keputusan. Aku pun bertanya pada Arisa untuk meyakinkan pikiranku.    

  "Yakin nih, kami berdua boleh main ke rumahmu sekarang?"    

  Arisa tersenyum manis dan dengan setengah tertawa menjawab pertanyaanku,    

  "Ya iya lah, Kalian berdua kan sahabatku. Lagian rumahku juga sepi kalau siang – siang. Aku malah senang kalau ada temennya. Lagian kan kalian juga sudah sering ke rumahku, tidak usah sungkan – sungkan. Anggap saja rumah sendiri."    

  "Oke deh, makasih ya, Ris."    

  Aku berjalan mendekati Arisa dan saat sudah dekat dengan dirinya, aku berbisik pelan di telinganya.    

  "Tapi Ris. Sebagai balasannya kamu mau apa? Semua pasti ada bayarannya, kan?"    

  Aku tidak percaya kalau Arisa benar – benar ingin meminjamkan kamarnya untuk menjadi sarang cinta kami tanpa motif apa pun. Nia juga pasti tidak percaya. Aku kenal betul sifat Arisa yang suka bersih dan tidak tahan dengan hal – hal yang kotor. Tidak mungkin juga ada gadis yang mau meminjamkan kamar yang merupakan ruang pribadinya bahkan kepada sahabatnya sendiri. Apalagi kalau kamar pribadinya tersebut dipakai oleh sahabatnya untuk bercinta! Dia pasti ada maunya!    

  Mendengar bisikanku, senyuman di paras cantik Arisa menjadi semakin lebar.... Dan juga terlihat semakin nakal. Ada pesona sensual tersendiri di dalam senyuman nya itu. Apa ini yang namanya The Devil's Smile? Setelah puas melihatku dan Nia yang terpesona dengan senyuman nakalnya, Arisa pun berkata,    

  "Kalian memang yang paling mengerti diriku! Hee hee~"    

  Lalu Arisa melanjutkan kata – katanya dengan merangkul kami berdua dengan kedua tangannya lalu berbisik di depan wajah ku dan Nia.     

  "Sebagai bayaran sewa kamarku, aku boleh kan' nonton kalian berdua main?"    

  Mata ku dan Nia langsung membelalak mendengar kata - kata yang keluar dari mulut manis Arisa. Muke gile nih cewek setengah bule! Dia mau nonton aku dan Nia indehoy di kamarnya!? Memangnya dia kira kami ini tontonan reality show apa? Tapi sebelum kamu sempat membalas perkataannya, Arisa sudah berbicara duluan untuk meluruskan omongannya.    

  "Jangan salah paham. Kalian berdua itu sahabatku. Apalagi Nia. Aku cuma ingin mengawasi kalau – kalau kamu nanti terlalu kasar padanya."    

  Omong kosong! Aku rasa aku sudah cukup halus mainnya? Nia juga kelihatannya begitu menikmati permainan cinta kami? Lagipula kalau aku memang terlalu kasar pada Nia kan dia pasti bisa ngasi tahu aku supaya lebih lembut lagi mainnya? Kita bertiga sudah bersahabat selama tiga tahun dan sudah saling mengenal karakter masing – masing. Nia pasti tahu kalau aku akan memenuhi segala permintaannya asalkan dia bicara, kan? Tapi sebelum aku sempat berkata – kata untuk menyanggah omongannya, Arisa yang kelihatannya sudah membaca isi hati Ranata mengeluarkan sesuatu dari kantong bajunya. Dia perhatikan suasana ruangan kelas yang telah sepi hanya berisi kami bertiga. Yah, saat bel pulang berbunyi, semua orang di kelas ini selain kami bertiga pasti akan lari tunggang langgang secepat mungkin keluar dari kelas kami. Bagi mereka, bel pulang sekolah dan bel jam istirahat adalah suara lonceng penyelamat yang memungkinkan mereka bebas dari satu ruangan bersama dengan iblis cantik di hadapan Nia dan Ranata ini.    

  Setelah memastikan kondisi kelas sepi dan situasi aman, Arisa mulai menekan sebuah tombol pada benda kecil tersebut, yang ternyata adalah sebuah alat perekam. Nia dan Ranata langsung melotot melihat alat tersebut, terlihat begitu ingin merampasnya dari tangan Arisa. Mereka berdua yakin, suara apa pun yang direkam oleh alat tersebut pasti bukan hal yang bagus untuk mereka.    

  "Jangannn..... Ran.... Aku sudah gak tahan lagi...."     

  (Baca Kembali Chapter 31 Tak Bisa Di Rumah Di Sekolah Pun Jadi)    

  "Nia sayang.... Aku masih belum puas nih.... Baru juga muncrat sekali."    

  .....    

  "Tapi..., aku udah tiga kali...."    

  "Tahan ya, sayang.... Cuma sebentar, kok~"    

  (Baca Kembali Chapter 32 Ketangkap Basah)    

  ....    

  Nia dan Ranata pun terdiam mendengar suara rekaman barusan. Sejak kapan Arisa merekam suara mereka berdua dari bilik toilet!? Kualitas suara rekamannya jernih tanpa noise pula. Hal itu menunjukkan kalau Arisa tidak tanggung – tanggung menggunakan alat perekam berkualitas tinggi untuk merekam aktivitas bersama mereka berdua! Kenapa gadis ini segitu niatnya memata – matai mereka!?    

  Dengan senyum lebar di wajahnya yang berseri – seri seolah bagaikan seorang anak kecil yang menemukan mainan baru yang sangat menarik hatinya, Arisa berkata pada Nia dan Ranata yang diam mematung karena shock mendengar rekaman suara mereka sendiri.    

  "Bagaimana? Hmm? Jelas – jelas kemarin Nia sudah nggak kuat lagi tapi masih kamu paksa untuk memenuhi hasrat binatangmu. Ranata, bisa kamu jelaskan hal ini? Kalau Nia kenapa – napa bagaimana? Aku yakin kamu pasti mau (niat) tanggung jawab, tapi pertanyaannya apa kamu sanggup (bisa) untuk bertanggung jawab kalau Nia kenapa - napa?"    

  Ranata hanya bisa terdiam mendengar ceramah Arisa.     

  "Itu.... Nia..., Sorry...."    

  Nia yang terhenyak mendengar permintaan maaf Ranata, segera menatap dirinya dengan penuh kasih sayang.    

  "Gak apa – apa, Ranata sayang.... Aku juga menikmatinya kok... Malah aku yang minta maaf karena sudah puas sendiri, padahal kamu baru dapet satu kali...."    

  Lalu digenggamnya tangan Ranata dengan lembut sambil menyampaikan perasaannya. Ranata pun langsung menarik tangan Nia dan membawa tubuh Nia jatuh ke dalam pelukannya. Dia belai rambut dan punggung Nia dan ditatapnya mata sang gadis pujaan hatinya itu dengan penuh cinta.    

  "Nia, you are the best...."    

  "E hee hee~"    

  Dengan senyuman manis tersungging di wajahnya yang cantik, Nia memejamkan matanya dan begitu menikmati pelukan hangat dan lembut dari kekasihnya ini.    

  Arisa hanya bisa tersenyum masam melihat perkembangan situasi yang tidak sesuai dengan perhitungannya ini. Dimatikannya alat perekam yang ada di tangannya lalu dia simpan kembali alat itu ke saku bajunya.    

  Dengan sabar ditungguinya kedua insan yang sedang berpelukan mesra di depan matanya itu sambil duduk di atas meja yang berada tepat di hadapan kedua sahabatnya itu. Dia memandangi mereka berdua sambil terduduk menyilangkan tangannya di depan dada dan kedua belah paha serta kakinya yang panjang juga ikut bersilangan satu sama lain.    

  Setelah Nia dan Ranata selesai berpelukan, Ranata yang merasa mendapatkan sebuah insight terhadap situasi yang sedang dihadapi dia dan pasangannya ini bertanya pada Arisa.    

  "Arisa, kalau kamu sudah ada di depan toilet waktu kami baru mulai ronde kedua, terus suara langkah kaki siapa yang kudengar waktu kami lagi di tengah – tengah permainan?"    

  Ranata ingat betul kalau dia mendengar suara langkah kaki sewaktu asik mengadu selangkangannya dengan Nia di bilik toilet. Kalau Arisa sudah ada disana dari waktu sebelumnya, lalu suara langkah kaki siapa yang dia dengar saat itu?    

  Arisa kembali tersenyum dan melompat kecil untuk berdiri dari meja tempat duduknya sambil berkata    

  "Oh? Akhirnya kamu sadar? Kalian harus berterima kasih padaku karena kalau aku tidak ada duluan di dalam toilet mungkin kalian sudah ketahuan oleh orang lain. Kalian pikir suara desahan kalian tidak kedengaran dari bilik toilet itu? Untungnya anak OSIS yang baru mau masuk toilet langsung kabur begitu melihat mukaku.    

  What!? Anggota OSIS? Wah, kalau ketahuan mereka pasti bakalan berabe jadinya. Wajah Nia dan Ranata sedikit memucat mendengarnya, namun dengan segera mereka berdua menghela nafas lega karena berhasil selamat berkat Arisa kemarin. Main di tempat umum itu ternyata berbahaya sekali! Kita tidak pernah bisa menduga siapa yang bakal lewat dan memergoki kita sepanjang waktu. Akhirnya, setelah di pikir masak – masak, Nia dan Ranata akhirnya setuju dan menerima tawaran Arisa untuk main ke rumahnya. Better safe than sorry. Lebih mending mereka berdua main di kamar sambil ditonton Arisa yang menganggap permainan cinta mereka sebagai sebuah tayangan hiburan daripada main di tempat umum terus digrebek orang tak dikenal lalu dilaporkan dan diamuk massa sebelum kemudian digiring oleh petugas dan akhirnya dihajar oleh orang tua mereka!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.