NITYASA : THE SPECIAL GIFT

222. Pendekar Ingus Setan



222. Pendekar Ingus Setan

0Di sisi lain, Adipati Gunung Liman tersebut telah mempunyai seorang istri. Pada awalnya sang istri tidak tahu menahu perihal suaminya yang sedang terpikat dengan wanita lain, apalagi sampai melamarnya. Tetapi, semenjak berita tentang penolakan lamaran Adipati Jenukus telah tersebar dan membuat geger seluruh wilayah Gunung Liman. Surangkih murka dan menghajar suaminya itu beberapa kali. Ia merasa bahwa gara-gara ia tak mampu memberi keturunan, maka Adipati bisa seenaknya mencari wanita lagi untuk dijadikan istri.     
0

Kemarahan itu membuat Surangkih merasa tak tahan lagi dengan Sang Adipati. Ia kemudian memutuskan untuk meninggalkan suaminya itu. Di tengah jalan, ia tak sengaja bertemu dengan Nyai Wulan yang tengah berjalan memanggul nampan berisi sesajian untuk melaksanakan sembahyang. Rupanya ia tak bisa membendung kemarahan, bertemu dengan orang yang membuat suaminya tergoda membuatnya merasa berkesempatan untuk melampiaskan emosinya.     

Dalam amarahnya itu, Surangkih malah menendang nampan yang dipanggul Nyai Wulan tersebut hingga isinya tumpah ruah ke jalan. Nyai Wulan sangat mengenal siapa perempuan ini, dia pun paham apa maksud dari sikap orang tersebut. Meskipun ia adalah seeorang pendekar wanita yang digdaya dan pilih tanding, namun ia tak mau meladeni kemarahan Surangkih. Nyai Wulan seringkali menjaga sikap untuk tidak terlalu keras terhadap sesama wanita. Apalagi permasalahan hati yang sangat bisa ia pahami.     

"Apa yang kau incar dari suamiku? Guna-guna apa yang kamu pakai?" tanya Surangkih menghakimi, semua orang di sekitar menyaksikan peristiwa itu. Seluruh mata tertuju pada mereka. Sementara Nyai Wulan tetap berusaha tersenyum ramah.     

"Maaf, Kanjeng, saya tidak mengerti maksudnya." Nyai Wulan mencoba menjaga sikap.     

"Kenapa suamiku bisa sangat tergila-gila padamu?" Tanya dia lagi agak membentak. Dari rona pipinya mulai berlinang air mata.     

"Rupanya Kanjeng salah paham. Justru saya sudah menolak lamarannya tempo hari karena sangat menghargai keberadaan Kanjeng Surangkih sebagai istri Kanjeng Adipati." Penjelasan yang menenangkan itu tak mampu membuat amarah Surangkih reda. Ia malah semakin ingin mencabik-cabik mulut manis Nyai Wulan yang dikiranya sebagai keberpuraan.     

Kesalahpahaman itu berlanjut hingga Surangkih sempat menantangnya. Tentu seorang Nyai Senandung Wulan tidak pernah menolak tantangan bertarung meskipun ia sangat menghormati sesama seorang wanita. Barangkali melalu sebuah pertarungan akhirnya penyelesaian masalahnya menemui titik temu. Bagaimanapun, masalahnya harus cepat diselesaikan sebelum melebar kemana-mana.     

Pertarungan terjadi di depan candi, di situlah mereka saling beradu kesaktian. Surangkih juga mantan seorang pendekar sehingga bisa diperhitungkan bagaimana tingkat kekuatannya. Namun, semarah-marahnya Surangkih, Nyai Wulan tetap saja tidak mau mengeluarkan semua kemampuannya. Meski begitu, pada akhirnya Surangkih kalah jatuh. Tubuhnya ditotok oleh Nyai Wulan supaya tidak bergerak.     

"Aku mengerti dan bisa memahami perasaanmu, Kanjeng. Aku juga wanita, sama seperti Kanjeng. Jika Kanjeng merasa perasaannya dikhianati, maka yang berhak disalahkan adalah suami Kanjeng sendiri. Kita memang tidak pernah mengerti apa yang ada di pikiran kaum lelaki. Makhluk berjakun dan berkumis itu selalu berjalan tegap seolah memandang sekelilingnya hanyalah sampah. Mereka selalu memposisikan wanita di bawah kuasanya. Padahal mereka juga terlahir dari seorang wanita. Beberapa lelaki cenderung buas ketika melihat perempuan yang rupa dan parasnya sesuai dengan yang mereka inginkan, dan kemudian nafsu mampu merubahnya bersikap layaknya binatang. Aku tahu apa yang dipikirkan suamimu, Kanjeng. Ia berpikir rugi karena telah menikahi Kanjeng sedangkan Kanjeng Surangkih tak mampu memberikannya keturunan. Sehingga ia mencari wanita lain yang barangkali lebih subur. Padahal, ia tidak tahu kalau aku yang suamimu kagumi ini, sudah pasti juga tidak akan mampu memberikan keturunan. Iya, aku sudah tak sempurna. Tapi bukan hanya itu alasan aku menolak lamarannya. Melainkan karena aku lebih menghargai perasaanmu."     

Nyai Wulan mencoba memberinya semacam penjelasan. Setelah dijelaskan dengan terang, akhirnya ia sadar telah mengambil sikap ceroboh. Dan kemudian mereka pun saling meminta maaf dan berpelukan. Rupanya Nyai Wulan tidak bersalah. Suaminya sendiri lah yang egois. Surangkih yang sudah terlanjur benci dengan kelakuan suaminya memutuskan untuk pergi. Ia memilih keluar dari Kadipaten Gunung Liman. Beberapa pemikiran Wulan tentang kebenciannya dengan sifat-sifat kaum lelaki memengaruhinya. Kehidupannya pun berlanjut di daerah lain di pulau jawa. Ia memilih pekerjaan menjadi seorang dukun bayi demi melayani sesama perempuan. Meskipun ia juga pada akhirnya kembali membangkitkan jiwa kependekarannya itu. Surangkih kini kembali turut meramaikan dunia persilatan.     

***     

Usai Nyai Wulan membantu pasukan Ken Arok mengambil alih kekuasaan Kediri. Atas jasa besarnya itu, ia turut mendapat kedudukan sebagai seorang perwira wanita pertama dalam trah Rajasa. Trah Rajasa adalah garis keturunan murni Ken Arok dari rahim Ken Dedes yang nantinya akan melahirkan raja-raja jawa selanjutnya.     

Jabatan Nyai Wulan tak tanggung-tanggung. Ia bahkan menjadi seorang panglima pasukan wanita dalam jajaran perwira Kerajaan Singosari. Pasukan wanita yang secara lembaga diberi nama Mundri Palagan. Kehadiran Mundri Palagan membuat para Raja di negeri tetangga terkagum-kagum. Beberapa kerajaan lain turut terinspirasi oleh perjuangan Nyai Wulan dalam menggalang kekuatan kaum perempuan. Mereka pun membentuk kelompok perwira serupa yang anggotanya diisi oleh kaum perempuan. Nama Nyai Senandung Wulan pun semakin mengharum kala itu     

Mundri Palagan sudah memberikan banyak jasa bagi masyarakat. Beberapa kali pasukan ini berhasil menghentikan tindakan kejahatan yang dilakukan kepada kaum wanita. Tak hanya itu, mereka bahkan mendukung pengawalan bagi para pedagang wanita yang melakukan perjalanan jauh demi terhindar dari bahaya seperti perampok atau begal.     

Meskipun anggotanya didominasi perempuan, tak bisa dianggap remeh kekuatan mereka. Karena kegigihan Nyai Senandung Wulan dalam menggembleng dan melatih, maka kekuatan seorang prajurit Mundri Palagan setara dengan tiga orang tentara biasa. Seringkali malah menjadi ujung tombak dalam berbagai pertempuran. Hanya satu kelemahan dari pasukan ini, yaitu ketika ada anggotanya yang kawin, maka selamanya ia tidak akan lagi bisa menjadi anggota. Selamanya status keanggotaannya gugur. Ini membuktikan bahwa Mundri Palagan tetap menghormati kewajiban dan hak-hak perempuan sebagai seorang wanita sejati. Bahwa ketika sudah berkeluarga, wanita diharapkan bisa sepenuhnya berperan sebagai seorang istri dan juga ibu.     

Kekuasaan Ken Arok hanya berlangsung selama kurang lebih 20 tahun. Ia dibunuh oleh anak tirinya sendiri yang bernama Anusapati. Sebenarnya ia merupakan anak dari suami pertama istrinya, Ken Dedes, yang bernama Tunggul Ametung. Anusapati membalas dendam karena dahulu Ken Arok lah yang membunuh Ayah nya. Ken Arok terbunuh oleh keris Empu Gandring yang pernah ia gunakan untuk membunuh gurunya sendiri.     

Empu Gandring memang pernah mengucap sumpah bahwa nantinya keris ini akan membunuh Ken Arok sendiri, juga menjadi keris terkutuk karena akan banyak menghilangkan nyawa para raja yang menjadi keturunan Ken Arok. Sifat-sifat Ken Arok yang nakal dan berandal memang tak pernah hilang dari dirinya meski telah menjadi raja.     

Anusapati sendiri sudah sejak lama curiga bahwa dirinya bukanlah anak kandung Ken Arok. Sebab, ia sering mendapat perlakuan tidak adil dari Ayah tirinya itu. Kemudian ia mencari tahu asal-usulnya sendiri, ia mencecar ibunya, Ken Dedes, dengan berbagai pertanyaan. Sehingga pada akhirnya Ken Dedes mengakui bahkan sebenarnya Anusapati adalah putra dari Tunggul Ametung. Agaknya kita harus mundur lagi untuk mendapatkan penggambaran kisah yang jelas.     

Tunggul Ametung dulunya adalah seorang Akuwu di Tumapel. Akuwu adalah pemimpin dari wilayah Kuwu. Kuwu merupakan tingkatan daerah di bawah Kadipaten yang dipimpin Adipati. Pada suatu hari Tunggul Ametung singgah ke desa Panawijen. Di sana ia berjumpa seorang gadis cantik bernama Ken Dedes, yang merupakan putri seorang pendeta bernama Empu Purwa. Tunggul Ametung terpikat hatinya dan segera meminang Ken Dedes.     

Gadis itu memintanya supaya menunggu kedatangan Empu Purwa yang saat itu sedang berada di dalam hutan. Tunggul Ametung tidak kuasa menahan keinginannya. Ia pun menculik Ken Dedes dan membawanya paksa ke Tumapel. Ketika Empu Purwa pulang ke rumah, ia marah mendengar berita penculikan putrinya. Ia pun mengucapkan kutukan, barangsiapa yang telah menculik putrinya, kelak akan mati karena tikaman keris.     

Tunggul Ametung memiliki seorang pengawal kepercayaan bernama Ken Arok. Semula ia adalah penjahat buronan Kerajaan Kediri. Ia seorang berandal dan perampok yang paling ditakuti di wilayah Kediri. Tapi berkat bantuan seorang pendeta dari India bernama Lohgawe, ia dapat diterima bekerja di Tumapel. Ken Arok kemudian terpikat pada kecantikan Ken Dedes, yang diramalkan oleh Lohgawe akan menurunkan raja-raja tanah Jawa. Hal itu membuat hasrat Ken Arok semakin besar.     

Namun tidak mungkin baginya merebut Ken Dedes begitu saja. Ken Arok membutuhkan sebilah keris ampuh untuk membunuh Tunggul Ametung yang terkenal sakti. Ia kemudian bertemu dengan Empu Gandring dan berguru padanya. Empu Gandring dari desa Lulumbang yaitu dikenal sebagai seorang ahli pembuat pusaka yang ampuh.     

Mpu Gandring sanggup membuatkan sebilah keris ampuh dalam waktu setahun. Namun, karena ia tidak sabar, lima bulan kemudian, Ken Arok benar-benar datang menemui Mpu Gandring. Ia marah melihat keris pesanannya baru setengah jadi. Karena marah, keris itu direbut dan digunakan untuk menikam dada Mpu Gandring. Meskipun belum sempurna, tetapi keris itu mampu membelah lumpang batu milik Mpu Gandring.     

Keris yang belum sempurna itu direbut dan ditusukkan ke dada Mpu Gandring sampai tewas. Dalam sekaratnya, Mpu Gandring mengucapkan kutukan bahwa keris itu nantinya akan membunuh 7 orang raja, termasuk Ken Arok sendiri dan anak cucunya. Gelar mpu atau empu merupakan gelar Nusantara asli yang kini identik dengan istilah untuk profesi pembuat keris. Padahal sebenarnya tidak demikian. Mpu sendiri artinya penguasa atau majikan atau pemilik.     

Gelar Empu pada awalnya digunakan untuk gelar orang-orang terhormat yang bukan bangsawan. Biasanya dipakai pada yang berjenis kelamin laki-laki.     

Maka dengan menggunakan keris buatan Mpu Gandring, Ken Arok menjalankan niatnya untuk menyingkirkan Tunggul Ametung. Mula-mula Ken Arok meminjamkan keris pusakanya kepada rekan sesama pengawal, bernama Kebo Hijo. Kebo Hijo sangat suka dan membawanya ke mana pun ia pergi. Kebo Hijo dengan bangga memamerkan keris itu sebagai miliknya kepada semua orang yang ia temui. Hal itu membuat orang-orang Tumapel mengira kalau keris itu adalah milik Kebo Hijo.     

Pada malam yang ditentukan Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari rumah Kebo Hijo. Ia kemudian pergi ke kamar tidur Tunggul Ametung dan membunuh Akuwu Tumapel tersebut. Pagi harinya warga Tumapel gempar menjumpai keris Kebo Hijo menancap pada mayat Tunggul Ametung. Kebo Hijo pun dihukum mati dengan menggunakan keris yang sama.     

Sepeninggal Tunggul Ametung, Ken Arok menikahi Ken Dedes yang terpikat karena keluhuran budi Ken Arok. Padahal itu hanyalah topeng semata. Ken Arok kemudian mengangkat dirinya sebagai akuwu Tumapel. Waktu itu, Ken Dedes tengah mengandung bayi hasil perkawinannya dengan Tunggul Ametung, yang setelah lahir diberi nama Anusapati.     

Pada akhirnya Anusapati mengetahui kalau dirinya memang benar-benar anak tiri. Bahkan, ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya bernama Tunggul Ametung telah mati dibunuh Ken Arok.     

Anusapati berhasil mendapatkan Keris Empu Gandring yang selama ini disimpan Ken Dedes. Ia kemudian menyuruh pembantunya yang berasal dari desa Batil untuk membunuh Ken Arok. Ken Arok tewas ditusuk dari belakang saat sedang makan sore hari. Anusapati ganti membunuh pembantunya itu untuk menghilangkan jejak.     

***     

Selama Anusapati berkuasa di Singosari, para perwira yang dulu turut dalam perjuangan Ken Arok menaklukkan Kediri pun diusir dan dipenjarakan. Termasuk Nyai Senandung Wulan yang juga turut diusir. Ia pun lari ke Madura untuk membangun kehidupan baru. Ia kembali menjadi seorang pendekar yang menolong setiap harga diri dan martabat perempuan. Sebetulnya ia tidak benar-benar menetap di sana. Sebagai seorang pendekar, ia masih harus berkeliling tanah jawa untuk mengembara. Masih seringkali ia melindungi kaum wanita dari kezaliman kaum pria.     

Tahun demi tahun berlalu, Singosari telah 3 kali berganti kepemimpinan, kali ini Prabu Kertanegara yang menjabat. Raja yang haus kekuasaan itu berencana memperbesar ekspansinya ke wilayah-wilayah lain di pulau jawa. Singosari harus memperlebar wilayahnya lebih besar dari yang sekarang. Kini dia akan menaklukkan Kerajaan Pamalayu di pulau Sumatera. Maka ekspansi itu kemudian dinamai sebagai Ekspedisi Pamalayu.     

Prabu Kertanegara memanggil kembali para perwira lama yang pernah berjasa bagi Singosari. Termasuk Nyai Wulan yang dijemput dari madura. Ia berencana kembali ke Singosari untuk turut andil dalam rencana Prabu Kertanegara dalam menaklukkan Kerajaan Melayu dan Pahang. Keputusan Kertanegara itu banyak ditentang oleh para penasehatnya. Tetapi, karena Raja itu adalah Raja yang bebal dan sombong, maka dia tidak peduli dengan saran dari siapapun.     

Nyai Senandung Wulan bergabung dengan pasukan yang menyerang Kerajaan Malayu. Di sanalah ia bertemu dengan Dara Jenar ketika masih bayi. Singosari berhasil menguasai daerah Malayu hingga sekitarnya. Hampir separuh pulau Sumatera takluk dibawahnya. Para perwira yang berjasa diberikan anugerah dan kehormatan oleh Prabu Kertanegara. Mereka diberi penghargaan dan kenaikan pangkat.     

Nyai Senandung Wulan juga turut dinaikkan pangkatnya. Yang semula menjadi Panglima Prajurit Wanita, kini menjadi Wakil Jenderal. Tak hanya itu, ia juga diberi sepetak tanah untuk membangun pemukiman di wilayah Pasuruan. Di tempat itulah ia mempekerjakan beberapa emban untuk mengurusi anak asuhnya yang ditemukan selama peperangan.     

Lagi-lagi, kemenangan Singosari hanya seumur jagung. Kerajaan Singosari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa akhirnya mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 Masehi, terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-gelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanagara sendiri. Dalam serangan itu, Kertanagara mati terbunuh. Setelah runtuhnya Singosari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota baru di Kerajaan Kediri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singosari pun berakhir. Dan kejayaan Negara Kediri bangkit kembali.     

Kali ini tak hanya para perwira yang terusir, bahkan para keluarga raja juga turut mendapat imbasnya. Mereka termasuk para putri dari Kertanegara sendiri, juga menantu Kertanegara yang bernama Raden Wijaya turut terusir pula. Ia melarikan diri ke Madura. Raden Wijaya inilah yang kelak akan membalaskan dendam kepada Prabu Jayakatwang dengan meluluh lantakan Kediri kembali sehancur-hancurnya tanpa menyisakan trah keturunannya lagi, kemudian nantinya di tempat yang sama ia bangun kembali trah dinasti Ken Arok yang semestinya dilanjutkan. Ia akan menjadi Raja pertama dari sebuah negara besar dan digdaya bernama Majapahit.     

Mengingat Kediri kali ini benar-benar ingin merampas seluruh kekayaan mantan perwira Singosari, sehingga para perwiranya pun banyak yang jatuh miskin dan kembali menjadi pendekar biasa atau malah kembali ke desa menjadi warga biasa. Sedangkan petak tanah milik Nyai Senandung Wulan di Pasuruan turut disita oleh pihak Kediri. Ia memboyong anak asuhnya pergi dari Kediri dan mencari suaka baru menuju ke barat.     

Kemudian ia ingat pernah mempunyai kenalan bernama Surangkih. Ia lalu memilih untuk menemui Surangkih yang sebetulnya dulu bisa dikatakan pernah menjadi sahabatnya. Di sana ia akan mengurus anak asuhnya ini. Ia pernah mendapat kabar kalau Surangkih kini menetap di lereng Gunung Slamet. Tepatnya di wilayah Kerajaan Galuh.     

Ketika datang ke tempat tinggal Surangkih, Ia hampir tidak mengenali teman lamanya itu, karena kini Surangkih sudah tua. Tubuhnya bungkuk, kulitnya keriput, rambutnya hampir semua memutih. Kecantikan Surangkih yang dulu terkenal hingga diperistri oleh seorang Adipati, kini tinggal sejarah dikikis oleh waktu yang menggerogoti. Sementara Nyai Senandung Wulan tak beru ah sedikit pun. Wajahnya masih ayu, kulitnya masih segar, dan badannya masih bahenol.     

Sejak itulah Surangkih merasa aneh dengan Nyai Wulan. Maka dengan jujur Wulan mengatakan yang sebenarnya bahwa dirinya kini memang masih tetap bertubuh muda tanpa berubah sedikitpun, karena sebuah Ajian yang tertanam di tubuhnya. Ajian Nityasa yang membuat pemiliknya mempunyai umur yang panjang dengan fisik yang tak pernah menua lagi.     

Kekalahan itu menghantarkan Surangkih para perasaan putus asa dan depresi. Ia kemudian memilih untuk menghilang dari dunia persilatan. Malah lebih memilih menyendiri di lereng Gunung Slamet. Semua orang mengira ia telah mati bunuh diri. Namun, sebenarnya ia ada untuk melayani masyarakat desa di sekitaran lereng tersebut ketika dibutuhkan perannya sebagai dukun bayi. Hanya mereka yang tahu bahwa Nyai Rangkih masih hidup.     

Di sanalah anak asuh dari Nyai Senandung Wulan dan Nyai Rangkih bertemu. Kelak anak-anak mereka inilah yang akan dijadikan sebagai sekumpulan gadis-gadis tangguh bernama Tujuh Pesona Dara.     

Suatu hari Gunung Slamet erupsi, Sang Raja setempat membuat kebijakan darurat, di mana mereka yang tempat tinggalnya berada di sekitaran lereng Slamet diminta untuk segera menyelamatkan diri. Sang Raja Galuh--Prabu Darmasiksa--menyediakan sebuah petak kosong untuk pemukiman baru bagi para pengungsi. Namun, Nyai Senandung Wulan dan Nyai Rangkih memilih untuk mencari tempat tinggal sendiri. Akhirnya mereka menemukan tempat yang cocok untuk tinggal. Yaitu di Bukit Pakembangan. Tepatnya Curug Sangkol. Tempat yang benar-benar sepi dan jauh dari pemukiman. Di tempat ini kemudian mereka akan menggembleng anak asuhnya menjadi gadis-gadis kuat nan tangguh yang akan meramaikan dunia persilatan.     

***     

NITYASA : THE SPECIAL GIFT     

Adalah Novel karya SIGIT IRAWAN dengan latar KERAJAAN GALUH pada masa abad 13 masehi. Novel ini telah menjadi Novel digital dengan genre fiksi sejarah pertama di Webnovel.     

Tentu author sangat bangga atas penobatan sebagai novel fiksi sejarah pertama. author berharap NITYASA : THE SPECIAL GIFT akan mampu menjadi pelopor bagi novel sejenis yang lainnya. Semoga semakin banyak genre FIKSI SEJARAH di webnovel ini.     

Sebab, pengetahuan akan sejarah bangsa sendiri sangatlah penting di era milenium seperti sekarang. Meskipun ada embel-embel fiksi, sejatinya genre sejarah mempunyai ruh sendiri dalam membawa kisah-kisah klasik yang sesuai dengan kondisi pada zaman yang diceritakan tersebut. Paling tidak dengan mengkombinasikan sejarah nyata dengan fiksi, mampu membuat sejarah tidak terasa membosankan, justru akan terlihat menyenangkan.     

Jauh sebelum Nyai Senandung Wulan terlibat dalam pemberontakan Tumapel bersama Ken Arok, ia sudah lebih banyak melanglang buana berkeliling Tanah Jawa. Ia selalu merasa harus menolong kaum wanita yang tertindas dan direndahkan martabatnya oleh kaum lelaki, sebenarnya ia hanya sedang ingin menghapus ingatan kelam masa lalu dengan memperkenalkan diri di dunia persilatan sebagai Nyai Senandung Wulan. Sehingga ia bisa mengubur nama Sri Lupi sedalam-dalamnya.     

Saat itu namanya mulai dikenal, selain karena kesaktiannya, Ia juga dikenal karena kecantikannya yang mampu membuat banyak kaum pria terpesona. Sudah berapa banyak para pria yang ia bunuh hanya karena pernah menggodanya secara tidak sopan. Namun ada banyak pula yang mengaguminya dengan cara baik-baik. Apalah hendak dikata, kesemuanya itu seolah tidak berguna bagi kehidupannya. Nyai Wulan berusaha untuk tidak terjebak dalam perasaan. Karena itu akan percuma saja. Ia tidak akan pernah bisa menjalani hidup normal dengan pria sebagai pasangan.     

Di sanalah anak asuh dari Nyai Senandung Wulan dan Nyai Rangkih bertemu. Kelak anak-anak mereka inilah yang akan dijadikan sebagai sekumpulan gadis-gadis tangguh bernama Tujuh Pesona Dara.     

Salah satu dari yang mengaguminya itu adalah seorang Adipati yang memimpin suatu wilayah bernama Gunung Liman. Namanya Adipati Jenukus. Ia merupakan seorang Adipati muda yang dikenal gagah dan tampan. Banyak wanita terkagum-kagum dengan ketampanannya. Bahkan ia mempunyai seorang istri yang cantik jelita bernama Surangkih. Meskipun sudah beberapa tahun berumahtangga, istrinya itu tak kunjung menghadiahinya keturunan.     

Meskipun sudah mempunyai istri, Adipati Jenukus tak bisa menahan hasrat cintanya kepada Nyai Senandung Wulan. Ia ingin mempersuntingnya menjadi seorang istri. Tanpa sepengetahuan istri sah-nya, ia kemudian merencanakan untuk melamar Nyai Wulan yang saat itu tinggal di sebuah desa dekat Gunung Liman.     

Lagi-lagi, karena Nyai Senandung Wulan sangat menyadari kekurangannya sebagai wanita yang sudah tidak sempurna, maka ia menolak lamaran Sang Adipati secara baik-baik. Untungnya Adipati Jenukus tak searogan para pemimpin daerah atau pejabat lain yang keinginannya cenderung harus selalu terpenuhi. Ia cukup memahami dengan keputusan Nyai Senandung Wulan. Begitu pula sebaliknya, Nyai Wulan pun sangat menghargai sikap memahami yang dilakukan oleh Sang Adipati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.