NITYASA : THE SPECIAL GIFT

123. Kenangan



123. Kenangan

0"Kalian sudah menghianati perguruan. Kalian menghianati Mahaguru Sutaredja dengan memihak mereka yang membunuh adik-adik seperguruan!" seru Jayendra seraya melompat ke tepi kanal.     
0

Ki Menyawak pun melesat mendekati mereka. Kini pertarunga tak terhindarkan. Terpaksa Jayendra harus melawan Saga Winata untuk yang kesekian kali. Sementara Ki Menyawak melawan Lingga dan Saksana. Dan Abdul memilih mundur karena tak bisa bertarung. Namun perlawanan mereka mendapatkan sambutan dari anak buah Saga. Sisa-sisa kelompok Saga Winata yang berjumlah sekitar 70 orang turut mengeroyok Jayendra dan Ki Menyawak.     

Mereka berdua yang meskipun memiliki kesaktian lebih, tidak akan mampu melawan manusia sebanyak itu. Jayendra sudah babak belur terbaring di tanah, begitu juga Ki Menyawak. Sepertinya ini adalah pembalasan dendam Saga yang sangat mutakhir. Ini adalah momen dimana mumpung Jayendra tidak mempunyai kekuatan pasukan.     

Lingga dan Saksana tak bisa berbuat banyak untuk menolong Jayendra. Ia tidak bisa mengendalikan pasukan sebanyak itu.     

"Saga, tolong hentikan ini!" Pinta Lingga.     

"Aku tidak bisa mengendalikan mereka dalam situasi sekacau ini, Lingga."     

"Kalau kau tidak hentikan ini, namamu akan semakin sulit dibersihkan karena dianggap menganiaya seorang perwira negara."     

Ketika mendengar pendapat itu, Saga tersadar. Ada benarnya jika dia tidak menghentikan ini, maka namanya akan semakin sulit dibersihkan. Maka Jayendra harus diselamatkan sekarang juga.     

"Kalian, Hentikan!" perintah Saga. Namun mereka masih saja mengeroyok Jayendra dan Ki Menyawak.     

"Hentikan!" Saga menyeru kembali, mereka pun akhirnya mau untuk menghentikan pengeroyokan itu, tetapi kini mereka malah berlari mundur.     

Rupanya bukan perintah Saga yang mereka turuti, melainkan di depan sana sudah ada banyak sekali pasukan kerajaan Galuh mendekat dengan menaiki kuda. Mereka dipimpin oleh Patih Adimukti Nataprawira secara langsung. Sebenarnya mereka datang hanya untuk mengawal para tabib yang akan membantu melakukan pengobatan pada para warga kota Majinang yang terkena wabah. Namun, ketika kebetulan mengetahui Jayendra dikeroyok oleh pasukan Saga Winata, mereka pun mempercepat laju kuda untuk balik melawan.     

Saga dan semua anak buahnya memilih untuk lari, namun Jayendra yang masih kuat untuk berdiri, langsung mencegatnya. Sehingga Saga Winata tertinggal sendiri sementara semua pasukannya sudah kabur, Abdul pun turut kabur pula.     

Pedang pun diambil dari sarungnya, kemudian Jayendra menikamkan pedang ke arah Saga. Mudah saja ditepisnya kemudian ia balik menyerang dengan pedangnya pula.     

Ki Menyawak langsung berdiri dan melawan Lingga dan Saksana. Ia langsung memukul kepala Saksana dengan kepalan tangannya. Sehingga Saksana mengaduh kesakitan. Sementara Lingga tidak terima adiknya mendapat perlakuan begitu, ia langsung mendorong tubuh Ki Menyawak ke belakang.     

"Kau tidak perlu ikut campur," kata Ki Menyawak.     

"Lebih baik kau mengaku atau ku cincang tubuh mu." Lingga melotot ke arah Ki Menyawak.     

"Kalian tidak memiliki bukti, Kan?" tanya Ki Menyawak meledek. Ia tertawa mengakak setelahnya. Kemudian ia mengambil cambuk yang sedari kemarin belum sempat ia gunakan. Padahal sudah sejak keluar penjara Ia gantungkan di pinggangnya sendiri.     

Lingga menyuruh Saksana untuk lari, sebelum para pasukan galuh itu menyerangnya, akhirnya Saksana pun menurutinya. Lingga mencabut pedang lalu menghunus pedangnya ke arah Ki Menyawak. Ki Menyawak memutar tangannya. Cambuk panjang berkelebat di udara mengeluarkan suara keras, menghantam ke arah muka Lingga. Pemuda ini terpaksa pergunakan pedangnya yang tadi dipakai membacok untuk menangkis.     

Cambuk dan pedang saling beradu. Ujung cambuk dengan cepat melilit badan pedang. Tapi dengan cerdik Lingga tarik pedangnya kuat-kuat hingga cambuk putus menjadi beberapa potongan.     

"Kau pasti kaki tangan salah satu pejabat istana yang membenci guru kami! Kau pantas kuhabisi saat ini!" teriak Lingga. Kembali dia menyerbu Ki Menyawak yang saat itu sudah kehilangan senjata.     

Pedang menderu. Ki Menyawak miringkan pinggangnya yang jadi sasaran. Brett...! Pakaian hitamnya masih sempat disambar ujung pedang. Ketika Lingga berusaha membuat gerakan membalik untuk membacok kedua kalinya, Raja Begal Citarum ini mendahului dengan menghunjamkan kaki kanannya ke dada pemuda ini. Lingga memekik keras. Tubuhnya terpental empat langkah. Pedangnya lepas, mental ke udara. Ketika jatuh kembali, Ki Menyawak sudah ulurkan tangan dan menangkap pedang itu.     

"Dengan pedang ini kau hancurkan cambuk warisan ayahku! Dengan pedang ini pula nyawamu akan kuhabisi!" kata Ki Menyawak masih dengan gerakan ringan untuk melawan Lingga. Sementara Lingga tampak berdiri terbungkuk-bungkuk sambil pegangi dadanya yang serasa pecah.     

"Hai kau murid Sutaredja! Sebelum kau mati, jawab dulu satu pertanyaanku! Kau pasti tahu ke mana perginya mereka para bekas anak buah Saga Winata, kau juga pasti tahu di mana mereka menyimpan barang-barang berharga hasil rampokan! Kau hanya punya waktu satu kejapan mata untuk menjawab!" Ki Menyawak memandanginya yang masih merasa kesakitan.     

"Tunggu!" Tiba-tiba suara Sang Patih terdengar berseru. Dia maju dan tegak duduk di atas kuda.     

"Kenapa kau menyerang murid Mahaguru Sutaredja?" tanya Patih Adimukti.     

"Ampun, Gusti. Dia berada di pihak Saga Winata," kata Ki Menyawak.     

"Benarkah begitu, Lingga?" tanya Patih.     

"Benar, Gusti. Tetapi ini adalah kesalahpahaman. Sebab, dialah orang yang sebenarnya menjadi dalang pembunuhan itu," kata Lingga sembari menunjuk Ki Menyawak. Diam-diam Ki Menyawak telah bersiap untuk menghunuskan pedang ke arah Lingga. Sehingga dia pun tertikam pada bagian jantungnya. Kemudian tergeletak bersimbah darah.     

Secara Refleks, Patih pun membalas dengan memukul wajah Ki Menyawak hingga kepalanya terpisah dari badannya. Pukulan yang begitu kuat menciptakan tenaga yang sangat besar. Ada sedikit sesal dari Patih karena Ki Menyawak adalah satu-satunya sumber saksi tuduhan baru yang tersisa. Kini harus bagaimana lagi mengorek keterangan darinya jika ia tewas. Semula Patih melakukannya secara refleks karena merasa Ki Menyawak bertindak gegabah karena membunuh Lingga yang sedang berbicara dengannya.     

Jayendra yang tengah sibuk bertarung dengan Saga pun menyaksikan kematian Lingga. Perhatiannya teralihkan sehingga membuatnya juga turut terkena tikaman pedang dari Saga tepat mengenai pusar perutnya. Saga yang mulai didekati oleh pasukan kerajaan pun langsung memasang ancang-ancang untuk lari. Ia menggunakan Ajian meringankan tubuhnya itu lagi supaya bisa berlari melesat cepat.     

"Lingga...!" teriak Jayendra mendekat sembari merayap karena tubuhnya juga sekarat.     

"Kalian kejar mereka!" kata Patih Adimukti memerintah pasukan.     

Kini Lingga harus tewas di tempat, begitu pula Ki Menyawak. Jayendra bahkan harus sekarat. Hanya ada Patih Adimukti dan beberapa orang tabib yang kebetulan ada di tempat itu yang datang bersama rombongan Patih.     

***     

Situasi di kerajaan Galuh kini semakin rumit, Bermula ketika Asmaraga menyuruh anak buah Ki Menyawak untuk membantai dua lusin murid perguruan Wana Wira pada saat malam hari ketika waktu mereka tidur. Kemudian para pembantai itu ditangkap dan diadili, namun mereka menyebut bahwa yang menyuruhnya adalah Saga Winata demi menghilangkan jejak dalang yang sebenarnya.     

Saga Winata hanyalah seorang kepala perampok yang kebetulan adalah pesaing dari Ki Menyawak sehingga Ki Menyawak merasa perlu untuk menyingkirkan Saga Winata demi memuluskan ambisinya menguasai jalur perdagangan untuk melancadkan aksi perampokannya.     

Di sisi lain ada Asmaraga yang keberadaannya kini masih abu-abu. Ia pun belum diketahui motifnya kenapa menyuruh anak buah Ki Menyawak membunuh murid perguruan Wana-Wira dan melempar tuduhan kepada Saga Winata yang sebenarnya adalah kakak kandungnya sendiri yang bernama Sukmaraga.     

Mengetahui kenyataan bahwa Sukmaraga adalah Saga Winata, Tumenggung Aria Laksam yang merupakan ayak kandung dari Asmaraga dan Sukmaraga merasa malu dihadapan sang Raja dan para pejabat lainnya. Ia pun kini menghilang dari publik dan belum diketahui pasti keberadaannya.     

Seruni si pendekar wanita dari madura ternyata memiliki sifat penyayang yang terlalu besar sehingga sifat cemburu dan mudah marah terhadap Jayendra yang merupakan kekasihnya turut berperan dalam pergolakan batin Jayendra. Kini ia tengah menghilang atas dasar kesalahan yang menurut Jayendra cukup sepele.     

Kehadiran Abdul dari masa depan atas perintah diri Jayendra pun turut menyumbang peliknya situasi. Ia enggan mengakui misinya kepada siapapun. Ia hanya sedang mencari sebuah keris pusaka untuk menghilangkan ajian Nityasa yang dimiliki Jayendra di masa depan.     

Utkarsa dan Utpala tak lagi turut berurusan dengan sayembara menangkap Saga Winata setelah mengetahui bahwa usahanya sia-sia saja dan kurang mendapatkan rasa hormat dari pihak istana. mereka mundur dari kompetisi dan kembali ke kediamannya di Gunung Pangrango     

Mahaguru Sutaredja masih harus berada di perguruan karena hanya dialah satu-satunya pengajar di sana. Perguruan itu harus tetap hidup meskipun ada keinginan lain untuk menangkap Saga Winata dengan tangannya sendiri. meski begitu, murid-muridnya kini telah melakukan itu untuknya.     

Kemunculan Nyai Rangkih, Nyai Senandung Wulan, serta Tujuh pesona Dara semakin menambah cabang permasalahan baru. Di mana mereka lah yang sebetulnya turut andil dalam mengawali konflik ini. Tidak akan ada ajian Nityasa, Kelana Warsa, dan Kalawasana jika Nyai Senandung Wulan tidak menulis buku Buana Mapat yang diadaptasi dari ilmu-ilmu ajaran Empu Kandang Dewa.     

Kini semua permasalahan itu masih banyak yang harus mereka selesaikan masing-masing. Bahkan Saga Winata masih harus lolos berkali-kali meski dikejar oleh banyak pihak, termasuk Jayendra sendiri. Namun, yang harus diingat adalah, Nirmala, kekasih Saga Winata masih berada dalam kendali pihak Jayendra. Dengan begitu, Saga tidak akan berani pergi jauh-jauh.     

- AKHIR MUSIM -     

***     

Dari keseluruhan jalur konflik ini sedari awal, sebenarnya ada satu pihak yang turut serta berperan dalam eksisnya ajian Nityasa. dia adalah Hafiz dan Profesor Mat Rudi. Kelanjutan dari keturutsertaan mereka akan segera dikisahkan dalam musim selanjutnya.     

Di musim ketiga ini, akan ada banyak sekali rentetan peristiwa yang melibatkan Pertaruhan. Baik itu waktu, materi, jiwa, dan prinsip.     

***     

NITYASA : THE SPECIAL GIFT     

Adalah Novel karya SIGIT IRAWAN dengan latar KERAJAAN GALUH pada masa abad 13 masehi. Novel ini telah menjadi Novel digital dengan genre fiksi sejarah pertama di Webnovel.     

Tentu author sangat bangga atas penobatan sebagai novel fiksi sejarah pertama. author berharap NITYASA : THE SPECIAL GIFT akan mampu menjadi pelopor bagi novel sejenis yang lainnya. Semoga semakin banyak genre FIKSI SEJARAH di webnovel ini.     

Sebab, pengetahuan akan sejarah bangsa sendiri sangatlah penting di era milenium seperti sekarang. Meskipun ada embel-embel fiksi, sejatinya genre sejarah mempunyai ruh sendiri dalam membawa kisah-kisah klasik yang sesuai dengan kondisi pada zaman yang diceritakan tersebut. Paling tidak dengan mengkombinasikan sejarah nyata dengan fiksi, mampu membuat sejarah tidak terasa membosankan, justru akan terlihat menyenangkan.     

SALAM WINATA... SALAM KEBEBASAN     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.