A Song of the Angels' Souls

169. Epilog



169. Epilog

0Sebuah acara realitas, atau kamu mungkin menyebutnya dengan nama lain. Dengan pemeran-pemeran yang terdiri dari manusia-manusia buatan. Pertarungan yang dilakukan oleh Lyra dan yang lainnya itu bukan yang pertama kali. Hanya saja, itulah yang terbesar dan menggunakan setting yang baru, dengan campuran drama yang lebih kental.     
0

Dan acara itu begitu digandrungi hampir oleh seluruh dunia. Mereka duduk di tempatnya masing-masing kalau terjadi pertarungan menegangkan. Mereka ikut menangis kalau ada adegan mengharukan atau sedih. Mereka ikut tertawa kalau memang dalam acara itu ada sesuatu yang lucu.     

Manusia-manusia buatan di dalam acara itu disetel sedemikian rupa menyesuaikan dengan karakter, kekuatan, dan latar belakang yang diatur.     

Ya, mereka hanya layaknya memainkan drama saja. Namun, mereka sendiri tidak tahu hal itu.     

Mereka tidak dianggap sebagai manusia.     

Mereka hanya boneka yang dibuat untuk menghibur.     

Mereka bisa dihancurkan dan dibangun kembali dengan mudahnya.     

Akan tetapi, semua itu goyah. Perusahaan yang membuat acara itu, sekaligus mempunyai pabrik manusia buatan, terkejut saat ada satu makhluk mereka yang mengalami anomali. Frekuensi otak manusia buatan bernama Rava itu hampir mirip dengan frekuensi manusia pada umumnya. Sebelumnya ada makhluk yang seperti itu, tetapi Rava adalah spesial. Dia benar-benar mendekati manusia.     

Mereka tahu makhluk itu bisa menjadi sumber ancaman. Namun, mereka juga melihat potensi lain padanya. Maka, alih-alih memusnahkan Rava, mereka menyimpan dan menelitinya lebih jauh di laboratorium.     

Lalu, bagaimana dengan acara yang diikutinya?     

Perusahaan bisa dengan mudah mengganti satu boneka lain dan memasangkan wajah Rava. Namun, karena mereka dikejar waktu, mereka tidak sempat membuat boneka yang baru. Mereka hanya menempelkan wajah dan rambut baru ke makhluk yang sudah ada, kemudian otaknya disetel mengikuti tokoh Rava. Beberapa penonton sempat ada yang menyadari sedikit perbedaan dari sosok Rava yang biasa mereka tonton, tetapi itu tak menjadi masalah.     

Pertunjukan terus berjalan.     

Bahkan sampai acara tersebut berakhir dengan kemenangan Lyra, Rava masih saja diteliti. Pada suatu hari, penelitian diperuntukkan agar dia bisa berinteraksi seperti manusia biasa.     

Dan saat itulah insiden terjadi. Entah mendapat pikiran dari mana, dari mencolok mata lawan bicaranya sampai tembus. Kemudian, dia berhasil membebaskan dirinya karena penjagaan waktu itu tidak terlalu ketat. Rava menyerang siapa pun yang menghalanginya, padahal dia tidak dirancang untuk melakukan kekerasan. Dia telah berhasil mendobrak kungkungan pemograman di otaknya sendiri.     

Mereka terlalu percaya diri bisa mengendalikan boneka-boneka ciptaan mereka.     

Setelah pertumpahan darah terjadi, mereka baru sadar, mereka telah menciptakan monster. Pencarian Rava dilakukan sampai penjuru negeri. Namun, mereka masih saja bersikukuh untuk tidak membunuh pria itu, karena mereka masih menganggap otaknya berharga untuk diteliti.     

Dan mereka benar sekali. Otak Rava begitu luar biasa. Pikirannya terus berkembang dengan cepat, sampai di tahap dia bisa merencanakan sebuah pembebasan besar-besaran terhadap perusahaan yang membuatnya. Dibakar amarah dan tekad besar, dia ingin melepaskan teman-temannya yang digunakan sebagai boneka, sebagai mainan, sebagai hiburan, dan ada juga yang dipakai sebagai alat perang.     

Pertama-tama, dia mengumpulkan uang dengan mencuri di sana sini, sampai akhirnya bisa mengumpulkan beberapa orang. Dan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, bahkan sampai hitungan bulan.     

Sampai akhirnya, dia melakukan tahapan pertama, yakni membajak sebuah truk yang mengangkut boneka-boneka itu. Setelah pertarungan sengit, mereka berhasil. Rava memprogram boneka-boneka itu agar punya kehendak bebas, tetapi membenci manusia setengah mati.     

Sekarang, dia tidak perlu manusia asli. Teamnya semakin solid. Mereka semakin banyak membebaskan makhluk-makhluk buatan itu di seluruh negeri. Pasukan mereka semakin besar. Bahkan sampai aparat kewalahan. Makhluk buatan yang ada di kesatuan mereka sampai dicuci otak untuk menjadi pasukan Rava.     

Dan perang pun terjadi. Pemerintah memaksa perusahaan itu memusnahkan boneka-boneka yang tersisa. Namun, karena keragu-raguan para pemimpin yang masih ingin bernegosiasi, Rava dan pasukannya berhasil menduduki pusat perusahaan itu, kemudian mencuri boneka-boneka yang tersisa.     

Perang besar terjadi.     

Tahu dirinya kalah jumlah, Rava menggunakan cara yang cerdik dan licik. Dia berkali-kali memenangkan pertarungan. Akhirnya manusia pun dipukul mundur dari kota tempat para makhluk-makhluk buatan itu diproduksi.     

Dan tentu saja Rava tak membuang kesempatan itu, dia memproduksi makhluk-makhluk buatan dengan lebih banyak, membuat kekuatannya semakin besar.     

Dia berhasil membuat satu kota menjadi negaranya.     

Apakah dia puas sampai di situ saja? Tidak. Dia berhasil mencuri dari sumber-sumber material untuk membuat makhluk-makhluk buatan itu. Pasukannya semakin lama semakin banyak.     

Puluhan tahun berperang, dan akhirnya kelompok Rava bisa menguasai lebih dari separuh negara itu. Manusia banyak yang mati dan diusir dari tempat tinggal mereka.     

Rava senang, akhirnya kaumnya mendapatkan kebebasan. Namun, hatinya tidak bisa tenang. Dia belum menemukan Lyra dan kawan-kawannya. Dia sudah mencari di seluruh negeri, tetapi dia tidak bisa menemukannya.     

Dia sudah berusaha memprogram dirinya sendiri untuk melupakan cintanya kepada Lyra, juga menghapus kenangan dirinya dengan orang-orang itu, termasuk ibunya yang sebenarnya manusia asli. Namun, dia tak berhasil melakukannya, dan tidak ada yang tahu mengapa hal itu terjadi. Hal yang sama juga terjadi kepada para boneka yang sudah menjadi anak buah Rava cukup lama. Mereka tidak bisa seenaknya mengubah-ubah hati mereka dengan hanya menggunakan semacam alat. Mereka jadi seperti manusia asli yang tidak bisa berubah dalam waktu singkat.     

***     

Rava berjalan di sebuah koridor. Wajahnya masih sama seperti berpuluh-puluh tahun yang lalu, saat dirinya berada di dalam acara itu. Makhluk buatan seperti dirinya hanya butuh perawatan dan tidak akan pernah bertambah tua. Kecuali kalau dia diciptakan sebagai orangtua.     

Rava lantas membuka pintu di ujung lorong itu. Dia langsung menemukan anak kecil yang tengah bermain dengan balok-balok permainan. Umurnya terlihat tidak lebih dari 5 tahun. Dia sangat berbinar melihat Rava dan langsung berdiri meninggalkan permainannya.     

"Ayah!" Bocah cilik itu lantas memeluk kedua kaki Rava.     

Tersenyum samar, Rava mengusap rambut bocah itu. Rambut yang ikal, berwarna coklat, dan lembut. Rambut yang mirip dengan milik seseorang.     

Si bocah mendongak, menatap Rava dengan mata yang warnanya sangat dirindukan Rava.     

"Ayah, aku ingin mendengar cerita tentang ibu lagi!"     

Rava melebarkan senyumnya, kemudian berjongkok di hadapan bocah itu. "Kenapa kamu masih saja ingin mendengarkan cerita itu? Apakah kamu tidak bosan? Ayah masih punya banyak cerita lain yang lebih bagus, loh."     

Si bocah menggeleng keras. "Aku tidak mau! Aku ingin mendengar cerita ibu dan teman-temannya! Mereka menurutku sangat luar biasa! Mereka semua adalah prajurit yang sangat tangguh! Cita-citaku ingin menjadi mereka."     

Kembali mengusap kepala bocah cilik itu, Rava mendesah pelan. "Baiklah, ayah akan bercerita mengenai hal itu lagi, tetapi kali ini sedikit berbeda dari sebelumnya."     

SELESAI     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.