A Song of the Angels' Souls

155. Bidadari Itu 2



155. Bidadari Itu 2

0Lyra buru-buru melepas tangan Rava dari perutnya, kemudian melangkah cepat untuk memasuki rumah. Tak mau tinggal diam, Rava menangkap tangan bidadarinya itu.     
0

"Ini nggak adil, Lyra," ucap Rava dengan bibir bergetar, tak percaya akan apa yang baru didengarnya. "Kamu udah bikin aku menyayangi kamu, kenapa kamu malah begini? Aku nggak akan terima, Lyra."     

Bidadari itu menepis tangan Rava, kemudian menatap lekat-lekat tuannya itu dengan air mata yang mulai menetes. Perlahan, bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Senyum kedua yang Rava pernah lihat dari bidadari itu.     

"Kemarin-kemarin, anggap saja aku sedang sakit jiwa, Rava. Pokoknya, lebih baik kita sudahi saja semua ini sebelum kita terjerumus makin dalam," terang Lyra dengan bibir yang bergetar.     

Rava menggeleng-gelengkan kepala. Matanya mulai panas dan berair. "Jelaskan dulu, kenapa kamu begini?"     

Bergerak pelan, Lyra membelakangi tuannya lagi. "Tidak ada yang perlu dijelaskan. Cintaku kepadamu itu hanya ilusi."     

Seketika saja, Rava tak bisa berkata-kata. Sendi-sendinya seolah membeku, membuatnya tak bisa bergerak. Ia hanya bisa melihat bidadarinya itu menjauh.     

Secepat itu. Rava merasakan ada yang hilang dari dirinya. Kemudian, di kekosongan yang timbul, ada hal lain yang merasuk. Hal yang begitu kelam dan menyakitkan.     

***     

Sambil menghapusi sisa airmatanya, Lyra berjalan cepat di dalam rumah. Walaupun hatinya sudah remuk-redam, bidadari itu berhasil mengubah ekspresi di wajahnya menjadi tajam seperti biasanya. Kali ini, dia tidak boleh ragu lagi. Ini semua demi misinya, demi kemaslahatan umatnya. Rasa apa pun yang menghalangi langkahnya, harus ia musnahkan dari pikiran.     

Dia pun membuka pintu kamar yang ditempatinya bersama Lois dan ibu Rava.     

"Kamu baru berbicara dengan Rava?" tanya Lois yang masih saja tak memakai busana apa pun, duduk di kasur dan tersenyum penuh arti. "Aku mendengar nyanyianmu tentang sepasang kekasih itu, jadi aku berkesimpulan ...."     

Ucapan Lois terhenti saat Lyra melewatinya begitu saja.     

Tanpa diduga-duga, Lyra menarik baju ibu Rava. Ibu Rava yang sedang tertidur pun tersentak luar biasa, sama sekali tak bisa bereaksi ketika Lyra mengalungkan lengan ke lehernya.     

"Lyra, apa yang kamu lakukan!?" pekik Lois, bangkit dari kasur dengan mata membelalak.     

Lyra mengaktifkan baju tempurnya. Tangan kanannya pun mengeluarkan satu bagian dari pedang bermata gandanya. Ibu Rava pun tak berkutik, cuma bisa melirik ketakutan kepada ujung pedang yang nyaris menyentuh pipinya tersebut.     

"Jangan macam-macam. Aku memang tidak bisa membunuhnya, tetapi aku bisa membuatnya terluka parah," ancam Lyra dengan nada dingin.     

Lois yang juga baru saja mengenakan pakaian tempurnya pun cuma bisa mematung. Giginya bergemeretak dan matanya waspada memandangi saudari angkatnya itu.     

"Lyra?" Baru saja datang ke kamar itu karena mendengar ribut-ribut, Rava tercekat hebat. Matanya membelalak lebar saat mendapati apa yang terjadi. Apa dirinya tidak salah lihat? Mengapa Lyra menyandera ibunya? Kegilaan macam apa ini?     

Perlahan, Lois mendekati saudari angkatnya itu. "Lyra, jangan gegabah, kamu tidak ingin melakukan ini ...."     

"Diam," potong Lyra tajam, bergerak memutar sambil membawa ibu Rava dengan kasar. Ibu Rava benar-benar tak berdaya, cuma bisa meneteskan air mata dengan bibir bergetar. Begitu sampai di depan pintu, Lyra mendorong Rava dengan keras. Tuannya itu pun langsung jatuh terduduk.     

"Robin, keluar kamu!!!" seru Lyra yang kini berada di luar tengah, mendatangi kamar ketiga yang ditempati Robin. "Cepat, keluar sekarang!!!"     

"L-lyra, kamu n-ngapain?" tanya Rava terbata-bata, bangkit dari lantai dengan gerakan kaku. Pikirannya benar-benar kacau. Kemarin, bidadari itu bersikeras untuk menjadi kekasihnya, mengapa sekarang Lyra jadi seperti orang sinting begini?     

Lois kembali mendekati saudari angkatnya itu dengan langkah pelan. "Jelaskan kenapa kamu seperti ini, Lyra!? Apa kamu sudah gila!?     

Lyra sedikit menempelkan bagian tajam pedangnya ke pipi ibu Rava, membuat Lois menghentikan langkahnya. Ibu Rava cuma bisa memejamkan mata dengan tubuh bergetar.     

"Semua ini membuatku terlena. Permainan menjadi keluarga ini, Rava, bahkan kamu, Lois. Semuanya membuat perhatianku teralihkan. Membuatku lupa akan tujuan utamaku berada di sini. Aku ini seharusnya berjuang untuk kaumku," desis Lyra dengan nada tertahan. "Kaumku menaruh harapan besar kepadaku. Tidak seharusnya aku mengkhianati mereka."     

"Coba kutanya, selain keluargamu sendiri, apa yang kaummu berikan kepadamu?" serang Lois.     

Lyra tercekat hebat. "Kamu merendahkan kaumku, Lois? Misi ini adalah tanggung-jawabku sebagai bagian dari mereka!"     

"Kamu tidak menjawab pertanyaanku." Lois menegaskan nada bicaranya. "Kamu sendiri pernah berbicara denganku kalau kamu tidak punya hubungan erat dengan orang-orangmu sendiri. Kamu dianggap aneh karena tidak pandai bicara dan tidak bisa tersenyum."     

"Tapi, aku tidak bisa mengorbankan mereka begitu saja, Lois." Suara Lyra mulai parau. "Aku juga dikucilkan karena kesalahanku sendiri. Karena kemampuan bersosialisasiku rendah."     

Lois menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu ingin mendapat pengakuan dari mereka? Kamu lupa dirimu sudah diakui di sini, ya? Kamu lupa dirimu mendapat rumah kedua di sini?"     

Lyra tak menjawab. Matanya mulai dilapisi cairan bening. Baru kali ini Rava melihat ekspresi kesedihan yang begitu kentara di wajah bidadarinya itu.     

"Barangkali, kamu memang tidak bisa membiarkan kaummu itu," lanjut Lois, menggunakan nada yang lebih pelan. "Tapi, apa karena itu kamu rela mengorbankan semua ini?"     

Lyra menggigit bibirnya. "Lalu, aku harus bagaimana, Lois!!??"     

"Ada apa sih ribut-ribut?" celetuk Robin yang baru keluar dari kamarnya, menggaruk-garuk perut dengan mata yang nyaris menutup. Begitu melihat Lyra yang menyandera ibu Rava, sang aktor langsung tersentak.     

"Rava, cepat lepaskan kontrakmu denganku sekarang juga," pinta Lyra, mengencangkan pegangannya kepada ibu Rava, yang masih saja diam seribu bahasa. Kemudian, bidadari itu menoleh kepada Robin. "Kamu akan menjadi tuanku, Robin. Aku tidak mau mendengar penolakan. Kamu tidak mau keluargamu kenapa-napa, kan?"     

Urat-urat di wajah Robin langsung menegang. "Kamu ngomong apa, hah?"     

Robin dan Lyra pun saling menatap tajam satu sama lain.     

Mengepalkan kedua tangannya erat-erat, Rava pun maju selangkah, memaksakan diri untuk berbicara, "Dengan berganti tuan, kamu akan bisa membunuh lagi. Sekarang kutanya, apa kamu udah siap buat ngebunuh Lois?"     

"Jangan banyak bicara, Rava. Kamu lepaskan kontrakku dan aku akan melepaskan ibumu. Kamu tidak ingin ibumu terluka parah, kan?" Suara Lyra semakin parau.     

"Lyra, lepaskan," lirih Lois. Matanya juga sudah mulai berkaca-kaca. "Yang kamu sandera itu adalah ibunda dari seseorang yang paling kamu cintai. Kalau ibu Rava terluka, maka hati Rava pun akan terluka. Kamu tega membuatnya tambah menderita? Dia sudah melalui banyak hal, Lyra."     

Akhirnya, air mata Lyra pun turun setetes demi setetes. Pedangnya pun tergelincir jatuh. Pegangannya dari ibu Rava pun melonggar. Dengan sigap, Lois merebut wanita itu dari sang saudari angkat.     

"Aaa .... Aaa ...." Lyra merintih-rintih seperti orang kesakitan. Ia memegangi kepalanya dan terhuyung mundur. Air matanya makin deras mengalir.     

Dan akhirnya, dia berbalik, melesat meninggalkan tempat itu.     

Lois menyerahkan ibu Rava kepada Rava, segera menyusul saudari angkatnya itu. Ibu Rava pun jatuh berlutut, memejamkan matanya dan memijati kening. Rava pun ikut berlutut di samping sang ibunda.     

"Ibu nggak apa-apa?" tanya Rava lirih, mengusap punggung wanita yang telah melahirkannya itu.     

Sang ibunda menggeleng pelan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.