A Song of the Angels' Souls

159. Tekad yang Berbeda 3



159. Tekad yang Berbeda 3

0Beberapa kali Mireon menembakkan proyektil bulunya, tetapi Ione bisa menghindarinya dengan mudah. Bidikan Mireon tidak maksimal karena Ione bergerak ke sana ke mari di antara para pengunjung kebun binatang, serta sangkar-sangkar burung besar di sekitarnya.     
0

"Ternyata, kamu tidak hanya peduli pada manusia, tetapi kepada binatang juga," ucap Ione, menyabetkan cambuk cahayanya untuk kesekian kali.     

Mireon memang berhasil berguling menghindar, tetapi itu membuatnya kehilangan momentum untuk menembakkan proyektil bulunya lagi. Ia jadi sibuk mengelak dan tidak bisa membidik dengan baik karena serangan-serangan Ione yang datang beruntun dengan cepat.     

"Aku pernah melawan seseorang yang lebih ahli dalam pertarungan jarak jauh," lanjut Ione, menghentikan serangannya, melompat ke sebuah ranting besar di salah satu pohon, menghindari beberapa proyektil bulu yang akhirnya bisa ditembakkan Mireon. Cahaya merah muda menyelimuti busana tempur dan senjata Ione. Tak berapa lama, serulingnya berubah menjadi busur panah dan busananya itu kini berwarna merah muda. "Dia tetap bisa bertarung maksimal di antara orang-orang yang bahkan lebih banyak dari di ini."     

Sempat tersentak kaget karena perubahan Ione, Mireon menangkis satu anak panah yang datang dengan kapaknya. Tanpa ampun, Ione terus melesatkan anak-anak panahnya kepada sang musuh. Mireon pun kembali kesulitan untuk membidik Ione.     

Mireon tak henti-hentinya menghindar, bergeser, berguling di tanah, dan berlari ke depan. Lama-kelamaan jaraknya dengan pohon tempat Ione berada semakin dekat.     

"Ngiiik!" Akhirnya, setelah sekian lama, Mireon bisa menembakkan proyektilnya kembali.     

Akan tetapi, Ione juga sudah melesatkan anak panahnya. Proyektil Mireon dan panah Ione pun saling bertemu di udara. Proyektil Mireon yang berkecepatan lebih tinggi pun membelah anak panah Ione tepat di bagian tengah matanya, membelahnya menjadi dua bagian.     

Ione cuma bisa pasrah saat proyektil itu mengenai dadanya, membuatnya hilang keseimbangan. Mireon tak membuang waktu. Ia melompat dan mendarat di ranting tempat Ione berada, langsung memberikan kombinasi tebasan kapak secara horizontal, vertikal, dan diagonal.     

Kehilangan momentum, Ione cuma bisa menangkis serangan-serangan itu dengan busur panahnya. Ia terdesak ke ujung ranting yang lebih kecil dan ringkih, menimbulkan bunyi gemeretak yang terdengar jelas.     

Dan akhirnya, Ione melompat ke belakang, melemparkan sebuah anak panah ke muka Mireon.     

Duarrr!!!     

Panah itu meledak dan mendorong Mireon ke udara. Bidadari itu pun terlempar cukup jauh sampai tubuhnya menghantam keras sebuah kandang dengan sekat jaring yang terbuat dari logam. Dua harimau yang berada di kandang itu pun mengaum kaget karena suara yang ditimbulkan oleh benturan tubuh Mireon.     

Tersungkur di tanah, Mireon berusaha bangkit, walau dengan tubuh—terutama bagian wajah—yang dihinggapi nyeri. Ia menggunakan kapaknya untuk sandaran agar dirinya bisa berdiri tegak.     

Ione pun kembali berjalan mendekatinya.     

"Akan lebih efektif untuk menggunakan panah penjerat .... Sepertinya, kamu ingin menyimpannya untuk melawan Lyra dan Lois yang akan datang menolongku ...," ucap Mireon, mulai kehilangan napas.     

"Huh, berbicara untuk mengulur waktu lagi, ya? Demi strategi, kamu ternyata memang rela berbicara banyak," balas Ione dingin, melesatkan anak panahnya lagi.     

Mireon hendak menangkis dengan kapaknya, tetapi betapa terkejutnya dia saat mendapati panah itu berubah menjadi rangkaian pita. Ia pun tak kuasa mengelak saat rangkaian pita tersebut menjerat tubuhnya, membuatnya tumbang.     

Sekarang, Mireon tahu, semua ini adalah trik untuk membuatnya berpikir bahwa panah penjerat itu akan disimpan untuk nanti. Tujuan Ione melakukan hal itu adalah agar presentase keberhasilan penggunaan panah penjerat tersebut semakin besar.     

Tak hanya dalam keahlian bertarung, dalam hal strategi pun, Mireon kalah total. Bahkan, Mireon baru menyadarinya sekarang, Ione sudah bermain dengan pikirannya sejak lawannya itu berbicara di awal pertemuan.     

Ione menembakkan satu panah ke atas. Panah itu pun meledak di udara, menghujani Mireon dengan pita-pita yang menukik tajam. Mireon cuma bisa meringis kesakitan saat pita-pita itu merajami tubuhnya.     

Sampai akhirnya, beberapa pita terakhir menggoreskan luka di tubuh Mireon.     

Ione pun merubah bentuk senjata dan warna busana tempurnya kembali seperti semula. Bukannya menyerang Mireon kembali, dia justru menyabetkan cambuk cahayanya ke belakang. Janu yang tengah berlari untuk memukul Marcel pun jatuh tersungkur karena kakinya terjerat cambuk Ione. Pemuda itu cuma bisa berontak saat tubuhnya ditarik ke belakang.     

"Argghhh!" Janu berteriak frustasi.     

"Kamu menungguku lengah agar bisa melumpuhkan Marcel, ya?" desis Ione dingin, menarik paksa kerah baju Janu sampai pemuda itu berdiri. "Sayang sekali, manusia biasa seperti kamu ...."     

Bug!     

Janu memberikan pukulan terkerasnya kepada Ione. Akan tetapi, Ione samasekali tak terpengaruh. Bahkan kepalanya tidak bergerak sama sekali terkena pukulan itu. Tangan Janu yang masih menempel di pipinya itu yang kini justru mulai bergetar.     

Ione mencekik leher Janu dan mengangkatnya. Kaki Janu pun berkelojotan di udara. Napasnya mulai habis dan lehernya diserang nyeri. Kemudian, Ione membanting pemuda itu ke tanah. Seketika saja, kesadaran Janu lenyap. Ione sengaja menahan kekuatannya agar Janu tidak cedera parah.     

Bagaimanapun, Janu bukanlah target Ione.     

Ione pun berbalik untuk menghadap Mireon kembali. Mireon memilih untuk memejamkan mata, tidak berusaha melepaskan diri dari jeratan pita di tubuhnya.     

"Kenapa kamu pasrah begitu?" tanya Ione, sedikit menelengkan kepala.     

"Tidak ada gunanya aku di sini. Aku tidak punya kemampuan untuk membunuh yang lain," jawab Mireon pelan.     

Menarik napas panjang, Ione mundur beberapa langkah, mulai meniup serulingnya dengan nada mendayu-dayu. Seperti dulu ketika Ione melantunkan melodi itu di depan Etria, Marcel kembali menutupi telinganya. Sang tuan tak mau mendengar lantunan yang membuat hatinya diresapi sedih tak terkira itu.     

Perlahan, tubuh Mireon mulai melayang ke atas. Pita-pita yang menjerat tubuhnya pun terlepas seketika. Alih-alih cahaya, tubuh bidadari itu justru mengeluarkan semacam asap hitam yang bertahan di permukaan kulitnya. Asap itu jadi terlihat seperti lapisan tipis di atas kulit Mireon.     

Kedua tangan dan kaki Mireon seperti ditarik ke arah yang berlawanan. Ia sama sekali tak sanggup melawan, cuma bisa meringis kesakitan. Setiap senti kulitnya seperti sedang ditekan ujung-ujung tajam ratusan pisau.     

"Aaaargggghhhhh!!! Aaaargggghhhhh!!!" Akhirnya, Mireon berteriak. Kali ini, tubuhnya tak merasakan sensasi ditekan oleh ratusan benda tajam lagi, melainkan ditusuki ribuan pedang. Sendi-sendi di kedua tangan dan kakinya juga tertarik semakin kencang, bahkan sampai mengeluarkan suara seperti tulang-tulang yang retak. Dengan air mata dan liur yang mengalir deras, ia terus berteriak, "Aaaargggghhhhh!!!"     

Namun, bidadari itu sama sekali tak memohon agar Ione berhenti.     

Ione masih meniup serulingnya, tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Mata Mireon mulai memutar ke belakang. Air liur dari mulutnya mulai berganti menjadi busa putih.     

Asap hitam pekat mulai keluar dari dada Mireon, menggumpal-gumpal dan bergerak pelan menuju dada Ione.     

Namun, tiba-tiba saja Ione menghentikan lantunan serulingnya. Ia langsung menoleh ke kanan dan ke kiri. Alih-alih kebun binatang, apa yang dilihat Ione sekarang adalah area yang tampak seperti hamparan padang pasir berbukit-bukit, diatapi oleh langit merah dengan awan-awan tipis dan matahari jingga.     

Bukannya panik, Ione justru menganalisa keadaannya sekarang. Di mana dia sekarang? Apakah ini ulah bidadari lain? Ataukah ini justru dilakukan oleh organisasi yang suka mengirim monster-monster itu?     

Ione terus memandang berkeliling, sampai matanya menemukan Lois dan Rava yang berdiri di atas sebuah bukit yang berjarak agak jauh darinya.     

Lois sedikit mengangkat dagunya, memberikan tatapan sedingin es kepada Ione. Tak terintimidasi sama sekali, ione lagi-lagi memeriksa keadaan di sekitarnya. Dia masih tak menemukan tuannya di mana pun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.